Sebuah rombongan ronggeng, kesenian rakyat, mereka hidup berpindah dari satu desa ke desa lainnya. Mereka mengikuti ke mana saja nasib membawa. Di mana ada yang mengundang untuk menghibur, di sana mereka bergerak. Jarang sekali mereka menetap lama di suatu tempat. Jika di suatu tempat sudah kurang banyak pengujung yang berminat untuk menyaksikan pementasan mereka maka mereka juga harus mencari lokasi baru yang sekiranya memberikan harapan besar.
Tidak ada yang istimewa dengan rombongan kesenian rakyat itu. Sebagaimana kesenian rakyat yang biasanya ada di berbagai daerah. Mereka hanyalah sekelompok seniman kampung yang menjalani takdir hidupnya untuk memberikan hiburan rakyat dari satu desa ke desa yang lain. Sekelompok orang yang karena pekerjaannya ini dipandang kurang baik di mata masyarakat. Adapun hal yang membuat rombongan ronggeng ini dikenal lebih oleh warga Desa Kendalsari adalah karena ada seorang pemuda Desa Kendalsari yang mengikuti rombongan ronggeng itu, ia adalah Raswadi, telah beberapa bulan mengikuti rombongan itu, ke mana rombongan bergerak ke sanalah ia ikut. Seperti seseorang yang mengikuti harapannya. Orang-orang mengatakan bahwa ia menaruh hati pada seorang ronggeng. Dia rela berkeliling mengikuti ke mana pun rombongan itu bergerak, sebenarnya karena ia mengikuti seorang ronggeng yang bernama
Desas-desus yang terus berkembang, tersebar dari mulut ke mulut, desas-desus menjadi kabar burung yang semakin lama menjadi buah bibir, menjadi topik pembicaraan yang menambah nikmat panasnya kopi hitam dan pisang goreng, ditambah dengan hisapan klobot kegemaran para lelaki desa yang bergerombol di warung-warung kopi. Orang-orang semakin asyik bergunjing mengenai perilaku Raswadi itu, dan setiap obrolan di warung kopi, mereka selalu mengaitkan Raswadi dengan sebuah nama, yang adalah salah seorang ronggeng dalam rombongan itu.
Tentu saja warga desa menyimpan pikiran miring mengenai hal ini. Seorang lelaki baik-baik tidak akan mau mengikuti rombongan kesenian ronggeng yang sangat dekat dengan berbagai hal negatif. Tetapi semua omongan atau isu-isu miring yang terdengar ke telinganya ia abaikan begitu saja. Raswad tidak peduli dengan semua yang dibicarakan orang-orang desa. Dia sedang dalam posisi hanya ingin melakukan apa yang menyenangkan baginya. Masa muda yang penuh gairah, mengikuti rombongan ronggeng yang berpindah-pindah seakan membangkitkan gairahnya saat dia dulu mengikuti tentara PETA. Dunia petualangan yang membuat darahnya bergejolak penuh semangat untuk menjawabi tantangan.
Orang-orang desa sebelumnya telah mengenal Raswadi sebagai seorang pemuda yang berani dan juga terhormat. Bahwa ia pernah bergabung dengan tentara PETA dan satu-satunya prajurit yang berhasil selamat di peristiwa penyergapan oleh Belanda, hal itu merupakan suatu yang luar biasa. Orang-orang beranggapan bahwa ia pemuda bertuah yang dijaga oleh kekuatan gaib yang hidup di zaman dulu. Menunjukkan bahwa Raswadi memiliki kelebihan yang membuatnya disegani oleh warga desa. Ditambah lagi dengan pendidikan yang cukup tinggi, warga desa memandangnya sebagai seorang pemuda yang terpelajar, sangat berbeda dengan kebanyakan pemuda desa yang bodoh dan buta huruf. Namun apa yang dilakukannya dengan mengikuti rombongan ronggeng itu membuat namanya tercemar.
Mengikuti rombongan kesenian rakyat tentu saja berpengaruh pada perilaku Raswadi. Ia mulai mengenal Tentu saja orang-orang desa Berada di tengah orang-orang yang berkecimpung di dalam dunia seni. Para pengembara yang membutuhkan kekuatan lebih sebagai benteng dalam setiap perjalanan.
Bukan hal yang mudah untuk menjaga keselamatan seluruh rombongan yang sering berpindah-pindah, apalagi keselamatan para ronggeng yang pastinya sangat rentan dengan gangguan dari laki-laki yang iseng. Penjagaan dan kewaspadaan yang harus benar-benar disiapkan. Dari pergaulan dengan mereka itu Raswadi mulai mengetahui kebiasaan mereka untuk mempelajari ilmu kanuragan. Raswadi mulai memahami bahwa banyak ritual yang dilakukan untuk menguasai suatu ilmu kesaktian.
Melihat gelagat anaknya yang terlihat semakin jauh mengikuti rombongan ronggeng itu, bapak dan simbong merasa risau. Terutama simbong yang sangat khawatir kalau-kalau anak lelakinya itu tenggelam terlalu jauh mengikuti kehidupan bebas para seniman. Sebagai orang tua dia takut jika anaknya menjadi orang yang terlalu bebas, lepas kendali seperti layangan putus talinya dan tidak lagi memikirkan kehidupan masa depannya. Di samping itu omongan tetangga kanan kiri yang sekarang sudah berani terang-terangan berbicara langsung di depannya membuat hatinya gusar. Sebagian besar omongan mereka sudah ia jawab dengan sebisa mungkin untuk menutupi dan membela anaknya. Namun semakin lama omongan warga desa tidak bisa ia bantah lagi sebab kenyataannya memang Raswadi sekarang bergaul akrab dengan ronggeng bahkan sampai mengikuti ke mana rombongan ronggeng itu manggung. Simbong merasa malu dan juga khawatir.
Awalnya bapaknya yang berencana mau menyusul Raswadi untuk menyuruhnya pulang. Namun kemudian simbong memutuskan bahwa dialah yang akan berangkat menemui anaknya. Dia sudah merasa sangat rindu, berbulan-bulan dia tidak melihat anaknya. Entah seperti apa keadaanya, apakah anaknya baik-baik saja? Maka dengan tekad yang bulat, diantar oleh seorang saudaranya simbong pergi menyusul Raswadi ke sebuah desa yang masih bertetangga dengan Desa Kendalasari. Menurut kabar yang terakhir ia dengar adalah rombongan ronggeng itu sedang pentas untuk menghibur warga desa yang baru saja menang pemilihan kepala desa. Mereka berpesta dengan mengundang penghibur rombongan ronggeng.
Hari sudah gelap malam saat simbong sampai di sebuah desa tempat terakhir yang sedang didiami oleh rombongan ronggeng itu.
“Hayo Anakku, kamu pulang saja ikut Simbong. Untuk apa kamu mengikuti rombongan ini? Mau jadi apa kamu? Lebih baik kamu pulang, apa gunanya mengikuti orang-orang yang tinggalnya saja tidak menetap di satu tempat?”