Akhir-akhir ini Raswadi mengalami susah tidur. Seraut wajah cantik milik seorang perempuan selalu muncul , mengganggu pikirannya. Bagaimanapun, sekeras apapun dia berusaha menepis pesona wanita itu, tetap saja ia selalu gagal. seRaswadi jatuh cinta, ini kali untuk yang kedua, setelah jatuh cinta yang pertama pada seorang ronggeng. Ia merasakan kembali gairah aneh yang membuat jiwanya bergelora. Sukmanya mendamba penuh akan balasan cinta yang sama dari wanita itu.
Dulu ia merasakan perasaan yang membuatnya sanggup berkelana mengikuti ronggeng itu, kini perasaan yang sama menuntutnya untuk dipenuhi. Ia ingin sekali memiliki wanita itu. Bagaimanapun caranya akan ia tempuh, ia bertekad untuk menjadikannya miliknya.
“Aku berjanji akan membuat hidup kamu bahagia.”
Malam ini Raswadi bertekad untuk mengungkapkan isi hatinya.
“Aku sudah memiliki dua orang anak. Memangnya kamu mau menerima aku dengan anak-anakku sekaligus?”
Marfuah menjawab dengan gamang. Ia mengenal Raswadi cukup lama. Lelaki yang disegani oleh warga desa sebab ia dikenal sebagai orang yang brangasan (sebutan untuk seseorang yang ahli tirakat. Seorang ahli tirakat, banyak orang yang menganggapnya sebagi seorang yang memiliki kelebihan. Dalam hati ia merasa takut pada lelaki ini.
“Aku tidak akan mempermasalahkan anak-anak kamu. Mereka akan kuanggap sebagai anak sendiri.”
Malam ini, ditemani semilir angin, dingin yang menyusup ke tulang, Marfuah menimbang-nimbang dengan sangat keras. Ia harus membuat keputusan. Setelah gagal mengarungi biduk rumah tangga dengan beberapa orang suami sebelumnya ia harus mengambil keputusan yang paling tepat. Ia tidak mau mengalami kegagalan seperti sebelumnya.
“Kalau benar kamu mau menikahiku, bagaimana dengan istrimu itu, dan juga anakmu?”