Pramugari Berseragam Orange

Bebekz Hijau
Chapter #5

Bab 5. Aku Hanya Mencintaimu Seorang

Tidak ada yang bisa membayangkan, bagaimana rasanya menjadi perempuan malang itu, ketika melihat pemandangan tak lazim di depannya. 

Pada saat seorang pria gagah yang sudah berstatus sebagai suaminya, bahkan ayah dari anak yang ada di dalam kandungannya, merangkul wanita lain di hadapan kedua matanya. 

Tanpa menyadari keberadaannya, lelaki itu datang dan langsung memeluk Cassandra dari belakang. Pegangan tangannya terlihat sangat erat, seolah dia tak ingin melepaskan perempuan itu dari dekapan.

“Ehm,” gumam perempuan itu lemah. Tenggorokannya kering, ia tidak tahu harus berkata apa. Dia hanya duduk membeku seraya menahan semua rasa yang campur aduk dalam dada.

Seluruh darahnya telah naik ke ubun-ubun. Amarah, sedih, kecewa, sesak semua berkumpul menjadi satu. Hormonnya benar-benar kacau akibat kehamilan, dan kini… dengan apa yang disaksikan oleh kedua matanya sendiri, hatinya benar-benar hancur berkeping-keping.

Sempat terbesit di pikiran untuk meledakkan seluruh emosinya. Bukan ide buruk, jika ia mencoba untuk menyelamatkan harga diri. Memaki, menampar, bahkan mencakar kedua manusia tak bermoral itu sepertinya bukan pilihan yang buruk. 

Tangannya mulai mengepal dengan sangat kuat, ia sudah siap melampiaskan semua gejolak dalam dada. Akan tetapi, perempuan itu mengurungkan niatnya. Ia tetap memilih untuk diam.

Melissa menarik nafas panjang seraya mengusap perutnya berkali-kali. Menyadarkan dirinya sendiri, jika amarah bukan jawaban atas peliknya masalah. Satu hal yang ada dalam pikiran, ia sungguh bertahan hanya untuk anak yang sedang berada di perutnya. 

"Henry! Lepaskan!" sahut Cassandra. Ternyata, bukan hanya Melissa yang merasa risih, tapi Cassandra juga demikian.

Wanita itu tampak mengerahkan tenaganya untuk melepaskan genggaman tangan yang melingkar di leher. Ia meronta cukup keras walaupun sepertinya kekuatannya tidak bisa menandingi eratnya pelukan pria itu.

I miss you so much, oh dear my pramugari berseragam orange. Bagaimana? Apa kamu suka dengan bunga yang kukirimkan untukmu?” bisik Henry sambil mengecup pipi Cassandra. Sentuhan lembut menggetarkan jiwa yang amat dirindukannya.

Pria itu sungguh menikmati momen indahnya. Matanya terpejam, ia sudah tidak lagi menatap dunia. Pikirannya melayang ke surga, ketika ia melihat wanita pemilik hatinya nyata di hadapannya.

“Henry! Kumohon, lepaskan aku!” sahut Cassandra. Nada suaranya meninggi, hampir saja dia kehilangan kendali. Untungnya ia segera tersadar, dan segera menarik nafas panjang untuk menenangkan diri.

Segusar apapun hatinya, Cassandra tidak ingin kehilangan kontrol diri. Ia masih berencana untuk mempertahankan harga diri sampai semuanya selesai. 

Sebesar apapun emosinya, Cassandra tidak ingin volume suaranya terdengar sampai ke telinga manusia lain. Sejak tadi, hampir seluruh mata di cafe ini sudah menghadap pada wanita malang itu, Cassandra hanya tidak ingin membuat situasi semakin rumit.

“Sebentar saja, Cass! Kumohon, biarkan aku memelukmu, sebentar saja!” pinta Henry dengan sepenuh hati. Baginya meluapkan kerinduan, memang tidak cukup hanya dalam waktu yang singkat.

“Tidak, Henry! Tolong lepaskan aku!” Kali ini, ia melawan. Cassandra mengerahkan seluruh tenaga yang tersisa dari dalam dirinya. Ia meronta dengan sangat keras agar lelaki itu segera melepaskan pelukannya. 

OK, Cass! I’ll do it,” sahut Henry pasrah. “As you wish, I’ll do it". Pria itu segera mengangkat tangan dan melepaskan Cassandra. “Sesuai permintaanmu, aku melepaskan pelukanku, tetapi bukan berarti ….” 

Kata-katanya terhenti seketika. Pria itu terkejut, saat matanya menangkap kehadiran orang ketiga yang duduk di antara mereka berdua. 

“Tunggu … ada apa ini? Kenapa perempuan ini ada di sini?” tanyanya sambil menunjuk ke arah istrinya sendiri. Suaranya terdengar lebih berat, bahkan menyiratkan sedikit kemarahan. Henry merasa dijebak oleh kedua perempuan ini, dan itu bukan perasaan yang menyenangkan.  

“Perempuan ini? Begitukah caramu menyebut seseorang yang sudah menjadi istrimu, Henry?” tegur Cassandra sambil menggelengkan kepala tak percaya. Teguran yang cukup keras untuk membuat mulut pria itu diam. 

“Maaf, tidak bermaksud untuk menambah masalah, aku hanya sedikit … lelah. Sekarang, duduklah dulu! Malam sudah semakin larut, dan kita masih harus menyelesaikan banyak persoalan,” lanjut Cassandra.

“Apa yang terjadi, Cass? Apa jalang ini mengganggumu? Katakan padaku, apa yang sudah dia lakukan padamu?” tanya pria itu.

Cassandra menatap mantan sahabatnya. Wajah wanita itu semakin pucat seperti mayat. Jika saja Cassandra mengatakan bila Melissa telah menampar pipinya bahkan menuduhnya dengan sebutan pelakor, kira-kira apa yang akan dilakukan Henry pada istrinya? 

“Duduklah dulu!” sahut Cassandra mengalihkan perhatian. “Kumohon, Henry. Aku tidak mau mencari masalah dengan siapapun, dan kesabaranku juga ada batasnya, jadi … please? Duduk yang manis, kita perlu bicara.”  

Lihat selengkapnya