Pramugari Berseragam Orange

Bebekz Hijau
Chapter #6

Bab 6. Perempuan dan Arti dari Sebuah Kesalahan

Mungkin, tidak banyak wanita yang mengerti, tentang posisi diri dan harga dari sebuah kesalahannya. Akan tetapi, seorang perempuan dalam kisah ini benar-benar paham, seberapa besar konsekuensi yang harus ia tanggung, atas sebuah kesalahan yang diperbuatnya.  

Cerita dimulai pada sebuah pagi cerah. Semua sempurna, tiada awan kelabu, angin atau hujan. Akan tetapi, bagi seorang perempuan, hari itu adalah hari tersial dalam hidupnya. Bahkan sebuah peribahasa ‘bagai jatuh tertimpa tangga’ saja, tidak bisa menyaingi kesialannya. Sial yang sesial-sialnya, hingga mengubah nasib, impian, bahkan masa depannya. Kesialan yang menukar hidupnya yang ceria, menjadi sangat kelam.

“DASAR PELAKOR SIALAN!” teriakan menyakitkan bergema berulang kali. Semakin lama, melengking semakin keras, bagaikan suara orang kerasukan setan.

Tangannya mengepal sempurna, memukul, lalu menarik rambut wanita itu dengan seluruh kekuatannya. Tak peduli sekeras apapun ia merintih kesakitan, tangan itu menarik tanpa ampun. Tarikannya sangat kencang seolah tak ada belas kasihan untuk melepaskan.

“PEREMPUAN SUNDAL, KURANG AJAR! BISA-BISANYA KAMU MENGGODA SUAMIKU!!” suara itu terdengar lagi, lebih menyeramkan dari sebelumnya.

Ingin sekali perempuan itu melawan, atau sekedar berontak untuk melepaskan diri, akan tetapi … ia sungguh tidak berdaya. Pikirannya kacau, dan satu hal yang bisa dilakukannya hanyalah bertahan sambil memeluk perutnya yang sudah membesar. 

Wanita itu tidak peduli dengan rasa sakit dan perih di sekujur tubuhnya. Sesekali tangannya membelai lembut perutnya dengan jutaan rasa. Saat dirinya menerima semua pukulan, cacian, makian, hanya ada satu yang tersirat di benaknya. Ia sungguh berharap, jika anak yang ada di perutnya tidak harus menanggung, rasa sakit yang dirasakannya.

“Maaf, Nak. Mama telah membuatmu merasakan hal seperti ini. Seandainya kamu berada di rahim perempuan terhormat, maka semua ini tidak perlu terjadi,” bisiknya sambil meneteskan air mata.

Siapa yang bisa menyangka, jika nasib dapat berubah dengan sangat cepat. Awalnya, dia bukan perempuan yang sial seperti ini. Dia adalah wanita berparas cantik jelita, berhidung mancung, dengan rambut panjang, legam berkilau bagaikan sutra. Penampilannya sungguh memikat hati siapapun yang memandangnya.

Ia tidak hidup bergelimang harta. Ia dilahirkan dari keluarga biasa saja yang serba sederhana. Hidupnya tidak selamanya mulus dan menyenangkan, tetapi senyum dan lesung pipit manisnya selalu tergantung menawan. Ia wanita ceria yang tahu apa dia inginkan. Ia berpikiran maju dan memiliki mimpi besar.

Sayangnya, semuanya sirna dalam sekejap mata. Tiba-tiba, seorang pria tampan masuk ke dalam hidupnya tanpa izin. Pria rupawan yang datang atas nama cinta, tetapi ternyata membawa bencana. 

Ia tidak kuasa menolaknya. Pria itu memiliki pesona luar biasa. Ia manis, rupawan, pandai serta berkharisma. Tubuhnya tegap, tinggi gagah. Tidak satu pun wanita yang dapat menolak daya pikatnya. 

Mulutnya berisi puji-pujian dan perilakunya penuh dengan kelembutan. Ia pandai merangkai kata, membuat pahitnya kebohongan berubah menjadi semanis madu. Ia sangat mahir menumbuhkan benih-benih cinta di hati perempuan polos yang tak pernah mengenal cinta.

Bukan salahnya, jika ia menjatuhkan hati padanya. Pria itu yang telah memulai segalanya. Ia yang selalu datang mendekat padanya, mengejar dengan gigih, meminta agar sang wanita pujaan menjatuhkan hati padanya. 

Ia merayu, memuji, mengucap janji indah, membuat wanita itu terbang melayang ke surga, masuk dalam mimpi yang lebih sempurna dari impiannya sendiri. Pikirannya dipenuhi imajinasi yang lebih elok dari sekedar mimpi lama yang usang.

Wanita itu adalah korban. Walaupun demikian, bukan berarti ia tidak melakukan kesalahan. Bagaimanapun juga, ia juga melakukan sebuah kekeliruan fatal yang merusak masa depannya sendiri. 

Pada suatu malam, di saat rasa mengalahkan logika, cinta telah membuatnya terlena terlalu dalam. Dengan sadar, wanita itu meruntuhkan setiap batas di antara mereka berdua, dan itulah awal dari semua malapetaka. 

Pada mulanya, dia berpikir jika itu adalah cinta. Saat ia menyerahkan tubuhnya untuk bersatu dalam hangatnya ritual kebersamaan. Saat sang pria menyambutnya dengan kelembutan yang membuatnya merasakan jutaan kebahagiaan. Awalnya, semua itu terasa bagaikan surga, akan tetapi, lama-kelamaan kenyataan pahit membuatnya menyadari, perbedaan besar antara hal yang disebut cinta dan sesuatu bernama nafsu. 

Cinta yang sesungguhnya tidak pernah menuntut sesuatu. Ia tidak akan meminta tubuh, sebagai pembuktian rasa. Ia tulus dan sabar menunggu. Ia tidak pernah meminta imbalan atau balasan. Cinta kasih yang nyata, tidak melakukan hal yang tidak sopan, dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. 

Akan tetapi, semuanya sudah terlambat. Hidupnya sudah tidak bisa kembali seperti semula. Kisah indah berganti, dan itu adalah awal mula dari kesialannya di hari itu. Kebahagiaan yang beralaskan kebohongan, memang selalu bersifat sementara. 

Lihat selengkapnya