Pramugari Berseragam Orange

Bebekz Hijau
Chapter #8

Bab 8. Aku Tahu Penderitaanmu

"Kenapa? Karena aku membencimu, Cassandra! Aku membencimu dengan seluruh hati dan jiwaku!"

Setelah puas meluapkan seluruh emosi, kini Melissa terdiam. Badannya bergetar hebat, sejalan dengan jantungnya yang berdetak sangat cepat.

Entah apa yang terjadi, tapi dalam beberapa detik akhirnya perempuan itu menyadari posisinya. Ia tahu, jika ia baru saja melakukan sebuah kesalahan besar.

Sial, tidak seharusnya dia terpancing emosi. Tidak seharusnya ia berteriak dan mengatakan hal mengerikan seperti itu. Kini, citra yang sudah dibangunnya runtuh begitu saja. Kehormatan juga nama baiknya musnah bagaikan arang. Ia tidak lagi terlihat putih seperti warna pakaiannya.

Perempuan itu sudah tidak tampak sebagai korban tak berdosa dalam permasalahan rumit yang mencekiknya ini.

Pikirannya kalut. Kini ia harus memaksa otaknya untuk berpikir lebih cepat.

Bagaimanapun caranya, ia harus mencoba mencari jalan keluar dari semua permasalahan yang menghimpitnya. Sialnya, sebanyak apapun opsi yang terlintas di kepala, sepertinya semuanya sudah terlambat.

Tanpa sadar, bibirnya sudah mengakui semuanya. Ia mengatakan dengan mulutnya sendiri, jika ia bersalah. Tidak ada lagi cara untuk memperbaiki nama baiknya. Game over, sudah terlambat, nasi yang sudah menjadi bubur, tidak akan bisa kembali lagi menjadi nasi.

"Maafkan Mama, Nak," bisik wanita itu dengan jutaan penyesalan. Dielusnya perutnya berkali-kali, lalu ditatapnya wajah lelaki yang berstatus sebagai suaminya.

Mencari sedikit belas kasihan pada ayah dari bayi yang dikandungnya. Dalam hati terdalam, Melissa masih berharap Henry mau berbaik hati untuk membantunya. Sedikit saja, ia tidak meminta banyak, cukup sedikit saja.

Melissa tidak mengingkari kesalahannya. Ia bukan perempuan delusional yang membenarkan semua kelakuan gilanya. Melissa mengakui, jika kebencian telah membutakan hatinya. Membuatnya melakukan hal tolol di luar nalar logika. Tidak seharusnya ia merusak hidup dan masa depannya sendiri dengan perbuatan rendahan seperti itu.

Tetapi, senista apapun kesalahannya, bukankah anak yang ada dalam kandungannya, tetaplah buah hati pria itu? Sebenci apapun Henry pada dirinya, tidakkah ia wajib mencintai darah dagingnya sendiri?

Ditatapnya pria itu dengan kesungguhan hati, berharap sedikit belas kasihan. Akan tetapi, semua harapan telah sirna. Tidak ada raut sedih ataupun perasaan bersalah darinya. Yang terlintas di sana, hanyalah sebuah seringai yang tersungging di pipi. Senyuman dengan simpul sempurna, tanda kemenangan.

Pria itu bahagia! Tentu saja ia bahagia. Pada akhirnya dia bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. Setelah borok istrinya terbongkar, kini Henry bisa kembali ke pelukan wanita yang dicintainya tanpa sebuah perasaan bersalah. Lelaki tidak tahu malu itu, telah berhasil menggunakan kelemahannya, membuatnya tak bisa berkutik, demi mendapatkan keinginannya.

Baiklah, jika memang itu yang dia inginkan. Melissa pasrah. Ia tahu, perjuangannya sudah ada pada batasnya. Sudah saatnya dia menaikkan bendera putih dan menyerah. Dia tidak akan memenangkan pertandingan ini. Dia kalah dari sahabatnya sendiri. Pelakor rendahan itu pasti merasa di atas angin. 

Akhirnya, ia telah memberikan Cassandra sebuah tiket sempurna untuk kembali ke pelukan Henry. Dan sekarang, tidak ada satupun yang bisa Melissa pertahankan. Tidak suaminya, tidak statusnya, juga tidak harga dirinya.

"Aku tahu, Mel. Kamu tidak perlu mengatakannya, aku tahu jika kamu membenciku," jawab Cassandra lirih. Suaranya tidak keras, bahkan nyaris berbisik, walaupun demikian baik Melissa ataupun Henry, mereka dapat mendengarnya dengan sangat jelas. 

Melissa tidak menyangka jika kata-kata seperti itu akan keluar dari mulut Cassandra. Apa benar mantan sahabatnya mengetahui kebenciannya?  

"Tidak! Tidak mungkin!" bisiknya pada diri sendiri. Apa dia benar-benar tahu? Tidak mungkin! Mana mungkin perempuan itu tahu. Sudah lama Melissa menutupi perasaannya dengan rapi. Dia bukan pribadi gegabah yang ceroboh meluapkan isi hati.

Melissa adalah wanita yang penuh perhitungan, jadi ... bagaimana mungkin Cassandra bisa tahu isi hatinya? Pastinya, wanita itu hanya bersandiwara untuk memenangkan simpati semua orang. Lihatlah raut wajahnya, ia pasti sedang bermain peran. Matanya berkaca-kaca dipenuhi air yang siap menetes membasahi wajahnya. Permainan rendahan yang akan menyeretnya terjun ke neraka yang lebih dalam.

"Sialan, Cass!" pikir Melissa dalam hati. Mungkin akan lebih mudah untuknya, melihat Cassandra tersenyum lebar daripada bercucuran air mata.

Tidakkan perempuan itu mau mendeklarasikan kemenangannya dengan epik? Lalu, apa arti dari air mata itu? Bukankah dalam hatinya, Cassandra juga sedang menertawakan kekalahannya? Sama seperti saat Henry tersenyum melihat dirinya terpuruk, pastinya Cassandra juga merasakan hal yang sama.

Lihat selengkapnya