Pramugari Berseragam Orange

Bebekz Hijau
Chapter #9

Bab 9. Cinta

“Tidak, Cass. Menurutku, kamu tidak perlu melakukannya.” Kata-kata yang tidak pernah disangka Cassandra akan keluar dari mulut sahabatnya.

Cassandra tidak mengerti, mengapa Melissa mengucapkan kata-kata itu, ketika ia mengungkapkan semua rencana epik untuk membuktikan jika ia bukanlah orang ketiga dalam pernikahan mereka.

Sejak tadi, pikiran Cassandra tidak bisa berhenti berputar. Pembicaraannya dengan Melissa benar-benar mengganggu akal sehatnya. Dan kini, walaupun temannya sudah pergi meninggalkannya sendiri, Cassandra masih merenungkan langkah berikutnya yang harus dilakukan.   

Cassandra menarik nafas dalam-dalam, menikmati kesendiriannya. Percaya atau tidak, walaupun masalahnya masih menggunung, tapi ada sedikit perasaan lega dalam hati. Syukurlah, satu per satu permasalahannya dapat diselesaikan dengan baik. Kini, hanya tinggal satu perkara yang tersisa. Satu saja harapannya, semoga ia masih punya cukup tenaga untuk menghadapinya.

Diangkatnya cup ukuran jumbo di atas meja, lalu dihabiskannya seluruh larutan berwarna hitam di dalamnya. Malam masih panjang, perempuan malang itu membutuhkan ekstra tenaga untuk bertahan. 

Rasanya masih sama seperti ketika pertama kali Cassandra meneguknya, tetap pahit dan membuat bergidik. Yang membuatnya berbeda hanyalah suhu cairan itu yang sudah lebih manusiawi untuk ditelan. Kopi dingin yang sudah tak berasap bukanlah selera wanita itu, tapi setidaknya, kini cairan itu lebih mudah terjun masuk ke tenggorokkan.

Cassandra diam sejenak. Matanya berlari ke sana kemari, memperhatikan lingkungan sekitar. Apa boleh buat, tempat ini memang selalu ramai. Bandara adalah bangunan yang hidup selama 24 jam. Jadwal terbang pesawat tidak mengenal pagi, siang, malam, bahkan dini hari sekalipun. Tempat ini akan selalu sibuk untuk melayani kepentingan penumpang sampai semua terpenuhi.

Sama seperti cafe ini. Tak peduli siang atau malam, tempat ini akan selalu ramai pengunjung. Bahkan sampai selarut ini pun, masih banyak orang yang membeli minuman hangat dan sedikit kudapan. Rutinitas lazim untuk orang-orang yang bosan menunggu jadwal terbang. 

Waktu berjalan dengan cepat, dan semuanya telah berubah. Para pengunjung cafe ini sudah berganti dengan wajah-wajah baru. Orang-orang asing yang menghakimi dan mengatainya dengan sebutan ‘pelakor’ kini sudah berganti dengan manusia asing lainnya. Wajah-wajah baru yang pastinya tidak tahu menahu dengan keributan yang baru saja terjadi di tempat ini. 

Kecuali, pria aneh yang sedang bersantai di meja belakang. Entah apa yang terjadi padanya, tetapi dia masih setia bersandar di tempat duduknya. Meneguk kopi, membaca buku, sambil mendengarkan musik lewat headphone berwarna hijau terang yang menggantung di telinga. 

Awalnya, Cassandra khawatir jika pria itu mendengarkan semua percakapannya. Telinganya adalah yang paling dekat dengan mejanya. Tetapi, melihatnya menggoyang-goyangkan kepala dan badannya, membuat Cassandra lega. Untung saja, pastinya musiknya lebih asyik hingga dia tidak tertarik dengan permasalahan orang lain.

“Hi, Cass,” sapa Henry yang sudah kembali berdiri di depannya.

“Hi,” sahut Cassandra menarik sedikit senyum di pipi, membuat pria itu seolah melayang ke surga. Senyumnya masih sama seperti yang selalu dirindukannya. Dia tidak berubah, dia tetaplah perempuan cantik yang akan selalu menggetarkan hatinya.

“Apa kamu sudah merasa lebih baik?” tanya Cassandra, walaupun sepertinya lelaki tidak mendengarkan perkataannya. Ia lebih sibuk menatap wajah Cassandra daripada menjawab pertanyaan. 

“Henry? Hei! Henry! Apa kamu baik-baik saja?” tanya Cassandra sekali lagi untuk membangunkannya dari lamunan.

“Ah, iya. Aku baik-baik saja, Cass. A-aku hanya … Oh, damn Cass, your smile is so beautiful. Kamu adalah wanita paling cantik yang pernah aku kenal.”

“Kamu tidak perlu mengatakan hal bodoh seperti itu. Aku tahu, aku cantik,” jawab Cassandra sambil menggelengkan kepalanya perlahan. Ia tidak ingin Henry melihat pipinya yang berubah kemerahan karena tersipu. 

Sejak dulu pria itu memang paling tahu cara mendapatkan hatinya. Gombalan mautnya selalu berhasil membuat Cassandra tersipu malu. Siapa yang tidak merasa tersanjung, jika ada pria yang memujanya demikian manis. Menjadikannya seperti dewi paling cantik di muka bumi ini.

Keep smiling, Cass. I love to see your beautiful smile.”

I will. Don’t worry Henry, I will,” jawab Cassandra.

“Um, Cass? Melissa mana?” tanya pria itu saat matanya menatap bangku kosong di hadapan Cassandra. 

“Oh, dia sudah pulang. Awalnya aku ingin menahannya di sini sampai permasalahan kita benar-benar selesai, tapi … dia tidak mau. Melissa bilang ini sudah larut malam, dia sudah sangat lelah, ia tidak ingin memaksakan diri dan membahayakan anak yang ada dalam kandungannya. Ya begitulah, setelah pembicaraan kami selesai, Melissa memutuskan untuk pulang dan beristirahat. ”

Gosh! Baguslah! Akhirnya iblis wanita itu tahu diri juga. Kuharap, setelah ini aku tidak perlu melihatnya lagi.”

Lihat selengkapnya