Mobil hitam Azalea melaju perlahan di jalanan menuju sekolah. Di dalamnya, Azalea menyandarkan kepala ke kaca jendela. Earphone putih tertancap di telinganya, memainkan lagu instrumental yang mendayu. Langit mendung, udara sejuk, dan sejenak dunia terasa tenang.
Sampai mobilnya terguncang tiba-tiba. Sopirnya menepi. Setelah di cek, ban belakang bocor. Azalea menghela napas panjang.
Di saat bersamaan, Nathan yang baru saja datang berhenti ketika melihatnya.
"Mau aku bantu?" tawarnya, menahan senyum melihat Azalea yang berdiri canggung di pinggir jalan.
Azalea menoleh, terkejut, lalu tersenyum samar, "Kamu bisa ganti ban?"
"Bisa... asal ada tutorial YouTube," Nathan tertawa kecil.
"Sudahlah, aku akan naik taxi," ujarnya.
"Gak mau bareng aku? telat nangis," ejek Nathan.
"Apa kamu bilang? nangis? gak ya, lagian deket dari sini," ujar Azalea.
"Ya udah kalau gak mau bareng," kata Nathan lalu meninggalkan Azalea yang berdiri kesal dengan Nathan.
Akan tetapi.....
Nathan membonceng Azalea sampai ke sekolah. Namun, saat mobil Christin memasuki halaman sekolah. Nathan dan Azalea menyalip mobil Christin.
Ekor mata Christin melihat Nathan. Dan mulai melihat Nathan memboncengi seseorang. Sampai di depan gedung sekolah dan Nathan berada di tempat parkir khusus sepeda. Christin tidak turun, melainkan melihat Nathan dan Azalea di tempat parkir.
"Makasih," ucapnya.
Nathan tidak bicara sama sekali. Membuat Azalea jengkel. Nathan berjalan duluan tanpa mengajak Azalea jalan bareng. Hal itu membuat Azalea memukul kepala Nathan dari belakang.
Nathan merasa sakit. Azalea berjalan mendahuluinya, "Orang kalau nakal harus di pukul," katanya jenaka, lalu menjulurkan lidah, ekspresinya menggemaskan.
Nathan sempat meringis kecil, lalu memasang wajah kesal pura-pura, "Kau ini-awas saja ya."
Belum sempat menjauh, Nathan mengejarnya dengan langkah cepat. Mereka saling berlari, saling memanggil nama satu sama lain, seolah dunia milik mereka berdua. Canda dan tawa mereka menggema hingga mendekati gedung utama.
Dari dalam mobil hitam yang terparkir tak jauh dari gedung sekolah, sepasang mata tajam mengamati-Christin. Tangan kirinya meremas kertas buku dengan gerakan lambat, penuh tekanan.
Rahangnya mengeras. Azalea dan Nathan, melihat tawa mereka seperti pisau tipis yang mengiris harga dirinya.
Di sisi lain, Bianca sedang berjalan santai menuju gerbang, sambil menggulir ponsel. Tapi langkahnya terhenti ketika melihat pemandangan dua orang itu-Azalea dan Nathan-berlari sambil tertawa riang. Sudut bibirnya terangkat sedikit, bukan senyum, melainkan cibiran yang tertahan.
Zara menyusul dari belakang, memperhatikan arah pandang Bianca.
"Kelihatan mesra banget ya, dua orang itu," gumam Zara dingin, "Christin tahu?"
Bianca hanya mendecak pelan, "Dia lihat dengan mata kepala sendiri, dari dalam mobil."
Zara ikut mengangkat alis, lalu tersenyum kecil. "Menarik. Drama akan dimulai."
Di kejauhan, Nathan akhirnya berhenti berlari, terengah tapi masih tertawa. Azalea menyembunyikan senyum di balik rambutnya yang tergerai. Tapi jauh di belakang mereka, mata-mata iri dan marah mulai menyusun strategi masing-masing.
*
Pagi itu, suasana koridor ruang guru masih sepi. Aroma kopi baru diseduh menyelinap dari balik pintu yang belum sepenuhnya tertutup.
Leo melangkah ringan, dengan wajah lebih cerah dari biasanya. Rambutnya sedikit berantakan karena terburu-buru, tapi senyumnya terjaga sempurna. Di tangannya, dua cup kopi dari kedai favorit Bu Mina.
"Semangat pagi, Bu Cantik," sapa Leo pelan saat masuk, nadanya penuh kegembiraan. Dia mendekat, meletakkan kopi di meja, lalu dengan spontan mencubit pelan lengan Bu Mina.
Bu Mina tersentak kecil, lalu cepat-cepat menatap ke arah pintu memastikan tak ada yang melihat. Tapi suara sandal Pak Danu dari arah tangga membuatnya sedikit panik. Dia menepis tangan Leo pelan dengan gumaman tak nyaman.
"Leo... jangan di sekolah. Nanti dilihat orang," bisiknya.
Leo terkekeh, tapi matanya menyimpan luka samar, "Orang juga udah tahu, Bu Mina. Lagian kita gak ngapa-ngapain juga, cuma sayang-sayangan dikit."
Bu Mina memalingkan pandangan, membuka laptop di mejanya, mencoba menenangkan perasaan canggung yang merambat.
Namun, suara notifikasi dari portal sekolah berbunyi.