PRATIKARA (SEASON1)

Ira A. Margireta
Chapter #12

Bab 11. Putar Botol Guncang Hati

Senja menggantung mewah di langit dan cahaya lampu kristal dari gedung kaca milik keluarga Adelison.

Hari ini adalah hari penting: peresmian Maison de Cristal, kini usaha accesories yang digadang-gadang akan menjadi warisan Christin.

Para tamu terhormat berdatangan, membawa gaun terbaik, senyum palsu, dan kamera dari media elite.

Leo datang lebih dulu, mengenakan tuksedo gelap dan jam tangan dari koleksi langka.

"Selamat ya Christin," ucap Leo.

"Makasih, duduklah disana, sambil menunggu yang lain," suruh Christin.

"Siap!" tegas Leo lalu duduk di sofa yang ditunjukkan Christin.

Tak lama kemudian, Arion tiba dengan setangkai bunga mawar biru-langka, mahal, dan jelas bukan hanya sekadar hadiah basa-basi. Dia menghampiri Christin yang berdiri di tengah lobi utama.

"Untukmu, agar mekar terus... seperti reputasimu malam ini," ucap Arion dengan senyum ambigu.

Christin menerimanya dengan anggukan ringan, meski sorot matanya melirik tajam ke belakang-seolah menanti seseorang lain yang lebih penting.

Dan benar saja, Nathan memasuki ruangan beberapa menit kemudian. Dia mengenakan jas gelap simpel namun elegan, seperti biasa tak suka mencolok. Tapi langkahnya sedikit melambat ketika Azalea muncul dari balik pintu utama.

Gaunnya hitam satin, berpotongan klasik, dengan aksesori emas yang minim. Tidak berlebihan, tapi justru itu yang membuat semua kepala menoleh.

Di samping Nathan, Azalea tampak seperti teka-teki mahal yang tidak bisa ditebak asalnya. Bisik-bisik tamu mulai terdengar-tentang keluarga Hartono, tentang siapa sebenarnya gadis itu.

Christin hanya tersenyum tipis. Malam ini miliknya.

Tapi suasana berubah saat Bianca melangkah masuk. Gaun merah menyala. Semua mata tertuju padanya-dan itulah yang dia inginkan. Dengan langkah anggun dan percaya diri, Bianca menghampiri Christin.

Tanpa banyak basa-basi, dia menyodorkan sebuah amplop mewah berlogo emas.

"Undangan untuk peresmian brand baruku, minggu depan. Anggap saja balasan atas undanganmu hari ini, Christin," ucap Bianca.

Christin menerima undangan itu tanpa melihat isinya, "Makasih," katanya pelan, "Kuharap kita bisa bekerjasama."

Bianca hanya tersenyum, "Sampai akhir kau tetap menyebalkan."

Di tengah gemerlap pesta dan suara gelas beradu, Azalea, Nathan, dan Leo duduk di sofa panjang marun yang menghadap jendela kaca tinggi. Latar musik jazz modern mengisi kekosongan suara mereka, menciptakan ruang untuk keheningan yang aneh.

Nathan mengajaknya bicara. Azalea hanya mengangguk pelan. Fokusnya terbagi.

Leo, duduk di seberangnya, tampak tidak mendengarkan. Tatapan matanya jatuh ke pergelangan tangan Azalea. Lebih tepatnya-gelang yang melingkar di sana. Bukan sekadar aksesori biasa. Leo mengenal bentuk itu.

Dia melihat juga pas bertabrakan saat turun tangga.

Leo menajamkan pandangan. Tak berkata apa-apa. Tapi pikirannya mulai bersuara ribut-bagaimana Azalea bisa memilikinya?

Namun sebelum dia bisa bertanya, Azalea menoleh ke arah lain. Matanya menangkap sosok anak perempuan, kira-kira usia 9 tahun, berdiri canggung di dekat meja kudapan.

Gadis kecil itu mengenakan dress putih dengan pita biru muda. Rambutnya hitam lurus, matanya tajam namun menyimpan kesedihan. Dia hanya berdiri memeluk boneka kelinci kecil, seolah tidak ingin ikut pesta.

Azalea menajamkan tatapannya dan dunia seolah membeku.

Wajah gadis kecil itu sama. Hampir identik dengan Elena kecil yang dia kenal di panti.

Acara pun dimulai. Christin berdiri anggun di hadapan semua orang, mengenakan gaun hitam elegan yang membalut tubuh rampingnya. Dengan senyum penuh percaya diri, dia memegang gunting dan memotong pita merah di depan pintu masuk venue mewah tersebut.

Suara tepuk tangan riuh menggema. Para tamu undangan bersorak, menyalami, dan memberikan selamat. Sesi makan malam dibuka, meja-meja panjang telah dihias bunga segar dan lilin aromaterapi, menciptakan suasana semi-formal yang hangat.

Di satu sisi ruangan, Azalea duduk bersama Leo, Nathan, Arion, dan Bianca. Percakapan awal mengalir ringan-tentang bisnis, sekolah, dan kehidupan sehari-hari. Namun suasana mulai berubah ketika seorang pelayan meletakkan lima gelas minuman beralkohol di atas meja mereka.

"Minumlah," ucap Bianca dengan senyum menggoda.

Azalea menggeleng perlahan, "Aku nggak bisa," jawabnya pelan.

"Kenapa? Minumannya enak kok, kamu belum pernah nyoba kan?" Bianca menatap tajam, seolah sedang mengetes keberanian Azalea.

"Ayo minum, jangan khawatir... nggak ada sesuatu di dalamnya," kata Leo, lalu meneguk satu gelas tanpa ragu.

"Christin pasti sedih nantinya," goda Bianca lagi dengan nada misterius.

Lihat selengkapnya