PRATIKARA (SEASON1)

Ira A. Margireta
Chapter #3

Bab 2. Luka Yang Belum Pulih

Pagi hari, mobil hitam memasuki halaman sekolah seni Hugo dengan anggun. Sopir membukakan pintu bagian belakang. Arion turun lebih dulu, lalu disusul oleh Christin yang tampil mencolok dengan aura percaya diri. Mereka berjalan bersama memasuki lobi sekolah.

Tak disangka, mereka berdua berpapasan dengan Nathan.

Nathan hanya melirik sekilas, lalu berjalan tanpa kata. Namun, langkahnya terhenti ketika Christin bersuara, "Bagaimana kabarmu, Nathan?" tanyanya dengan senyum yang tak kunjung hilang. "Bagaimana kalau hari ini kita ketemuan di tempat biasanya?"

Suasana di lobi mendadak sunyi. Beberapa siswa dan siswi berhenti mengobrol, memperhatikan mereka.

Nathan tidak menolah dan tidak menjawab. Dia hanya melanjutkan langkah, seolah tak mendengar.

Christin merasa malu. Pandangan orang-orang menusuk harga dirinya. Wajahnya menegang, tapi dia tetap melangkah bersama Arion.

Di dalam kelas, terdengar suara letusan kecil. Konfeti berjatuhan.

"Surprise!" seru Bianca ceria.

"Christin, aku sangat merindukanmu!" katanya sambil memeluk Christin erat—namun matanya berbicara lain, menyiratkan rasa tak suka yang tersembunyi.

"Kamu lama banget di Amerika, gue penasaran, apa yang kamu lakuin disana?" pancing Bianca, berusaha menarik perhatian seluruh kelas.

Christin tersenyum diplomatis. "Aku membawakanmu hadiah. Teman-teman juga," jawabnya tanpa menjawab pertanyaan.

Teman-teman sekelas mulai penasaran, mengelilingi Christin, membuat Bianca tersisih perlahan dari pusat perhatian.

*

Pagi itu cerah. Di atap sekolah, sekelompok siswa berteriak-teriak seru menyaksikan pertandingan seni bela diri antara dua kelas.

"Hey ladies and gentlemen! Kita saksikan pergelutan antara kelas 12A melawan kelas 11B!" ujar seorang siswa dengan mic mainan.

Di sudut atap, Leo duduk santai, menikmati rokoknya. Seorang teman datang membawa kotak plastik hitam, meletakkannya di meja di dekat Leo.

*

Di lobi, Bianca berjalan sendiri. Tiba-tiba seorang siswi menabraknya tanpa sengaja. Minuman siswi itu tumpah, membasahi lengan kanan Bianca dan mengenai jam tangannya.

"Oh my God! Apa-apaan sih lo! Matamu gak liat aku lagi jalan?!" bentaknya.

"Maaf Bianca, maafkan aku," siswi itu menunduk takut.

"Kamu tau harga jam ini berapa?!" bentaknya lagi sambil menarik kerah baju siswi itu. "Kamu bisa ganti?! Lo kan cuma siswa beasiswa!"

"Aku akan ganti, aku janji..." ucap siswi itu nyaris menangis.

Suasana tegang sampai seseorang bersuara dari belakang.

"Cuma jam tangan. Di perbesarkan masalah," ucap Nathan dingin sambil memegang tangan Bianca.

"Kamu gak usah ikut campur," Bianca menepis tangannya.

"Kamu gak ngerasa kalo kamu itu pengecut dan rendahan?"

Bianca menatap tajam. "Ngaca. Yang rendahan siapa? Gue pemilik tempat ini!"

Lihat selengkapnya