PRATIKARA (SEASON1)

Ira A. Margireta
Chapter #29

Bab 28. Retakan Topeng

Acara hari itu semestinya hanya formalitas biasa.

Sebuah pameran karya seni yang dihadiri siswa-siswi pilihan, guru, orang tua murid, dan tamu undangan dari luar sekolah. Semua berdandan rapi. Aula utama sekolah Hugo berubah jadi galeri berjalan—penuh lukisan, instalasi seni, dan musik gamelan yang diputar lembut di latar.

Azalea berdiri di tengah kerumunan, mengenakan dress biru muda, rambut diikat separuh, dan sepatu heels elegan. Wajahnya tenang, senyumnya sopan. Tapi hatinya berdebar terlalu cepat.

Tapi saat namanya dipanggil ke depan—untuk memberikan sambutan singkat sebagai salah satu siswi yang karyanya terpilih—langkahnya terasa seperti meniti jurang.

Tepuk tangan mengisi aula utama sekolah Hugo.

Siswa-siswi dan para tamu undangan duduk rapi, mengenakan pakaian terbaik mereka.

Di atas panggung. Azalea berdiri di depan mikrofon. Semua mata tertuju padanya.

Dia menarik napas lalu tersenyum, “Terima kasih kepada pihak sekolah, para guru, dan teman-teman...”

Tapi sebelum kalimat kedua keluar. Seseorang dari tengah aula berteriak

“ANNA!”

Satu suara laki-laki terdengar dari sisi kanan aula. Tajam, jelas, menyela.

Azalea membeku. Tepuk tangan berhenti. Semua kepala menoleh ke arah suara itu.

Arion, yang duduk santai sebelumnya, kini menegakkan punggung.

Nathan, yang memandangi Azalea sejak awal pidato, langsung menoleh. Keduanya sama-sama menatap Azalea dengan sorot kaget dan penuh tanya.

“Itu kamu kan? Anna! Temanku waktu di panti,” teriak siswa itu lagi. Wajahnya tampak yakin.

Azalea menegang. Tangan yang memegang mikrofon bergetar. Matanya membesar dan nafasnya tercekat.

Semua mata mengarah padanya. Bahkan guru-guru yang biasanya tenang mulai berbisik.

Suasana menegang.

__________________

[FLASHBACK — 3 jam sebelum acara]

Di kamar, Azalea baru saja selesai berdandan ketika ponselnya bergetar. Notifikasi muncul:

📩 Dari: Anonim

"Siap-siap. Hari ini semuanya terbongkar, Anna."

Dan kiriman foto tentang Anna dan ada foto Azalea juga.

Tangannya langsung dingin. Dia menatap layarnya lama.

Lalu cepat-cepat menekan kontak satu-satunya yang dia percayai.

[Panggilan ke: Oliv]

"Halo?" Suara Oliv terdengar di seberang.

Azalea menggigit bibir, "Seseorang tahu aku Anna."

Suasana hening, lalu suara Oliv menurun pelan, "Kamu yakin?"

“Ada pesan. Dari nomor tak dikenal. Dia menyebut nama Anna... katanya hari ini akan dibongkar.”

Oliv menghela napas, “Jangan panik. Dengarkan aku. Kamu tetap hadir. Jangan menghindar. Kalau kamu lari, kamu kalah. Aku akan pantau. Aku pastikan kamu nggak sendiri.”

“Tapi kalau sampai—”

“Aku akan intervensi,” suara Oliv kali ini terdengar tajam dan tegas.

“Jangan takut. Kita lawan sama-sama.”

[Kembali ke Panggung]

Azalea masih berdiri. Seluruh aula menantinya bicara.

Nathan menggenggam sandaran kursi.

Arion menatapnya seperti menemukan potongan teka-teki yang hilang.

Siswa yang berteriak tadi melangkah maju, namun seorang guru segera menahan bahunya.

Lihat selengkapnya