PRATIKARA (SEASON1)

Ira A. Margireta
Chapter #38

Bab 37. Panggung Rahasia

Di ruang guru lantai dua, tirai jendela ditutup rapat. Hanya cahaya lampu meja yang menerangi wajah Bu Mina dan Leo yang duduk berhadapan. Di antara mereka, ada dua map tebal berwarna berbeda.

Bu Mina membuka map pertama, "Kasus pertama, audio panas yang menyebar. Isinya jelas suara Arion dan Christin. Tapi..." dia mengetuk kertas laporan.

"...tidak ada bukti siapa yang merekam, apalagi menyebarkannya."

Leo menyandarkan tubuhnya ke kursi, "Dampaknya besar. Nama Arion hancur di kalangan siswa, dan Christin kehilangan wibawa. Kalau ini ulah pihak ketiga, mereka sengaja memecah kekuatan yang ada di sekolah."

Bu Mina menutup map itu, lalu menarik map kedua, "Kasus kedua identitas Anna. Semua bukti yang kita kumpulkan menunjukkan Anna sebenarnya adalah Azalea."

Leo mengernyit, "Kalau ini benar, berarti semua masalah lama yang dikaitkan dengan Anna... otomatis menimpa Azalea. Termasuk orang-orang yang Anna benci."

"Ya," Bu Mina mengangguk, "Dan aku khawatir, dua kasus ini saling berhubungan. Ada yang memanfaatkan gosip Arion dan Christin untuk mengalihkan perhatian identitas Azalea."

Leo menatap map itu dengan tatapan serius, "Bagaimana kalau itu permainan Azalea?"

Bu Mina sedikit terkejut, "Azalea? Bagaimana bisa?"

"Hartono dan Adelison saling bermusuhan dalam bisnis, dan juga Azalea adalah Anna, Anna sahabat Elena... Anna yang disukai Nathan," kata Leo yang perlahan menatap kedua mata Bu Mina.

Suara ketukan jam dinding terdengar nyaring di ruangan yang hening itu. Dua kasus, satu sekolah dan waktu yang semakin sedikit untuk mengendalikannya.

*

Ruangan kerja Adelison Group terasa sunyi kecuali detak jam yang keras. Christin berdiri di depan meja besar, tubuhnya tegang, wajahnya pucat. Papa, dengan mata tajam yang menembus, menatapnya tanpa berkata sepatah kata pun.

"Aku dengar tentang ini," suara papa berat, penuh amarah yang terkendali. Dia menunjuk layar ponsel yang menampilkan laporan viral audio panas Arion-Christin.

Christin menelan ludah, "Aku-aku bisa jelaskan, Papa. Itu-"

"TIDAK ADA PENJELASAN!" Papa memotong, tangannya bergerak cepat, menampar pipi Christin keras. Suara tamparan itu bergema di seluruh ruangan.

Christin terhuyung, tangan menahan pipinya yang panas. Air mata nyaris jatuh, tapi dia menekannya dengan keras.

"Kau tahu apa artinya ini, Christin?" Papa mencondongkan tubuh, wajahnya nyaris menempel, "Bukan hanya kau yang tersudut. Nama keluarga ini tercemar, dan semua orang di sekolah tahu. Semua orang membicarakanmu!"

Christin menunduk, menahan amarah dan rasa malu sekaligus, "Aku... aku akan memperbaikinya. Aku-"

"TIDAK! Aku tidak mau mendengar kata-kata kosong!" Papa menepuk meja keras, "Kau harus belajar, bahwa satu kesalahan saja bisa menghancurkan segalanya! Apakah kau mengerti?!"

Christin mengangguk pelan, napasnya berat, tetapi matanya berkilat. Dalam hati, dia tahu-ini bukan hanya soal menebus kesalahan. Ini soal bertahan hidup di tengah badai gosip dan intrik yang lebih besar.

_____________________________

Lihat selengkapnya