“Jinan, aku ingin minta maaf. Ini bukan kesalahan Ketu karena aku yang memberikannya saran. Tapi dia hanya ingin menjadi temanmu, apa salahnya memiliki teman?“ mohon Xian namun Jinan langsung pergi mengabaikannya.
“Padahal ingin minta maaf…” keluh Xian namun Arza terlihat tidak peduli. “Kamu juga, aku kan sudah minta maaf. Aku tahu saranku salah, tapi seharusnya itu berhasil.”
“Kamu ndak tau rasanya malu banget ngelakuin itu, apalagi sampe ditampar.”
“Berasa ditolak, ya?” celetuk Xian yang membuat Arza menatapnya kesal.
Sementara itu Jinan berjalan menuju perpustakaan –tempatnya menenangkan diri– dengan perasaan campur aduk. Hingga tanpa sadar menabrak siswi dengan rambut panjang di kepang samping dan bagian atas menutupi telinga sambil membawa setumpuk kertas.
AH! Dan semua kertas yang dia bawa berhamburan di lantai.
“Ah, maaf… biar aku bantu!” seru Jinan yang langsung menunduk dan mengambil kertas yang berserakan.
“Tuh kan, ini memang hari sial kita!” seru cewek berambut sebahu dengan jepit rambut menyilang berwarna jingga. “Sekarang semuanya berantakan deh…”
Sambil mengambil kertas yang bersebaran di lantai, “Udah atuh, sini bantuin!” ucap siswi rambut kepang sambil melirik tagname gadis berkerudung di hadapannya.
“Sekali lagi aku minta maaf, permisi!” Jinan langsung melangkah pergi meninggalkan mereka berdua begitu selesai membereskan semuanya, namun gadis berambut kepang masih menatapnya dari kejauhan.
Gadis dengan jepit rambut di belakangnya langsung berbisik, “Kamu sih… pakai nabrak orang segala, biasanya kamu ‘kan peka sama sekitarmu.”
“Ini teh… gara-gara kamu ngeluh ulangan dadakan terus pan dari tadi, aku jadi ‘gak bisa fokus perhatikan jalan.” Balas gadis berambut panjang. “Tapi cewek tadi auranya suram banget, apa dia punya masalah, ya?”
“Semua orang punya masalah, kali! Kita juga bisa dapet masalah kalau kertas ulangan ini ‘gak segera diserahkan.“ Celetuk gadis berambut sebahu dan langsung melangkah pergi.
***
Jinan yang sedang piket sendirian didatangi oleh gadis berambut kepang yang dia temui sebelumnya, “Hai Jinan! Wah... ternyata kamu sekelas sama Xian, ya?”
Melihat gadis itu sok akrab membuat Jinan sedikit risih, “Ada perlu apa ya? Kalau kamu mencari Xian, dia sudah pulang.”
“Aku kemari pan cari kamu atuh...” ucap gadis itu dengan dialek Sunda-nya. “Tadi kita belum sempat kenalan, namaku Citra Shantika. Dan dia—“
“Citra! Aku cariin dari tadi ternyata ada di sini,” sahut gadis berambut sebahu yang tetiba muncul dari pintu kelas.
“Dia Kaisha Natya Lia, biasa dipanggil Kai.” Sambung Citra dengan santai.
“Apa ini masalah tadi siang?” tanya Jinan tidak mengerti sambil menatap Citra yang duduk di salah satu bangku.
“Kamu mau apa sih, Cit?” bisik Kai mendekati Citra yang sedang menyibakkan kepang ke belakang dan menyisipkan rambut sampingnya di balik telinga.
“Jinan, kamu memiliki masalah?” tanya Citra tiba-tiba, “saat kita bertemu tadi aku merasa kalau perasaanmu sedang campur aduk.”
“Memangnya kenapa? Semua orang punya masalah, bukan hanya aku saja.”
“Kan aku udah pernah bilang Cit, dia bahkan sepemikiran denganku.” Celetuk Kai.
“Tapi aku merasa auramu sebenarnya terang, tapi penuh dengan awan mendung di dalamnya.” Lanjut Citra.
“Memangnya kamu cenayang?” balas Jinan.
“Iya Cit, memangnya kamu cenayang?” ucap Kai sambil melotot pada Citra lalu berbisik, “jangan bilang kamu mau membongkar ‘itu’ padanya?”
“Tapi semuanya akan lebih ringan jika kamu mau membagi bebanmu pada orang lain, Jinan. Aku melakukan ini karena kamu terlihat sendirian, juga tidak punya teman yang bisa diajak berbagi.” Jinan hanya tersentak mendengar ucapan Citra.
“Tahu apa kamu tentangku? Jangan sok pura-pura peduli padaku, lagipula kita baru bertemu tadi siang.” Bentak Jinan yang membuat Kai menatapnya tajam.
Kai bangun dan tangannya hendak menyentuh Jinan, Citra ikut berdiri dan berusaha menahan Kai. “Jangan lakukan itu, Kai!”
Saat tangan Kai menyentuh kepala Jinan, seketika suasana di sekitar mereka bergerak. Dinding, interior, bahkan arah cahaya matahari bersinar pun berbeda. Kelas yang sebelumnya kosong kini terisi banyak murid, namun mengenakan seragam putih biru. “Apa yang terjadi?“
“Jinan, pinjam buku PR-mu dong. Mau mencocokkan jawaban nih,” seru murid SMP laki-laki yang tiba-tiba memasuki kelas dan menghampirinya. “Kita kan teman…”
Suasana kembali berubah menjadi lebih ramai dan kini Jinan berada di luar ruangan. “Wah… keren, nilaimu jadi bagus terus. Karena Jinan, ya? Ajari cara mendekatinya dong!” pinta seorang siswi SMP.