“Ketu, aku mau bicara sebentar!” panggil Jinan saat melihat Arza yang memasuki kelas, namun cowok itu hanya diam sambil meletakkan tasnya. “Aku mau minta maaf karena—“
Belum selesai Jinan berbicara tiba-tiba bel masuk berbunyi, tidak lama kemudian guru mata pelajaran pertama memasuki kelas dan Jinan terpaksa kembali ke bangkunya. Xian yang melihat tingkah Jinan memberikan secarik kertas bertuliskan, ‘Aku akan membantu kalian!’
Setelah bel istirahat berbunyi, Jinan langsung menghampiri Arza di bangkunya, namun cowok itu meliriknya sekilas dan berdiri hendak pergi. Dia terhenti saat akan membuka pintu kelasnya yang ternyata dikunci dari luar, “Xialan, aku tau kamu terlibat. Buka pintunya!”
“Arza, Xian hanya ingin membantuku meminta maaf padamu. Karena—“
“Lalu setelah minta maaf kamu mau apa?” potong Arza sambil menatapnya sinis. “Aku akan memberi tahumu sesuatu, aku ndak peduli bagaimana kehidupan ataupun masalahmu.”
“Arza, aku mengakui kesalahanku waktu itu. Dan sekarang aku ingin berteman denganmu, karena kamu bilang tulus ingin—“
“Tulus? Haha... Dasar Bodoh!” sela Arza sambil terkekeh membuat Jinan terdiam, “aku disuruh wali kelas kita untuk berteman denganmu!”
Arza melewati Jinan dan melompat keluar melalui jendela samping, meninggalkan Jinan sendirian di kelas kosong tersebut. Saat Xian membuka pintu, Kai dan Citra sudah berdiri di depan kelas menunggu Jinan.
“Jinan... kalau dia ‘gak mau berteman denganmu, ya udah. Abaikan aja!” bujuk Kai.
“Ketu memang orangnya seperti itu. Jangan diambil hati, ya!” timpal Xian berusaha menenangkan.
“Dia terlihat punya masa lalu yang buruk, sehingga mempengaruhi kepribadiannya.” duga Citra dan membuat Jinan bingung.
***
Setelah berpikir cukup keras, akhirnya Jinan memutuskan untuk memulai dari awal hubungan pertemanannya dengan Arza. Dia pun berlari mengejar Arza yang sudah berjalan duluan, “Arza, dengarkan aku dulu!”
Jinan berhasil meraih kain jaket Arza untuk menahannya.
“Katanya bukan mukhrim, kenapa pegang?” tepis Arza dengan kasar tapi Jinan tidak menyerah dan terus berusaha meyakinkannya.
“Aku—“ belum sempat Jinan menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba terdengar derap langkah kaki yang sangat keras dari gerbang samping sekolah. Dia pun menoleh dan nampak murid SMP dikejar oleh beberapa orang –dengan seragam yang sama– hingga memasuki gang.
“Gawat! Sepertinya dia mau dikeroyok!” terka Jinan yang tanpa pikir panjang langsung melompati pagar meninggalkan Arza yang menatapnya dengan heran.
Saat melihat gerombolan itu berhenti menghalangi jalan gang yang sempit, Jinan mengambil nafas dan berjalan perlahan, “Permisi! Boleh aku lewat?”
Hal itu membuat gerombolan tersebut menatapnya dengan garang, lalu salah satu murid yang berpakaian paling rapi melangkah mendekatinya. “Maaf kakak cantik, kami ada urusan di sini jadi bisakah kakak lewat jalan yang lain?”
“Maaf, tapi rumahku tepat di depan gang ini, kalau memutar nanti jadi kejauhan.” Jawab Jinan sambil menjaga ekspresinya, dan mereka pun membuka jalan menampilkan seorang siswa memakai ikat kepala warna biru laut yang sedang terpojok.
Jinan menatap cowok tersebut sambil memberikan kode dengan bibir, lalu meraih tangannya dan berlari sekuat tenaga.
Mereka berlari menerobos halangan seperti gantungan jemuran, tempat sampah, bahkan hampir menubruk orang demi bisa kembali ke sekolah Jinan dan meminta bantuan.
Namun yang mereka temui justru jalan buntu, sebuah dinding dari bangunan terbengkalai yang sudah tidak memiliki atap. Melihat ada pijakan di dinding membuat Jinan mengangkat rok panjangnya hingga terlihat celana panjang hitam di baliknya dan langsung melompat ke atasnya. “Ayo lompat!”
“Aku tidak bisa,” murid SMP itu menggeleng.
“Aku akan menarikmu. Cepat! Sebelum mereka menemukan—“ tapi tidak lama kemudian gerombolan laki-laki itu datang.
“Cewek ini licik juga, mau jadi pahlawan kesiangan?” cela seorang murid nakal, Jinan kembali turun untuk melindungi orang di belakangnya.
“Aku ‘gak peduli mau cewek atau orang yang lebih tua, serang dia!” perintah murid nakal tadi pada anak buahnya, tetapi terdengar pekikan dari arah belakang lalu sebuah plastik berisi es teh mengenai kepalanya.
“Aku pikir perkelahian biasa, tapi aku tak bisa tinggal diam kalau ada cewek terlibat!”
“Arrgh, kenapa banyak yang ikut campur hari ini? Kalian cepat hajar dia!” suruh murid nakal tadi sambil mengusap wajahnya dari lengket air es teh.
“Ternyata kau cuma pengecut yang bisanya suruh orang seenaknya,” sindir cowok berseragam sama seperti Jinan sambil menghajar murid SMP di hadapannya.
Satu persatu mereka mengarahkan pukulan ke arah cowok itu, namun dengan mudah dia hindari dan dengan cepat dia memukul wajah mereka. Merasa terdesak akhirnya mereka menyerang bersamaan, “Alamak, macam mana pula kalian ini… beraninya main keroyokan!”
Dia meraih tangan yang mengarah ke wajahnya lalu diputar hingga tulang berbunyi KRAK lalu menendang tubuh itu hingga tersungkur, pukulan yang datang dari belakangnya berhasil dia elak dengan mudah lalu membanting pemilik tangan itu ke tanah. BRUK.
Dia memutar kaki dan menjatuhkan orang di samping kanannya, namun sebelum jatuh ke tanah dia memegang tubuh tersebut dan mengangkat lututnya hingga menghantam perut lawannya. UAKH.
Sementara perhatian mereka terpusat pada cowok tersebut, Jinan mengajak murid SMP tadi pergi. Namun salah satu murid nakal ada yang hendak melempar batu pada mereka, dan terdengar bunyi ledakan dari tubuh orang itu. ARRGH!
Ledakan dari petasan korek muncul lagi dan mengenai wajah pemimpin gerombolan itu, “Wajahku! Siapa sialan yang berani melakukan ini?”
“Hah… aku heran kenapa masih SMP udah jadi seperti ini,” suara yang tiba-tiba muncul itu membuat semua melihat ke arahnya. “Gimana rasanya, enak?”
Orang yang wajahnya melepuh dan berdarah itu mendongak ingin melihat siapa orang yang sudah melakukan semua ini, “Siapa kau?”