Preman Kampret

Alex Gunawan
Chapter #2

Gadis Bertopi Lebar

Pada Minggu pagi, beberapa hari kemudian, Luphi, Didi, dan Nyoto berkumpul di pusat pertokoan di daerah Jakarta Timur. Didi sebelumnya mendapat informasi bahwa tempat ini merupakan salah satu daerah kekuasaan preman, sehingga sangat cocok sebagai tempat untuk mengumpulkan bahan skripsi.

Namun setelah setengah jam menunggu, tidak ada satu preman-pun yang mereka jumpai. Yang ada hanya para bencong berseliweran sambil sesekali berusaha mencubit pantat mereka diam-diam. Hiiiiiiiiiiii...

 “Didi, informasi yang kamu dapet itu pasti ngawur. Ini sih bukan tempat preman, tapi markasnya bencong-bencong, tauk…” ujar Luphi sambil memperhatikan sekeliling mereka.

“Iya, payah kau, Di… coba lihat ini…” Nyoto mengeluarkan beberapa dompet dari kantong celananya, “Payah sekali. Bencong di sini ternyata pada ga punya uang semua. Isi dompet mereka cuma bon hutang doang.”

Bletak! Didi menjitak Nyoto. “Kampet! Saat kaya gini elo malah nyopet?!”

Ternyata sifat klepto si Nyoto ga pandang bulu, dompet punya bencong juga dilahap.

“Nyot, apa sebaiknya kita interview kamu ajah yah… Kamu udah mirip preman soalnya,” tambah Luphi, sebal.

Nyoto nyengir.

 “Tapi beneran kok, informasi yang gue dapet ga mungkin salah. Ini daerahnya Geng Sisir Ijo,” kata Didi dengan yakin.

“Di, emang kamu dapet informasinya dari siapa?” tanya Luphi.

“Dari preman yang malak gue kemarin…” jawab Didi dengan mantab, “Makanya, ga mungkin salah, kan?

“Apa tadi kau bilang? Geng sisir rambut?” tanya Nyoto.

Didi melengos, “Geng Sisir Hijau! Ini kelompok preman yang anggotanya semua bawa sisir ijo sebagai tandanya.”

Luphi mengerenyit, “Kamu serius?” Baru kali ini ia mendengar kalau anggota preman itu bawa-bawa sisir buat tanda anggota…

“Eh, elo emang nggak pernah liat berita yah? Berapa tahun yang lalu, elo pernah denger tentang geng Kapak Merah nggak? Geng preman yang terkenal sadis, yang daerah operasionalnya di sekitar Jakarta Utara…”

“Kapak Merah?”

“Iya. Kapak Merah itu terkenal karena suka bawa-bawa kapak berwarna merah…”

Luphi dan Nyoto mangut-mangut.

“Tiap geng preman itu punya daerah kekuasaan dan tanda sendiri-sendiri. Kalau di daerah ini, tandanya ya sisir ijo itu,” lanjut Didi.

“Berarti kita tinggal cari orang yang bawa sisir hijau?”

Didi mengangguk, “Yah, kurang lebih begitu…”

 

Akhirnya mereka memutuskan untuk berpencar. Didi mencari di dalam areal pertokoan, Luphi di sepanjang trotoar, dan Nyoto di atas jembatan penyeberangan.

“Ah, si Didi itu suka banget cari enaknya sendiri. Kita berdua terus yang kena susah-susahnya. Mana panas bener hari ini…” gerutu Nyoto, tidak terima kalau ia kebagian di tempat yang panas terik, sementara Didi di daerah pertokoan yang ber-AC.

“Sudah lah, yuk, kita berpencar,” ajak Luphi.

“EH, sebentar Luph!” Nyoto menarik tangan Luphi, lalu menunjuk ke seorang ibu di seberang jalan, “Liat tuh!”

Luphi memicing, melihat ke arah yang ditunjuk Nyoto, “Apaan Nyot?”

“Tuh!”

Ibu di seberang jalan yang ditunjuk Nyoto terlihat sedang menyisir rambutnya menggunakan sebuah sisir berwarna hijau.

“Itu pasti anggota Geng Sisir Ijo yang sedang menyamar jadi ibu-ibu,” ujar Nyoto mantab.

Bletak!

Lihat selengkapnya