“Lebih cepat lagi, Pak!” Kalea memberi perintah kepada Pak Joe untuk mempercepat laju mobil Ferrari-nya. Pak Joe, sang sopir pribadi yang juga mantan pembalap nasional era 70-an, dengan sigap memasukkan kopling ke gigi yang lebih tinggi sambil kembali menginjak pedal gas.
BRUUUMMM!!!
Kalea dan Mikha berpegangan erat pada sabuk pengaman mereka, sementara Luphi, Nyoto, dan Didi berjumpalitan di kursi belakang.
Mikha masih tidak percaya. Beberapa saat yang lalu, setelah mendengar kabar kalau ayahnya masuk kantor polisi, Luphi dengan sigap langsung menghubungi teman-temannya.
“Pokoknya, segala urusan yang nyangkut Mbak Chaterine, biar aku yang urus!” kata Nyoto, “Aku ini tetangga dekatnya Mbak Chaterine, lhoo…”
“Tetangga sama gerbangnya doang…” sahut Didi.
“Tenang, kita pasti bisa mendapatkan jalan keluar,“ kata Kalea menenangkan Mikha.
“I... iya, anu… terimakasih…” jawab Mikha sedikit kikuk.
Kalea tersenyum.
Mikha memandang interior mobil mewah yang dinaikinya. Semenjak lahir hingga sekarang, ia baru tahu kalau naik mobil ternyata bisa senyaman ini. “Terang ajah orang kaya badannya sehat-sehat semua. Asep knalpotnya ga masuk ke dalem mobil,” pikirnya sambil membandingkan mobil Kalea dengan angkot milik bapaknya.
“Eh, Kalea!” panggil Didi.
“Ya?”
“Orang tua lo nggak masalah nih, pulang sekolah tapi mobilnya kita pinjem buat nganter ke kantor polisi? Nyokap elo apa nggak nyari ntar?”
“Ah, ga masalah kok. Mama gue hari ini nggak pulang, karena masih harus ketemu eksekutif Bank dari Swiss, untuk membahas masalah pinjaman 700 M yang kemarin sempat tersendat itu...”
“Mama lo mau pinjam uang 700 milyar ke bank?”
“Bukan. Bank yang mau pinjam uang ke Mama gue...”
Luphi dan Didi menganga, sementara Mikha rahangnya copot dan jatoh ke bawah dashboard.
* * *
Kantor polisi di pinggir lampu merah yang biasanya tenang dan damai, sore ini mendadak menjadi heboh. Di dalam lobi, seorang gadis cantik berteriak-teriak marah.
“POKOKNYA GUE GAK MAU TAHU... INI ORANG UDAH NABRAK MOBIL GUE. BIARPUN CUMA LECET, TAPI GUE MAU ORANG INI DIHUKUM PENJARA SEUMUR HIDUP!!!”
Dengan nafas naik turun, gadis cantik itu lalu mendengarkan suara balasan dari handphonenya. Para polisi dan orang-orang lain yang berada di sana tidak ada yang berani bersuara.
“KENAPA NGGAK BISA PENJARA SEUMUR HIDUP SIH? HAH? KARENA CUMA KECELAKAAN KECIL? GILA!!! PENGACARA MACAM APA SIH LO, NGURUS GINIAN AJAH KOK GA BECUS... GUE LAPORIN BOKAP GUE NTAR YAH!!!”
Sang gadis cantik kembali diam mendengarkan suara panik dari handphonenya.
Seorang polwan melintasi lobi sambil membawa secangkir kopi hangat.
“Ah, mbak polisi... sebenernya gue ga mau kopi, tapi teh diet tanpa gula. Tapi yah, ga apa-apa deh...” ujar sang gadis sambil mengambil cangkir kopi itu.
Sang polwan melongo. Padahal kopi tadi ia buat untuk tamu atasannya, bukan buat gadis itu. “Yah… Asal bisa bikin ente jadi anteng, aye bikinin teh diet 5 galon juga gapapa dah...” pikirnya dalam hati, sambil balik lagi ke dapur.
Dari dalam sel tahanan, Pak Doel, ayah Mikha, memperhatikan tingkah si gadis cantik dengan wajah pucat pasi.
* * *
“Hei, Didi. Ngomong-ngomong, si Chaterine L. Satellizer itu kaya gimana sih?” tanya Kalea penasaran.
“Wah wah wah. Begini… Mbak Chaterine itu sebenernya titisan malaikat surga yang sangat cuantik suoro. Pokoknya perfect banget! Darahnya campuran antara Belanda dan Sunda. Tinggi tubuhnya 183 cm, cocok banget jadi seorang model profesional atau artis film kelas atas,” Didi menjelaskan. “Orang tuanya kaya raya, punya rumah mewah 3 lantai pakai lift, kolam renang, dan bioskop pribadi. Punya mobil BMW sport keluaran terbaru, koleksi pakaian musim dingin dan musim panas asli dari Eropa, serta BH berhias berlian.”
Mikha takjub dengan informasi dari Didi yang cukup detil, terutama di bagian BH berhias berlian.
“Kita sudah sampai!” kata Pak Joe. Mobilnya berhenti tepat di depan pintu lobi kantor polisi.
Mikha dan Kalea bergegas turun dan langsung lari ke pintu utama, sementara Luphi, Nyoto dan Didi masih sibuk berebut keluar dari bagasi belakang. Ferrari 2 pintu memang ga nyaman kalau diisi banyak orang.
“Pak Doel!!!” teriak Mikha sambil berlari masuk ke kantor polisi.
Pak Doel kaget. “Mikha!!!”
“Wah, anaknya cantik yah pak, “ sahut beberapa tahanan yang melihat wajah Mikha.
Pak Doel langsung tersenyum bangga.
“PAK DOEL!!!” teriak Nyoto yang akhirnya berhasil menyusul masuk ke kantor polisi.
“Lho, pembantunya bapak juga ikut jemput?” tanya para tahanan yang melihat wajah Nyoto.
“Hus, itu bukan pembantu gue. Itu pasti tukang bajay yang nganter anak gue...” sahut Pak Doel, agak tersinggung waktu dibilang Nyoto itu pembantunya.
Mikha menghampiri sel tahanan ayahnya. “Pak Doel nggak apa-apa?”
Luphi dan Nyoto hendak menghampiri, namun ditahan oleh Didi. “Hei, liat tuh di sebelah kiri!”
Mereka berdua menoleh, memandang ke seorang gadis cantik berambut sedikit pirang yang sedang duduk sendirian di sofa.
“M... Mbak Chaterine?!”