Preman Kampret

Alex Gunawan
Chapter #6

Masa Lalu yang Gelap

Mikha mengerejap. Matanya tampak basah. Ia baru saja bermimpi tentang kedua orang tua dan adiknya.

Angin sepoi-sepoi yang mengalir lewat celah jendela membuat lehernya terasa dingin, kepalanya terasa berat, dan hidungnya terasa mampet. Sepertinya ia kena flu…

Mikha bangun, dan dari sela pintu kamar, ia bisa melihat ruang tamu depan, tempat Ibu Doel dan beberapa ibu lain tampak sedang bercengkerama sambil arisan.

 “Bu Doel... Kok bisa sih, anaknya jadi cantik padahal bapaknya kaya monyet gitu... Jangan tersinggung loo bu, tapi saya cuma penasaran ajah...” tanya salah satu ibu tetangga yang emang terkenal rumpik[1].

“Iya, rahasianya apa sih bu, apa waktu ngandung ibu sering makan jeruk?” tanya yang lain.

“Atau Ibu Doel waktu hamil sering bayangin artis cantik?”

“Atau dengerin musik yang sendu-sendu?”

“Atau jangan-jangan… wajah si Mikha itu hasil operasi plastik?!”

“HUS!” Ibu Doel melengos. “Maaf mbakyu, si Mikha itu anak angkat, bukan anak kandung. Karena itu wajahnya memang nggak mirip sama saya atau suami saya...” katanya sambil berlalu ke dapur. Para ibu-ibu kembali bengong sendiri.

“Ugh... Jawabannya masih sama kaya kemarin...”

“Dasar, masih tetep nggak mau bagi rahasia...”

“Iiih, sebel aku...”

Dan ibu-ibu itupun tetap penasaran.

 

Mikha tertawa tanpa suara. Sudah berapa kali ia mendengar pertanyaan yang sama, dari ibu-ibu yang sama, dan reaksi ibu angkatnya juga selalu sama. Keluarga Pak Doel dan Mikha memang merupakan penghuni baru di lingkungan sini.

Ia kemudian berjalan menuju jendela. Ketika daun jendela dibuka, angin malam yang nakal berhembus dan mengibas rambut pendeknya ke belakang.

Suasana malam itu cukup terang oleh cahaya dari sinar bulan. Langit Jakarta juga tampak cerah tak berawan. Di samping jendela kamar, Pak Doel terlihat sibuk mengotak-atik mesin angkotnya di jalan depan rumah yang sempit.

“Belum tidur, Mik?” sapa Pak Doel dari balik kap mesin.

Mikha menggeleng.

“Ga bisa tidur gara-gara dengerin gosip ibu-ibu arisan?”

Mikha tersenyum dan mengangguk.

“Mereka masih bingung kenapa gue yang mukanya kaya monyet bisa punya anak cakep kaya elo?”

Mikha tertawa.

 

Dulu, keluarga Pak Doel adalah tetangga dekat keluarga Mikha. Ia telah kenal dengan keluarga Pak Doel semenjak dari orok. Bagi Mikha, Pak Doel adalah paman gendut bermuka monyet yang lucu dan penuh perhatian.

Keluarga Pak Doel dan keluarga Mikha jadi berhubungan akrab, apalagi ayah Mikha yang tukang ojek suka ngutang di warung Ibu Doel, dan Pak Doel yang supir angkot sering mengantar dan menjemput Mikha dari sekolah.

 

Tiba-tiba bayangan masa lalu kembali muncul.

“Ibu... Bapak... adik...” gumam Mikha dengan bibir bergetar.

Dia tidak akan pernah lupa pada hari di mana semuanya berubah, hari di mana cita-citanya yang indah menjadi buyar seketika...

Waktu itu, pada minggu pertama di bulan Mei, ketika Mikha masih sibuk di sekolah, satu kejadian membuat hidupnya berubah 180 derajat.

Bapak, Ibu dan adiknya yang sedang pergi menggunakan sepeda motor, tewas seketika akibat tertabrak sebuah mobil. Saksi mata mengatakan kalau pengemudi mobil itu adalah seorang mahasiswa muda yang sedang mabok, namun pengemudi itu melarikan diri.

Polisi sempat mengejar tersangka, namun tidak ada hasil. Lalu lama kemudian, kasusnya sendiri seolah lenyap ditelan bumi.

 

Hari itu, Mikha menjadi sebatang kara.

 

Sejak kematian seluruh keluarganya, Mikha yang tidak memiliki sanak saudara lain, lalu memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

Di atas jembatan penyeberangan sungai Ciliwung, dia bersiap untuk lompat.

Matanya tertutup, bibirnya terkatup rapat, tangannya menyatu di depan dada.

“Ibu... Bapak... adik... Mikha mau menyusul kalian...” ratapnya dalam tangis.

Namun sedetik sebelum ia melompat, tiba-tiba sebuah tangan menariknya ke belakang. Tampaknya Tuhan berkehendak lain. Seseorang menyelamatkan hidup Mikha.

Lihat selengkapnya