Setelah pertemuan Ausya dengan Faris tempo hari. Faris kini lebih sering bertukar kabar dengan Ausya, hanya sekedar bertanya atau memberi tahu aktivitas masing-masing, bukankah itu hal yang wajar? Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, dan kini bertemu kembali.
Hari ini, Faris menepati janjinya untuk mengajak Ausya bermain basket bersama. Pukul sembilan pagi Ausya sudah siap dengan setelah olahraga dan juga sepatu yang nyaman untuk ia gunakan berolahraga. Ausya kembali mengirimi pesan singkat pada Faris, namun tak kunjung ada balasan. Ausya menaruh ponselnya lalu membetulkan ikatan rambutnya.
Selang berapa menit, Perempuan itu melihat sebuah motor matic berwarna merah muda berhenti di depan pagar rumahnya. Ausya terkekeh saat mengetahui siapa pengemudinya. Faris lalu melambaikan tangannya, terlihat kerutan di matanya saat ia tersenyum kearah Ausya.
Ausya ingat, dulu Faris selalu mengantar jemputnya dengan vespa hitam yang di beberapa bagian telah berkarat, atau terdapat baret karena terlalu sering tabrakan, atau yang lebih parah adalah saat motor tua itu sempat-sempatnya mogok saat mengantar Ausya yang kesiangan masuk sekolah.
"Sejak kapan kamu suka warna pink?" Tanya Ausya keheranan.
"Ini motornya Zul. Aku pinjem dulu tadi." Ucap Faris sambil menyodorkan helm kepada Ausya yang langsung Ausya terima. "Berangkat sekarang?" Tanya Faris yang di jawab dengan anggukan oleh Ausya.
"Zul kelas berapa sekarang?" Volume suara Ausya naik saat gemuruh angin terdengar lebih keras kala Faris menancap gasnya.
"Sekarang kelas dua belas, Sya." Jawab Faris sambil melihat wajah Ausya di sepion. "Katanya mau lanjut kuliah di Bandung, tapi aku larang."
"Kenapa?"
"Jauh. Kasihan mamah nanti, biaya hidup otomatis nambah. kalau Zul kuliah kayaknya aku balik ke Lombok lagi, Sya." Faris memperlambat laju motornya saat mulai memasuki gang-gang perumahan.