Ausya bangun dari tempat tidurnya, ia menepis selimut dan melihat Ulrick masih terlelap di sampingnya. Ausya memandangi wajah Ulrick sejenak, lalu memejamkan mata frustrasi. Memang sebuah kesalahan menikah dengan Ulrick, pikirnya.
Dengan cepat perempuan itu berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Di pandangnya pantulan wajah yang terlihat di cermin. Ausya menghembuskan nafas lelah saat kembali teringat Ulrick, suaminya. Lelaki itu memang sosok yang baik 'sangat' tidak pernah sekalipun Ulrick membentak ataupun berkata kasar kepadanya. Semua terasa sangat sempurna tanpa celah.
Namun, ada bagian dari Ausya yang tidak bisa menerima semua kesempurnaan itu. Rasanya, Ausya merasa terbebani dengan apa yang Ulrick lakukan kepadanya. Ausya merasa Ulrick juga tengah menuntut kesempurnaan yang serupa kepada Ausya.
Seperti pagi ini, Ausya dengan sabar menunggu pegawai salon menata rambut panjangnya sedemikian rupa. Ausya memutar bola matanya saat terlihat Ulrick tengah tersenyum kepadanya. Jika bisa, Ausya ingin sekali menenggelamkan dirinya di lautan. Setidaknya untuk hari ini saja.
Sudah dari bulan lalu Ulrick mewanti-wanti Ausya untuk mengosongkan jadwal apapun itu hanya untuk hari ini, hanya untuk menghadiri acara ulang tahun pernikahan mertuanya yang ke-30.
"Aku tahu kamu pasti cantik walau gak ke salon, sayang. Tapi mamah yang minta." Ulrick menarik sudut-sudut bibirnya.
"Aku absen aja ya tahun ini?" Sungguh, bukan bermaksud untuk menjadi menantu yang durhaka. Ausya hanya tidak suka saat harus berada di lingkungan keluarga Ulrick, saat harus tampil sempurna seperti saat Ulrick bersikap, dan tentu Ausya tidak terbiasa dengan semua itu.
Dengan cepat Ulrick menggeleng, lalu kembali fokus pada ponselnya. Membalas puluhan email yang tidak bisa ia lewatkan. Ausya pun melakukan hal yang sama, namun yang ia lihat tidak jauh dari akun-akun aktor luar negeri yang mempunyai perut seperi roti sobek.
Sebuah pesan masuk dari Rivi, sahabat perempuannya selama sepuluh tahun ini yang membuat Ausya sedikit bersemangat. Pasalnya, jika Rivi yang menghubunginya terlebih dahulu, pasti ada satu hal yang lebih berharga dari hidupnya. Ya, walau sebenarnya Rivi saja tidak melabeli bahwa hidupnya amat sangat berharga.
Rivi Randu Adzistyra
Selamat ketemu mertua Sya, wkwk.
Sial, Ausya kira sahabatnya itu akan membuat dirinya tertawa alih-alih ingin membanting ponselnya ke cermin. Ausya sekarang yakin, bahwa semua yang ada dalam hidupnya hanya di penuhi dengan kesalahan, ya termasuk salah dalam mengangkat dan menobatkan Rivi menjadi sahabatnya.
Ausya Moran Ramirez
Demi apapun gue pengen nge skip hari ini, sekarang juga.
Rivi Randu Adzistyra
Jangan durhaka, Sya. Tuhan lo marah nanti. Haha
Ausya Moran Ramirez
Sumpah Vi, lo nyebelin.
Ausya kini benar-benar mengabaikan pesan dari Rivi. Kembali membuka foto-foto aktor favoritnya untuk menetralisir rasa kesalnya kepada Rivi. Dua jam berlalu dan kini Ausya sudah benar-benar siap secara penampilan, tapi tidak dengan hatinya. Hidup saja telah Ausya jalani setengah mati, ditambah harus ikut acara kebesaran mertuanya? Mati saja Ausya hari ini.
"Cantik." Ulrick tersenyum saat Ausya telah berdiri di hadapannya.
"Thanks."
Ulrick bukannya baru menyadari bahwa Ausya cantik, bahkan dari awal pertemuan mereka, Ulrick sudah tertarik kepada Ausya. Walau pertemuan pertamanya dengan Ausya terbilang memalukan, bahkan sampai saat ini pun pipi Ulrick akan langsung memerah saat kembali di ingatkan tentang kejadian ganjil itu.
Dulu, Ausya dikenal karena cantik dan juga pintar, selalu menjadi rebutan semua mahasiswa di kampusnya, seolah Ausya adalah piala yang harus di raih. Tapi, semua orang tidak tahu, bahwa dari dulu Ausya tercipta hanya untuk Ulrick dan selamanya untuk Ulrick. Kalimat itu yang selalu lelaki itu ucapkan kepada siapapun yang ingin mengambil Ausya darinya.
Ulrick tahu, apa yang akan menjadi masalah terbesar dalam hubungannya dengan Ausya. Mereka berdo'a pada Tuhan yang berbeda, saat mereka sama-sama mempercayai satu Tuhan dalam keyakinannya. Namun, apa yang salah ketika mereka bisa menjalaninya bersama-sama?