PRESISI

i_naaff
Chapter #2

Makna presisi

Ausya terududuk di hadapan Rivi yang sibuk dengan ponselnya. Satu pekan berlalu setelah acara yang mertuanya gelar. Dan setelah itu, Ausya bebas menjadi dirinya sendiri. 

"Vi, pacaran sama handphone sekarang?" Ausya yang sudah bosan melihat Rivi yang sibuk sendiri padahal ini adalah kali pertama mereka bertemu setelah dua minggu lebih tidak saling tatap muka. 

"Iye." Jawaban Rivi benar-benar membuat Ausya jengkel. 

"Ya udah gue balik." Dengan kesal Ausya menarik tali tasnya.

"Lo mau gue tanya tentang pernikahan lo?" Pertanyan Rivi membuat Ausya menaruh kembali tasnya diatas meja. 

"Papa Ulrick minta gue pisah sama Ulrick." aku Ausya. 

"Cerai maksud lo?" Ausya menganggukkan kepalanya. "Gue bilang juga apa Sya, nikah itu ribet, nyusahin doang."

"Dengan lo bicara kayak gini gak bisa nyelesain masalah Vi."

"Alasan lo mau nikah sama Ulrick apa gue tanya?" Rivi melipat tangannya di depan dada. 

"Because... " Ausya tidak melanjutkan ucapannya, merasa bahwa ia tidak memiliki alasan apapun pada saat itu. 

"Jangan bilang kalau lo nikah cuma buat bahagia, menyempurnakan agama dan bla...bla...bla... Lainnya. Karena gue tahu seorang Ausya gak mungkin mengelompokkan sebuah opini cuma buat alasan dalam menjawab sebuah permasalahan." Tegas Rivi. 

"Kenapa lo tanya alasan gue mau nikah sama Ulrick alih-alih nanya apa alasan gue buat bertahan sama dia?" 

"Gue cuma mau tahu akar yang bermasalahnya di mulai dari mana. Elo kah, atau Ulrick kah. Gue cuma yakin aja lo gak bakal sadar sama apa yang salah dari lingkungan lo." Ucap Rivi sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. 

"Gue gak yakin sama alasan gue sendiri Vi." Bahu Ausya turun. 

"Sekarang, lo nikah aja tanpa alasan. Otomatis lo juga gak yakin sama alasan lo kenapa lo harus pertahanin pernikahan lo atau nggak. So, kalau mau cerai gue bisa temenin lo ke pengadilan agama kalau lo gak tahu jalan."

Ausya hanya menggelengkan kepalanya mendengar kalimat Rivi yang terakhir. Kenapa sahabatnya yang cuma satu biji ini malah semakin membuatnya down? Semakin membuatnya bingung dan semakin membuatnya sakit kepala? 

Berbicara tentang Rivi. Ada cerita dibalik persahabatan mereka yang sudah bertahun-tahun ini. Dulu, Ausya mengenal Rivi sebagai anak yang selalu menjadi pengunjung tetap ruangan BK. Hanya sebatas tahu namanya, Ausya tidak pernah berniat untuk menjadikannya teman karena berpikir bahwa orang seperti Rivi adalah seorang yang toxic bagi kehidupannya. 

Namun semua berbanding terbalik saat Ausya kelas dua belas. Mereka ternyata satu kelas untuk pertama kalinya di tahun ajaran baru. Dan selama setengah semester itu, Ausya hanya menganggap Rivi tidak pernah ada di sekitarnya. Sampai akhirnya, Ausya harus masuk rumah sakit karena DBD. Dan Ausya benar-benar tidak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan Rivi disana, di dalam satu ruangan dengan status yang sama sebagai seorang pasien. 

Waktu itu Rivi terbaring dengan gelungan kasa yang membalut pergelangan tangan kirinya. Saat Ausya bertanya "kenapa?" kepada seorang perawat, ia sangat terkejut saat mengetahui bahwa Rivi hampir mati karena percobaan bunuh diri. Dari sana, ia menyadari bahwa seseorang yang dianggapnya tidak pernah ada di sekitarnya ternyata sedang berusaha membuat dirinya sendiri benar-benar lenyap. Seiring berjalannya waktu, mereka semakin dekat hingga dengan segenap kesadaran Ausya merubah pandangannya terhadap Rivi, bahwa Rivi bukanlah sosok toxic yang selalu ia pikirkan.  

Ausya juga tidak tahu kenapa ia tidak meninggalkan Rivi saat enam tahun yang lalu dia kembali berusaha melakukan percobaan bunuh diri dengan menggantung dirinya di kamar apartemen. Jika saja Ausya tidak mengunjungi Rivi hari itu, jika saja Ausya telat lima menit karena memilih membeli teh botol terlebih dahulu, mungkin saja Rivi yang ada di hadapannya sekarang adalah arwah gentayangan karena menyesal telah mengakhiri hidupnya sendiri. 

Sepulang bertemu dengan Rivi. Ausya berniat untuk memasak kesukaan Ulrick, udang telur asin dan tumis kangkung. Tidak susah memang, tapi bagi Ausya sudah mempunyai niatan untuk masak telur dadar saja sudah 'wah' sekali.

Setelah menelpon Ulrick dan memberitahu bahwa dia memasak makanan kesukaannya, dengan cepat Ulrick berucap akan pulang lebih awal dan mengelesaikan pekerjaannya. Ausya tersenyum lalu kembali melanjutkan aktivitas memasaknya. 

Saat awal-awal menikah, Ausya hanya bisa memasak mie instan, telur ceplok, dan telur dadar. Setelah satu bulan menikah, telur-telur itu naik tingkat hingga menjadi telur balado, telur bacem, dan jenis-jenis telur lainnya. Berbeda saat ia masih gadis, hari-harinya hanya dipenuhi kemalasan untuk berlama-lama di dapur. Dia lebih suka menghabiskan waktu di cafe bersama Rivi sampai larut malam sambil mendengarkan live music. Jika ia malas ke cafe, atau malas untuk membeli makan, maka Ausya lebih memilih kelaparan karena rasa malasnya yang berlebih. Untung saja Ausya tidak busung lapar ya selama masih gadis. 

Tapi setelah menikah dengan Ulrick, mau tak mau dia harus belajar memasak. Pasalnya lelaki itu terlalu pemilih untuk masalah makanan, tidak benar-benar ada restoran yang memiliki menu yang sesuai dengan lidah Ulrick. Namun anehnya, lelaki itu bisa-bisa saja menelan makanan yang Ausya masak. Apa Ausya harus membuka restoran khusus untuk orang-orang yang satu spesies dengan Ulrick? 

Pukul tujuh malam, mobil putih milik Ulrick sudah terparkir di carport. Ketika memasuki rumah, aroma udang telur asin menguar kedalam hidungnya. Dengan langkah kaki panjang-panjang, Ulrick bergegas menuju dapur. Dan benar saja, ada satu mangkok udang telur asin dan satu piring tumis kangkung telah terhidang diatas mini bar dapurnya.

"Cepet banget pulangnya. Biasanya jam delapan baru nyampe rumah." Goda Ausya. 

"Masa ada makanan enak harus di anggurin sih Sya, kan sayang." Ucap Ulrick dengan tangan yang sibuk mengaduk-ngaduk udang telur asin yang ada di piringnya dengan nasi yang telah Ausya siapkan. 

"Sama yang masak? Sayang juga? "

"Bwanget, pakai W." Ulrick tertawa, lalu menyendokan nasi juga udang kedalam mulutnya. Matanya seketika menutup, merasakan sensasi udang yang renyah bercampur dengan telur asin yang gurih. "Ini enak Bwanget Sya, pakai W juga." 

Ausya tertawa dengan kekonyolan Ulrick. Mereka tertawa bersama, lalu makan sambil di selingi obrolan-obrolan ringan tentang aktivitas keseharian masing-masing. Ulrick yang bertemu nasabah baru, dan Ausya yang bertemu dengan Rivi. 

"Eh iya, ngobrolin apa sama Rivi?" Ulrick meraih gelas minumnya. 

"Ya gitulah, kamu gak boleh tahu." Ya jelas Ulrick tidak boleh tahu, karena selama obrolannya dengan Rivi itu hanya di penuhi tentang perceraian dan Ulrick. 

"Termasuk barang belanjaan kamu?" Goda Ulrick yang membuat Ausya tersedak makanannya sendiri. "Pelan-pelan aja makannya, sayang. Gak bakal di minta ini." 

"Aku lupa, tadi aku habis beli baju sama sepatu." Ausya menampilkan deretan giginya, merasa bersalah karena tidak meminta izin terlebih dahulu. 

"Gak papa, yang penting masih ada sisa buat nabung."

"Itu masalahnya, gak ada yang sisa."

"Yaaaah, nguli lagi dong aku." 

Lihat selengkapnya