Malam itu, Sheana seharusnya sudah di rumah—menyambut mertua, memainkan peran istri yang baik. Tapi ia berdiri di tepi lounge, menatap permukaan wine yang bergetar di tangannya.
Mungkin ia hanya ingin tahu, seperti apa rasanya menjadi diri sendiri, walau cuma untuk satu malam.
“Gue senang lo mau ikut, Na. Udah lama lo nggak keluar.” Grace menyentuh lengannya lembut, lalu menyesap cocktail-nya. “Lo butuh ini.”
Sheana tersenyum tipis. “Dirga bahkan nggak tanya gue mau ke mana.”
“Ya bagus dong, lo jadi bebas malam ini.”
Sheana membuang napas dari mulut. Hatinya masih merasa tak puas. Malam itu, dia memang bebas. Tapi rasanya tetap... dingin. Hampa, seperti berdiri di tengah pesta tapi merasa asing bahkan pada dirinya sendiri.
“Lo cantik banget, sumpah,” bisik Grace, sambil menyilangkan kaki. “Tapi auranya… depressing abis. Kayak lo baru ditinggal nikah.”
Sheana menghela napas. “Lo tahu yang lebih parah?”
“Apa?”