Pretty Boy for Sheana

Desy Cichika
Chapter #4

Aku bosan, Tapi Ada Kamu

Kamar dipenuhi aroma sabun segar, bercampur dengan uap hangat dari kamar mandi yang baru saja digunakan. Dirga melangkah keluar dengan handuk melingkar di pinggang, rambutnya masih basah dan air menetes dari ujung dagunya. Tubuhnya yang tegap dan terawat memancarkan pesona maskulin yang tak pernah gagal menggetarkan dada Sheana—meski ia tak akan pernah mengakuinya secara terang-terangan.

Sheana menelan ludah pelan. Punggungnya menegang saat Dirga lewat di dekat tempat tidur tanpa mengucap sepatah kata pun. Jarak mereka hanya selemparan bantal, tapi terasa seperti dipisahkan ribuan kilometer.

Sudah berapa lama mereka seperti ini? Dingin, formal, nyaris tanpa sentuhan. Padahal mereka tidur di ranjang yang sama.

Ia teringat perjodohan itu—tiga belas tahun lalu. Ayahnya yang terlilit utang besar pada perusahaan milik keluarga Bimantara akhirnya menyerah. Demi menutup aib dan menyelamatkan bisnis keluarga, Sheana dikorbankan.

“Anggap saja ini investasi jangka panjang,” begitu kata ayahnya.

Saat itu, Sheana masih dua puluh dua. Lulusan baru yang bahkan belum sempat menikmati dunia. Dan Dirga? Tujuh tahun lebih tua, pewaris tunggal dengan reputasi dingin dan tak pernah terlihat dengan perempuan mana pun di depan publik. Pernikahan mereka lebih mirip kesepakatan bisnis dibanding ikatan emosional.

Tapi kenyataan tak pernah sesederhana yang tampak. Meski jarang disentuh, meski nyaris tak pernah dibelai, malam-malam tertentu Dirga tetap menyentuhnya. Diam-diam. Tanpa banyak bicara. Tanpa ciuman, tanpa pelukan setelahnya.

Seperti transaksi yang dipenuhi rasa malu.

Dan malam ini, Sheana ingin lebih dari itu.

Ia menyampirkan rambutnya ke satu sisi, membiarkan lehernya terbuka. Malam terlalu sunyi untuk hanya tidur tanpa suara. Ia membiarkan jari-jari menelusuri garis dada Dirga secara halus saat ia duduk di tepi ranjang.

“Ga...” bisiknya lembut.

Pria itu menoleh, sejenak tatapan mereka bertemu. Dirga tampak ragu. Namun ia tak menolak ketika Sheana bersandar, mendekat, hingga jarak mereka tak lebih dari dua inci.

Hanya perlu satu gerakan kecil untuk mencium.

Satu.

Tapi...

“Maaf, aku capek.” Suaranya datar.

Sheana terdiam. Bibirnya masih setengah terbuka saat Dirga menarik diri dan membalikkan badan, masuk ke bawah selimut dan memejamkan mata.

Tak ada pelukan. Tak ada kehangatan. Hanya penolakan.

Sheana berdiri pelan, menahan napas agar tak terdengar isaknya. Ia tahu ini bukan pertama kalinya. Tapi malam ini, penolakan itu terasa seperti tamparan.

Tanpa berkata apa-apa, ia mengambil bantal dan berjalan keluar kamar.

Dirga tahu. Tapi ia tetap diam.

**

Kamar sebelah gelap, hanya diterangi lampu tidur redup. Sheana melempar bantal ke kasur, lalu duduk sambil menatap ponselnya.

Kesal. Terluka. Dan sedikit... malu.

Lalu jemarinya mulai bergerak sendiri. Ia membuka kolom chat—nama itu ada di urutan atas.

Ellan.

Ia mengetik cepat, tanpa berpikir.

Sheana [ Still up? ]

Lihat selengkapnya