Pretty Boy for Sheana

Desy Cichika
Chapter #8

Pesta, Kabur... Just You and Me

Sheana menarik napas, mencoba tidak gemetar. “Aku pikir kamu tahu, aku cukup pintar untuk nggak ngelakuin sesuatu yang bodoh.”

Sunyi. Dirga hanya menatap Sheana tanpa kedip. Seolah mencari kebenaran dari kata-kata istrinya itu.

“Dia cuma kenalan, Ga. Aku nggak minta kamu percaya langsung. Tapi kalau kamu masih anggap aku istrimu, minimal hargai keputusan aku untuk jujur sekarang.”

Dirga masih diam, lalu makin mendekati Sheana tapi tidak menyentuhnya. Jarak mereka hanya satu napas. Tangannya menyelipkan rambut istrinya ke belakang telinga, seolah penuh kasih.

“Aku cuma pengin kamu ingat,” katanya pelan, “bahwa segala sesuatu yang kamu lakukan sekarang... akan selalu punya konsekuensi.”

Sheana mengangguk. “Aku tahu.”

“Kamu tahu, Na…” bisiknya. “Aku nggak marah.”

Sheana menatapnya ragu.

“Aku cuma pengen ngerti,” lanjut Dirga, suaranya nyaris seperti pelukan. “Apa kamu lagi nyari sesuatu yang nggak bisa kamu dapet di rumah ini? Atau dari aku?”

Detik itu, Sheana tahu ini bukan sekadar pertanyaan.

Ini ujian. Ini perang dingin yang dimulai dengan senyum manis dan berakhir entah di mana.

Dirga menunduk, mengecup kening istrinya lembut.

“Tidur, ya. Besok masih panjang.”

Lalu tanpa berkata apa-apa lagi, Dirga berbalik dan masuk ke kamar, meninggalkan Sheana berdiri di ambang ruang tamu dengan nafas tercekat.

Dirga tidak teriak. Tidak membanting apa pun. Tapi justru itu yang membuat Sheana semakin takut.

Lelaki itu hanya diam, menatapnya seolah ia puzzle yang tak lagi pas di tempatnya. Bukan dengan kemarahan, tapi keraguan. Dan keraguan Dirga lebih tajam dari cemburu siapa pun.

Sheana berdiri sendirian di ruang tamu. Sepi. Jam dinding berdetak lambat. Bahkan AC di sudut ruangan terdengar lebih nyaring dari biasanya. Dirga sudah masuk kamar, tapi pintunya tidak ditutup. Seolah sengaja.

Sheana memejamkan mata. Napasnya dalam, berat.

Bukan Ellan yang menakutkan. Bukan Dirga. Tapi ketakutan bahwa dirinya sedang hanyut ke arah yang tak bisa ia tarik kembali.

Sementara itu di tempat lain, Dirga menatap layar ponselnya yang sudah gelap. Story Grace sudah hilang. Tapi ekspresi Sheana tidak hilang dari benaknya—tatapan gugup itu, napas yang ditahan, senyum paksa.

Ia tahu Sheana berbohong. Tapi anehnya, ia tidak merasa marah. Ia justru merasa… tertarik. Rasa penasaran itu menjalar, seperti racun yang merambat pelan di pembuluh nadi.

Sheana memang selalu terlalu jujur. Dan malam ini, kejujurannya muncul dari rasa takut. Bukan dari rasa cinta.

Dirga berjalan ke depan cermin. Menatap bayangan dirinya. Ia tersenyum kecil.

Ia tidak akan mengonfrontasi Sheana. Belum. Biarkan saja istrinya merasa aman. Biarkan dia berpikir dirinya masih mengendalikan keadaan. Karena di saat itulah... dia paling mudah dikendalikan.

Lihat selengkapnya