“Aku nggak bilang begitu,” jawab Dirga datar.
“Tapi kamu juga nggak nanya aku senang atau nggak.”
Dirga terdiam sejenak. “Kamu senang?”
Sheana ragu menjawab. “Nggak tahu... aneh aja.”
Dirga membalikkan badan, akhirnya menghadap Sheana. “Aneh gimana?”
Sheana ikut membalik, menatap suaminya dalam temaram lampu. “Aku nggak tahu. Kayak... bukan aku. Tapi justru itu yang bikin aku ngerasa hidup lagi.”
Dirga menatapnya tajam. “Karena pesta atau karena seseorang di pesta itu?”
Sheana menahan napas. “Aku nggak...”
“Jawab, Sheana.”
“Aku cuma... capek jadi istri yang diem-dieman sama suaminya sendiri.”
Dirga menghela napas berat, lalu kembali memalingkan tubuh. “Kita tidur aja.”
Sheana tidak menjawab. Ia hanya menatap punggung suaminya dan tahu, malam itu jarak mereka makin jauh.
Dalam hati kecilnya, Sheana benci mengakui... tapi satu-satunya momen yang membuatnya merasa ‘ada’ malam itu, adalah ciuman terlarang yang bahkan tidak ia sesali.
***
Ellan duduk di meja kerja, ponsel di tangan, matanya kosong. Tak ada notifikasi penting. Tapi otaknya tak berhenti memutar satu hal.
“She’s not mine. But it never felt like she truly belonged to him either.”
Ellan pikir, semalam hanyalah lelucon kecil yang tak akan berbekas. Tapi nyatanya, pagi ini yang mengganggunya bukan tumpukan chat atau notifikasi tentang pekerjaan… tapi bayangan wajah Sheana saat ia mundur dari ciuman itu. Sheana tidak menolaknya.
“Kenapa kau nggak tarik diri, Sheana? Kau tahu itu salah, tapi kau tetap di situ...”
Ia menatap layar ponsel yang kosong. Tangannya sibuk menggulir halaman demi halaman, tapi tak satu pun yang benar-benar dibaca.
Sebuah suara di kepalanya berkata, “Forget it, Ellan. She’s married. Dan suaminya bukan orang sembarangan.”
Tapi suara lain menimpali. “Apa mungkin selama ini dia nggak bahagia ?”
Ellan menyandarkan tubuh ke sandaran kursi, menutup mata. Aroma samar dari rambut Sheana tadi malam masih terasa.
Dan makin ia mencoba menghapusnya, justru makin dalam jejak itu menempel.
Ia pun mulai membuka sosial media. Mencari akun Dirga. Lalu dari situ, ia menelusuri foto-foto lawas. Menandai momen-momen saat Sheana terlihat... tersenyum, tapi kosong.
“Apakah mereka benar-benar bahagia?"
"Apakah Sheana merasa sendirian seperti yang ia rasakan saat duduk di ayunan itu...?”
Ellan mengambil ponsel.