Pretty Boy for Sheana

Desy Cichika
Chapter #22

Hubungan Terlarang

Ellan menarik Sheana ke pangkuan. Membantu melingkarkan kaki wanita itu ke pinggangnya. Mereka mencium lebih panas, lebih dalam. Tangan Ellan mulai menjelajah, membuka kancing satu per satu.

Saat tubuh mereka tak lagi bisa dipisahkan oleh logika, Ellan mengangkat tubuh Sheana dengan dua kaki yang masih melingkar di pinggang.

Pelan. Penuh rasa. Ellan membawanya masuk ke jok belakang mobil. Dan menutup pintu dunia di luar mereka.

Di sana, untuk pertama kalinya... mereka berhenti menahan diri.

Dalam kabin sempit dan bau kulit sintetis, dunia menghilang. Mereka saling melepaskan diri dari lapisan-lapisan pakaian dan ketakutan yang mereka kenakan terlalu lama.

Ellan mencium setiap inci tubuh Sheana seperti ingin menghapus semua luka yang pernah ditinggalkan oleh diam. Ia menyusuri kulitnya perlahan, seakan membaca puisi dengan lidahnya sendiri.

Dan Sheana... tak lagi bersembunyi. Ia membuka seluruh dirinya, menyerah tanpa ketakutan.

Napas mereka berkejaran. Suara-suara kecil yang tertahan, erangan lembut yang memenuhi ruang sempit itu. Di antara kabut nafas dan kaca yang mulai berembun, mereka saling mengenal dengan cara yang paling jujur.

Bukan sekadar tubuh yang menyatu. Tapi jiwa yang akhirnya... merasa disambut.

Dan ketika semuanya usai, saat napas mereka kembali melambat dan dunia kembali mengetuk lewat suara burung kecil di kejauhan, Ellan menarik Sheana ke pelukannya. Ia menyelimuti tubuhnya dengan jaket yang tadi dilempar asal.

"Kamu masih di sini," bisik Sheana, matanya setengah tertutup.

"Always," jawab Ellan, mengecup keningnya. "Aku nggak akan pergi, Shea."

Dan saat itu, di tengah dunia yang mereka tinggalkan di kejauhan, dua hati yang pernah hancur... menemukan satu sama lain.

Tak sempurna. Tapi cukup untuk membuat mereka lupa pada semua rasa kehilangan.

***

Mobil melaju perlahan menembus sisa kabut yang masih menggantung di udara. Di dalam kabin yang hangat, Sheana bersandar dengan kepala menoleh ke luar jendela, tapi matanya kosong. Dingin dari AC kalah oleh sisa kehangatan ciuman mereka yang belum lama reda.

Sampai akhirnya, Sheana bersuara pelan, hampir seperti bisikan, “Aku nggak mau pulang.”

Ellan melirik cepat. Hening beberapa detik, lalu ia bertanya hati-hati, “Mau aku antar ke mana?”

Sheana tak langsung menjawab. Masih menatap keluar. “Kamu sendiri jarang pulang ke rumah kan?” Matanya lalu bergerak ke arahnya. “Aku pernah dengar... kamu lebih sering tidur di luar daripada balik ke rumah Daddy kamu.”

Ellan mencelos. Tak menyangka Sheana mengingat detail itu. “Aku nggak betah di sana,” jawabnya singkat.

“Kalau gitu...” Sheana menatap lurus ke matanya. “Malam ini aku ikut kamu. Ke tempat yang biasanya kamu nginep.”

Ellan mengerem perlahan, memarkir mobil di bahu jalan sepi. Ia menoleh, menatap Sheana penuh tanya. “Shea... kamu yakin?”

Lihat selengkapnya