Pretty Boy for Sheana

Desy Cichika
Chapter #30

Satu Dosa Lagi

Tangan Ellan menarik Sheana mendekat. Bibir mereka bertemu, pertama hati-hati, lalu semakin dalam. Semua rindu yang ditahan selama ini tumpah begitu saja.

“Shea…” suara Ellan bergetar di sela ciuman. “Aku nggak bisa pura-pura lagi.”

Sheana membalas, sama emosionalnya. Air matanya jatuh, tapi ia tidak berhenti. Justru semakin erat memeluk Ellan.

Mereka terjatuh di sofa, masih dalam pelukan. Napas terengah, tangan saling mencari, ciuman yang tak ada habisnya. Tidak ada yang mereka ucapkan lagi, karena kata-kata sudah tidak cukup.

Sampai akhirnya, suasana berubah. Ciuman jadi lebih intens, pelukan jadi lebih rapat. Ada getaran yang sama-sama mereka kenali — perasaan lama yang akhirnya meledak.

Lampu ruang tamu jadi saksi, ketika mereka melewati batas itu sekali lagi. Bukan dengan amarah, bukan sekadar pelarian. Tapi karena sama-sama tak bisa menahan diri.

Beberapa saat kemudian, Sheana bersandar di dada Ellan. Napas mereka masih berat. Ellan merangkulnya erat, mencium pelipisnya cepat.

“Kamu pasti sembuh habis ini,” bisiknya.

Sheana memukul pelan dada Ellan sambil berdecak. Ellan mencium bibirnya lagi dengan singkat.

Sekali.

Dua kali.

Tiga kali.

Kemudian berdiri, merapikan bajunya. Ia menarik tisu, membantu Sheana membersihkan diri. “Bersihkan. Jangan sampai meninggalkan jejak. Nggak boleh ada yang tahu... kecuali kita berdua,” katanya sambil menyeringai.

“Biar aku bersihkan sendiri, Ellan.” Sheana menyingkirkan tangan Ellan yang bergerak nakal di bawah sana.

Ellan hanya tertawa.

***

Setengah jam kemudian, Ellan kembali ke acara.

Dirga sedang berdiri dengan Alvino di dekat area VIP.

Ellan melangkah masuk dengan napas sudah teratur, rambut dirapikan seadanya. Tapi senyum di wajahnya... tak bisa disembunyikan.

Where the hell were you?” bisik Alvino tajam, begitu Ellan mendekat.

“Udara terlalu pengap di sini. Aku butuh angin.”

Dirga menatapnya lama. Tidak bicara, tapi ekspresinya penuh arti. Seolah tahu, Ellan baru saja datang dari tempat yang tak boleh ia datangi.

Dari sudut ruangan, Mahi berjalan mendekat. “Ell, kamu ngilang ke mana? Aku nyariin kamu dari tadi... ”

Ellan menoleh dan tersenyum. “Nggak ke mana-mana. Deket-deket sini.”

Dan senyumnya... seperti seseorang yang baru saja menemukan nafasnya kembali.

***

“Jangan bilang lo kuda-kudaan lagi sama Pretty Boy itu, Na.”

Kalimat Grace meluncur tanpa aba-aba, seperti peluru yang bikin Sheana hampir keselek teh hangat yang baru saja ia seruput.

Mereka duduk di sudut kecil coffee shop vintage, dikelilingi aroma karamel dan musik slow jazz yang mengalun samar. Tapi tak ada yang bisa menutupi intensitas tatapan Grace malam itu — curiga, haus gosip, dan setengah marah.

Sheana meletakkan cangkir dengan tangan sedikit bergetar.

Lihat selengkapnya