"Aku..." suaranya pecah. "Dulu... pernah hamil."
Ellan mendongak, menatapnya serius.
"Usia lima atau enam bulan," lanjut Sheana. "Tiba-tiba aku sakit parah... dibawa ke rumah sakit..."
Ruangan menjadi sunyi. Hanya ada suara napas mereka.
“Mereka bilang... bayinya nggak bisa diselamatkan.” Tangannya gemetar. “Sejak itu... aku nggak pernah hamil lagi.”
Ellan menatap Sheana lama. Membungkuk, mencium bekas luka itu perlahan, penuh hormat.
“Shea...” bisiknya.
“Aku rusak, Ellan...” suara Sheana hampir tak terdengar.
Ellan menggeleng kuat. “No. Kamu nggak rusak. Kamu... kamu survivor.”
Ellan mengelus pelan bekas luka itu, lalu menciuminya lagi dengan sangat lembut. Seolah menghapus rasa sakit yang lama mengendap.
“Maafin aku nanya,” bisiknya.
Sheana menggeleng, menahan air mata.
“Mungkin,” gumam Ellan, separuh bercanda, “kamu belum hamil lagi karena Dirga yang kurang... rajin.”
Sheana menatapnya dengan tatapan setengah ingin tertawa, setengah ingin menangis.
“Biar aku yang rajin,” tambah Ellan nakal, mencoba meringankan suasana.
Tapi senyum Sheana hanya sebentar. Luka itu masih menggantung berat.
Ellan kembali menunduk, mencium perut Sheana lagi, lama, seolah membisiki luka itu bahwa ia dicintai.
“Kamu tahu,” Ellan mengangkat wajahnya, tersenyum kecil, “Kalau sama aku... mungkin kamu hamil kembar tiga.”
Sheana tertawa kecil di sela air matanya. “Gila.”
“Tapi jujur,” Ellan meraih pipi Sheana, “kalau aku yang ngisi kamu, aku janji... kamu bakal bahagia.”
Sheana menggeleng, senyum getir.
“Kita ini... gila,” bisik Sheana.
Ellan mengangguk. “Dan aku nggak mau waras kalau itu berarti harus kehilangan kamu.”
***
Mereka berguling di ranjang, saling memeluk tanpa kata-kata untuk beberapa saat.
Sampai Ellan bertanya, suaranya berat.
“Shea... mau sampai kapan kita kayak gini?”
Sheana terdiam.
“Aku mau kamu,” bisik Ellan. “Aku mau kita.”
Sheana menarik napas panjang. “Tapi dunia nggak mau kita, Ellan.”
“Aku nggak peduli dunia.”
“Tapi aku peduli.”
“Aku cuma takut kehilangan kamu, Shea. Kehilangan kamu... kayak mati dua kali buat aku.”
Sheana menggeleng, air matanya jatuh.
“Kamu terlalu sempurna, Ellan... buat seseorang kayak aku.”
Ellan menatapnya lama, sebelum akhirnya bicara.