Grace memperhatikan mereka dengan cermat.
"You two are so obvious, tau nggak?"
Sheana pura-pura sibuk mengaduk kopinya lagi.
Grace berdeham keras, sok serius. "Tapi gue salut. Chemistry lo berdua kayak microwave. Panas tanpa suara."
Ellan tertawa renyah, suara rendahnya menggema di antara dentingan cangkir.
Dari kaca, Mahi masih sibuk antre.
Grace menyilangkan tangan di dada. "Dan si cewek kecil itu...," lirihnya, menoleh ke dalam. "Fix bakal jadi korban cinta terlarang paling polos sedunia."
Sheana meremas gelas kopinya erat-erat.
Ellan melihat ekspresi Sheana dan otomatis menurunkan suaranya.
"Shea," bisiknya, "nggak usah ngerasa bersalah. Aku yang pilih kamu. My choice. My risk."
Sheana mengangkat matanya, bertemu tatapan cokelat gelap itu.
Ada badai di sana. Ada kekacauan. Tapi juga ada ketulusan yang bikin napasnya tercekat.
"Kamu tahu," bisik Ellan lebih dekat, hampir menyentuh bibir Sheana, "even sekarang... aku pengen culik kamu."
Sheana membelalakkan mata, buru-buru mundur sedikit.
Grace mendecak. "Ya ampun, lo berdua—"
Mahi kembali dengan dua gelas kopi di tangan.
Seketika itu, Ellan dan Sheana kembali pasang wajah polos kayak malaikat.
"Maaf lama," kata Mahi sambil duduk. "Antriannya panjang."
"Nggak apa-apa," sahut Sheana cepat.
Grace langsung berdiri. "Gue ngelatih lutut dulu ah, pegel."
Sheana pun bangkit pelan.
"Thank you, Mahi. Senang ketemu kamu."
Mahi tersenyum manis. "Aku juga, Mbak. Semoga bisa ketemu lagi."
Ellan berdiri terakhir, matanya tak pernah lepas dari Sheana.
Saat mereka berpamitan, Sheana bisa merasakan panas dari tatapannya... seperti sentuhan fisik tak kasat mata.
Begitu Sheana dan Grace menjauh, Ellan langsung membuka HP-nya.
Chat untuk Sheana:
You have no idea how bad I want to kiss you back there. Miss you already, Tante cantikku."
Sheana membaca pesan itu di tengah jalan, sambil berusaha menahan senyum idiotnya.