Wajah yang tadi siang cemberut di kantor, sekarang tampak kusut... dan rindu.
“Shea…” suara Ellan berat. “Aku beneran udah mau naik pager barusan.”
Sheana tertawa kecil. “Kamu udah gila, Ell.”
Ellan bersandar ke jok, meletakkan buket camilan di pangkuannya. “Kalau aku naik pager terus jatuh... kamu bakal turun?”
Sheana berpura-pura berpikir. “Kalau kamu jatuhnya elegan, mungkin.”
Mereka tertawa kecil. Tapi kemudian hening lagi. Tatapan mereka saling bertaut di layar.
“Besok kita ketemu?” tanya Sheana pelan.
“Kalau kamu mau,” jawab Ellan, lebih pelan lagi. “Tapi kali ini... jangan senyum ke dia kayak tadi.”
Sheana menunduk. “Dirga nyentuh aku... karena dia suami aku.”
“Tapi kamu diem.”
Ellan menatap layar. “Kamu nggak dorong dia. Kamu nggak... lihat aku.”
Sheana mengangkat wajahnya. “Tapi malam ini aku lihat kamu. Dan cuma kamu.”
Ellan memejamkan mata sebentar, lalu membuka lagi. “Cium layar. Sekarang.”
Sheana mengerutkan alis. “Apa?”
“Cium layar. Please. Biar aku bisa tidur.”
Sheana menghela napas. Lalu mendekat. Menempelkan bibirnya ke kamera depan.
“Done,” bisiknya.
Ellan tersenyum. Tapi air matanya nyaris turun. “Thanks. I’ll dream of that tonight.”
Sheana menyandarkan diri ke bantal. “Good night, Ellan.”
“Good night, Sheana... my mistake I can’t stop choosing.”
***
Dirga berdiri di depan jendela besar ruang kerja pribadinya. Jaket tipis masih melekat di bahu, satu tangan menggenggam cangkir kopi, yang sejak tadi tak disentuh.
Di belakangnya, suara TV menyala pelan. Berita pagi, laporan pasar, analisis ekonomi. Tapi tak satu pun yang benar-benar dia dengarkan.
Yang ada hanya satu bayangan.
Sheana.
Istrinya.
Yang belakangan ini... terasa makin jauh.
Ia mendengar langkah pelan dari arah dapur. Lalu suara sendok mengaduk teh, dan Sheana masuk ke ruang kerja tanpa bicara. Duduk di sofa. Membuka tablet. Seolah semua baik-baik saja.
Dirga mengamati dari sudut matanya. Cara Sheana menyentuh layarnya. Terlalu pelan. Terlalu hati-hati. Seolah sedang menahan sesuatu.
“Aku lihat kamu nggak tidur malam tadi,” ucap Dirga tanpa menoleh.
Sheana mengangguk pelan. “Kebangun sebentar.”
“Kebangun... atau nunggu seseorang balas chat?”
Sheana mendongak cepat. “Maksudmu?”
Dirga menoleh sekarang. Tatapannya datar. Tapi tajam.