Pretty Boy for Sheana

Desy Cichika
Chapter #52

Kita, di Dunia Tanpa Saksi

Pelipis Sheana basah oleh keringat dingin. Napasnya tak teratur.

Dirga... pikirnya samar. Kamu satu-satunya yang tahu ini semua.

Tapi tak mungkin ia menghubunginya sekarang. Tidak saat ia sudah lari jauh dan memilih hidup dengan napasnya sendiri, meski pendek dan nyeri.

Beberapa menit kemudian, rasa sakit itu mulai surut perlahan. Seperti gelombang yang tertarik mundur oleh pasang. Ia terkulai di atas ranjang, wajahnya masih pucat tapi tidak seputih tadi. Matanya mengarah ke langit-langit, kosong, namun tenang. Sejenak.

Pintu terbuka.

“Aku balik!” teriak Ellan sambil membawa kantong plastik. Suaranya cerah, langkahnya ringan.

Sheana buru-buru bangun duduk, mengelap keringat di pelipis dengan tangan dan menarik selimut ke atas tubuhnya.

“Kamu kelihatan capek banget,” ujar Ellan sambil mendekat dan meletakkan makanan di meja kecil. Ia mencium pipi Sheana, lalu duduk di samping ranjang.

“Iya... kayaknya masuk angin, deh. Aku cuma mau tidur bentar sebelum makan.”

“Hm.” Ellan menatap wajah Sheana, seolah ingin mencari kebohongan di sana. Tapi Sheana tersenyum, dan ia memilih percaya.

Ia membaringkan diri di sebelah Sheana dan meraih tubuh perempuan itu ke pelukannya. Sheana menyelipkan kepala di dada Ellan, mendengar detak jantung cowok itu yang stabil dan hangat.

“Kamu sempetin mandi?”

“Iya dong. Harus wangi kalau mau makan sama pacarku.”

Sheana tertawa pelan. “Pacar ya sekarang?”

“Well, what else should I call you? My wife? My runaway bride?” Ellan menggoda, tangannya mengusap pinggang Sheana di atas selimut.

“Your headache, mungkin.”

“Kamu sakit kepala?” Ellan sedikit panik.

“Nggak. Aku your headache. Yang bikin kamu bingung, kesel, tapi tetep kamu peluk.”

Ellan tertawa, mengangkat dagu Sheana dan menciumnya singkat. “You’re more like... my addiction.”

Sheana tersenyum tipis, tapi hatinya masih terasa berat. Ia ingin bicara—tentang pil itu, tentang rasa nyeri yang datang sejak kehilangan bayi. Tapi bagaimana kalau dia terlihat lemah? Bagaimana kalau Ellan panik?

“Besok kita beli obat maag, ya?” ucap Sheana, menghindari pembicaraan.

“Kenapa?”

“Perutku suka sakit kalau telat makan.”

“Kamu harus jujur soal kesehatan, you know. Aku bisa panik nanti.”

“Tenang, aku nggak bakal mati sekarang kok. Nanti aja... kalau kamu udah sukses dan famous, biar dramatis.”

“Stop. Jangan ngomong gitu.”

Mereka terdiam sejenak. Ellan memeluk Sheana lebih erat, mencium keningnya, seakan bisa mentransfer ketakutannya agar perempuan itu tahu... ia tak mau kehilangan.

Sheana memejamkan mata. Aku juga takut kehilangan kamu, Ellan.

Lihat selengkapnya