Pretty Boy for Sheana

Desy Cichika
Chapter #53

Keinginan Terpendam

Mereka saling menantang. Tapi jarak di antara mereka sudah terlalu dekat untuk mempertahankan ego masing-masing.

Ellan menarik Sheana ke arahnya, menggiringnya perlahan hingga tubuh mereka nyaris tak berjarak. Napas keduanya berpadu, membentuk ritme yang sulit dibedakan mana milik siapa.

"Aku nggak pernah ngelakuin ini dengan siapa pun kayak aku sama kamu, Ell."

"Aku tahu. Aku juga nggak pernah begini sama siapa pun."

Mereka bertemu dalam ciuman—lama, dalam, dan penuh arti. Setiap gerakan seperti percakapan tanpa kata. Dunia di luar kamar itu lenyap. Yang tersisa hanya dua hati yang berusaha saling memahami lewat keheningan yang bernafas.

“Shea…” bisik Ellan dengan suara yang nyaris parau. “Let me take care of you tonight.”

You better do it right.”

Sheana tersenyum kecil, menggoda. Sentuhan-sentuhan mereka berganti menjadi pelukan yang makin erat. Kelembutan berubah jadi kehangatan, lalu menjadi sesuatu yang lebih dalam dari sekadar fisik—seolah keduanya sedang berusaha saling menyembuhkan luka yang tak pernah bisa diobati kata-kata.

Saat Sheana menyandarkan wajah di bahu Ellan, matanya memejam. Napas mereka berat, tapi tenang. Ada rasa percaya di sana, ada penerimaan, ada cinta yang lahir tanpa aturan.

"Kalau kamu terusin kayak gini, aku nggak akan pernah bisa ninggalin kamu," bisik Sheana.

"Then don’t."

Malam itu terasa panjang. Bukan karena gairah, tapi karena kedekatan yang tak ingin mereka lepaskan. Tawa kecil sesekali terdengar di antara desahan pelan, seolah mereka berusaha menertawakan betapa gila perasaan ini.

Dan ketika akhirnya semuanya tenang, Sheana terbaring di atas dada Ellan. Tangannya menggambar pola tak jelas di kulit pria itu, menikmati kehangatan yang menenangkan.

“Kamu nyebelin banget,” katanya lirih.

But I’m irresistible.”

“Bangsat.”

Ellan tertawa kecil, lalu membelai rambutnya. Sheana mencium pundak pria itu pelan dan berbisik,

“Kamu bikin aku merasa hidup.”

Ellan mengecup keningnya lembut. “Karena kamu adalah hidupku.”

***

Suara malam perlahan mengalahkan denting detak jam dinding. Di kamar sempit dengan lampu temaram dan aroma cucian yang belum selesai, dua tubuh saling melingkar di bawah selimut tipis. Nafas mereka sudah tenang. Tapi dunia dalam kepala masing-masing justru mulai gaduh.

Ellan memeluk Sheana dari belakang. Tangannya menjadi alas kepala wanita itu. Hidungnya menyentuh leher Sheana, menarik dalam-dalam aroma kulit yang belum sempat benar-benar bersih, tapi tetap bikin ketagihan.

Lihat selengkapnya