Pretty Boy for Sheana

Desy Cichika
Chapter #58

Terpaksa Menyerah

“Aku... ahh... perutku,” desis Sheana dengan suara hampir tak terdengar. “Sakit banget...”

Ellan langsung duduk, menyibak selimut. Tubuh mereka masih polos sejak hubungan intim kedua semalam. Tapi sekarang bukan itu yang penting. Ia panik.

“Shea, kamu sakit di mana? Hey, lihat aku.”

Sheana menggigit bibirnya, matanya mengabur. “Perutku... sebelah kanan... seperti ditusuk-tusuk. Panas... nyeri banget... Aku... suka begini sejak... kehilangan bayi itu dulu.”

Jantung Ellan seperti diremas. “Karena... kehamilan terakhir itu?”

Sheana mengangguk sangat pelan, lalu tiba-tiba tubuhnya menegang dan dia mengerang lebih keras. “Ahhh... sakit banget, Ellan... aku kayak mau mati...”

Ellan tak tahu harus berbuat apa. Ia menggenggam tangan Sheana yang dingin. Keringat membasahi dahinya.

“Shea, kita ke rumah sakit sekarang, ya? Aku bantu pakai baju, kita naik taksi atau apa pun, ayo...”

Sheana menggeleng lemah. “Nggak... nggak bisa... Percuma, Ell...”

“Apa maksud kamu, percuma?”

Dengan napas terputus-putus, Sheana berusaha bicara. “Dokter... mereka nggak akan tahu harus ngapain... Mereka butuh riwayat penyakitku... Semua dipegang Dirga. Dia... dia yang selalu simpan semua itu... Obatku... cuma dia yang tahu beli di mana... dan itu pun dipesan khusus... Nggak ada di apotek biasa...”

Ellan terpaku. Tubuhnya gemetar. “Are you serious...?”

Sheana mengangguk. Lalu tiba-tiba tubuhnya kejang sebentar, dan ia menjerit kecil. Tangannya mencengkeram lengan Ellan sekuat tenaga. “Ellan... please... aku takut... Aku... kayak mau mati...”

“Shit...!” Ellan memeluk Sheana erat-erat. Ia menangis. Air matanya jatuh ke leher Sheana yang basah oleh keringat. “Tolong jangan mati... please... please, jangan kayak gini... don’t leave me...”

Sheana tak menjawab. Matanya tertutup. Napasnya pendek, nyaris tak terdengar.

“Shea! Hey! Bangun! Dengar aku! Please, wake up! Hey!”

Beberapa detik berlalu seperti mimpi buruk. Lalu Sheana mengerang pelan dan membuka mata lagi. Ia menangis kali ini, menatap Ellan penuh putus asa.

“Ellan... Telepon Dirga. Cuma dia yang tahu obatnya. Aku udah nggak tahan...”

Dada Ellan seperti ditusuk. Ia menatap wajah Sheana lama sekali. Lalu menunduk. Rahangnya mengeras. Dalam kepalanya, ia tahu. Sekali ia telepon Dirga, semuanya akan berakhir. Mereka akan ditemukan. Akan dipisahkan. Dirga akan datang dan membawa Sheana pergi. Tapi...

Ellan menatap wajah perempuan itu. Perempuan yang telah membuat ia merasakan cinta untuk pertama kalinya. Perempuan yang ia tahu tak bisa ia selamatkan dengan tenaga sendiri.

“Goddamn it...!” bisiknya lirih. Dengan tangan gemetar, ia meraih ponsel yang dilempar sembarangan di atas kursi tadi malam. Ia membuka daftar kontak.

Jari-jarinya ragu, sempat berhenti di udara.

“Shea... aku...”

“Ellan... please...”

Lihat selengkapnya