Setelah Sheana menelan kapsul terakhir, Dirga menyeka peluh di dahi Sheana, lalu mencium rambutnya sebentar. “Kita ke rumah sakit sekarang, untuk perawatan lebih lanjut.”
“Aku... nggak bisa jalan,” lirih Sheana.
Dirga hanya mengangguk. Ia bangkit perlahan, mengambil dress tipis Sheana yang tergeletak di lantai. Lalu membungkus tubuh Sheana yang hanya diselimuti kain tipis.
Lengan Dirga menyusup di bawah tubuh Sheana. Dalam sekali angkat, ia menggendong perempuan itu dengan kokoh, seolah tubuhnya tak selemah yang Ellan pikirkan. Seolah ia sudah terbiasa melakukannya.
Saat berjalan melewati Ellan, mata Sheana sempat terbuka kembali. Pandangan mereka bertemu.
Dan di sana, ada segalanya.
Tangis yang belum jatuh. Cinta yang belum selesai. Penyesalan. Ketakutan. Dan pasrah.
Lalu Sheana berkata lirih, “Ellan... ”
Mata Ellan berkaca-kaca. Ia tak mampu berkata apa-apa.
Beberapa detik kemudian, suara mesin mobil terdengar dari luar rumah. Ellan ikut keluar, tubuhnya lunglai.
Dua mobil berhenti di depan rumah kecil itu. Salah satunya sedan hitam elegan, dan satunya lagi SUV besar.
Pintu sedan terbuka lebih dulu. Alvino keluar, wajah dingin dan mata menatap langsung ke arah Ellan. Di belakangnya, Mahi turun, matanya melebar saat melihat Sheana dalam gendongan Dirga.
Lalu dari SUV, empat pria berjas hitam turun dengan cepat. Wajah mereka tanpa ekspresi, tapi langkah mereka terlatih. Tegas dan langsung menuju Ellan.
Ellan mundur satu langkah. Nafasnya tercekat. “No…”
“Ellan,” suara Alvino pelan, namun tajam. “Kamu pulang.”
“Tunggu—”
“Bawa dia.” Alvino menoleh pada salah satu pria.
Empat orang itu bergerak cepat, tapi tidak kasar. Mereka mengepung Ellan, bukan dengan kekerasan, tapi cukup untuk membuatnya tak punya ruang kabur.
Mahi menatap Ellan dengan ekspresi iba, tapi tidak berkata apa pun. Ia hanya berdiri di belakang Alvino, sambil menggigit bibir.
Ellan menatap Sheana yang masih dalam pelukan Dirga. Mobil Dirga sudah siap. Pintu belakang dibuka, Dirga masuk ke dalam dengan Sheana di pangkuannya.
Dan begitu pintu tertutup…
Rasanya seperti dunia ikut mengunci.
Ellan memejamkan mata.
Tangannya mengepal. Dada terasa hampa.
Ia sudah tahu ini akan terjadi. Tapi tahu dan melihat itu dua hal yang berbeda.
Sheana pergi. Bersama suaminya.
Dan dia?
Tak bisa melakukan apa-apa. Karena dia bukan siapa-siapa.