Pretty Boy for Sheana

Desy Cichika
Chapter #67

Dijaga, Tapi Dihancurkan

Setengah jam kemudian, bel apartemen berbunyi.

Grace membuka pintu setengah. Dirga berdiri di baliknya, membawa satu paper bag putih.

Mata pria itu sembab. Kancing bajunya terbuka satu, seperti tadi sempat terburu-buru. Tangannya sedikit gemetar saat memegang tas kecil itu.

“Give me the bag,” ujar Grace dingin.

Dirga berusaha mengintip ke dalam apartemen Grace lewat celah pintu. “Dia di dalam?”

Grace menjawab datar. “She’s sleeping. Or pretending to sleep. You broke her, Dirga.”

“Gimana keadaannya?” bisik Dirga.

Grace tak langsung menjawab. Ia menatap wajah lelaki itu dalam-dalam, lalu menghela napas.

“She’s not speaking, not eating, not moving. You did that to her, Dirga. Dan lo pikir obat bisa menyembuhkan semua itu?”

Dirga mengalihkan pandangan. Matanya memerah. “Aku nggak berniat nyakitin dia, Grace.”

“Then why the hell you keep doing it?”

Grace mengambil tas itu dari tangan Dirga dengan sedikit kasar, lalu menahan pintu dengan sikunya.

“Kalau dia... kalau dia butuh apa-apa—”

Grace memotong ucapan Dirga. “I’m here. You’re not.”

Dirga bisa merasakan intensitas ketidaksukaan Grace padanya. Tapi ia tak bisa protes.

“Grace... jagain dia ya.”

Grace menjawab datar. Muak. “Gue udah lakuin itu since long before you showed up. Now go. Biarkan dia bernapas tanpa harus memikul beban dari kesalahan yang lo buat.”

Dirga tampak ingin mengatakan sesuatu, namun Grace cepat menyambar dengan kalimat lain yang nyelekit.

“Dan lo juga harus inget,” Grace menatap tajam, “lo yang jadi alasan dia ada di sini. You broke her. Piece by piece.”

Dirga hanya menunduk. Jemarinya mengepal di sisi tubuh.

“Thanks, Grace…”

Pintu ditutup perlahan. Dirga berdiri mematung di depan pintu yang tak lagi terbuka, membiarkan napasnya tercekat dalam dada.

Tak ada suara. Tak ada langkah Sheana. Hanya keheningan yang menusuk.

Di dalam, Grace meletakkan tas obat itu di atas meja dapur.

Lalu melangkah masuk ke kamar.

Sheana masih di sana. Duduk di lantai, bersandar pada sisi ranjang sambil memeluk lutut. Matanya menatap jendela malam yang pekat.

Tidak menangis. Tidak bicara. Hanya mengalirkan air mata tanpa suara.

Grace duduk di sampingnya, pelan. Ia menyandarkan bahu ke sisi ranjang, membiarkan keheningan itu tetap tinggal.

Lihat selengkapnya