Pretty Boy for Sheana

Desy Cichika
Chapter #77

Retak Seketika

Ellan menggeleng. “Nggak tahu. Aku bahkan nggak tahu siapa diriku sekarang. Tapi yang pasti... aku nggak bisa lanjut kayak gini.”

“Kamu mau kita cerai?” Mahi menatapnya lurus. Suaranya stabil. Luka yang terlalu dalam sudah tak bisa lagi didramatisasi.

Ellan menatapnya. “Kalau kamu siap... aku akan bicara dengan Daddy. Dan... aku akan bertanggung jawab sepenuhnya.”

Mahi mengambil napas panjang. “Besok. Kita urus besok. Malam ini... aku mau pulang ke rumah orang tuaku.”

Ia mengambil tas kecilnya. Mengenakan jubah.

“Terima kasih sudah jujur,” ucapnya. “Aku nggak ingin bertahan di tempat di mana aku selalu dibandingkan dengan perempuan yang nggak pernah bisa aku gantikan.”

Mahi melangkah keluar. Tak ada kata pamit. Hanya pintu yang tertutup... dan keheningan yang kembali datang.

Ellan berjalan ke meja. Melepas cincin pernikahan, meletakkannya pelan. Cincin itu bergulir, lalu berhenti. Seperti hatinya.

***

Malam itu, setelah ia mengantar Sheana ke apartemen Grace, Dirga kembali ke rumah yang kini terasa semakin hampa. Sunyi. Terlalu sunyi. Suara langkahnya sendiri bergema di lantai, seolah itu satu-satunya yang tersisa.

Ia berjalan ke ruang kerjanya. Lampu-lampu sudah dimatikan, hanya menyisakan keremangan dari cahaya kota di luar. Dirga menyalakan komputer. Layar menyala, memantulkan wajah lelahnya. Dengan jemari gemetar, ia membuka sebuah folder tersembunyi. Folder yang sudah lama ia sembunyikan, berisi rekaman-rekaman dari CCTV rumah yang ia pasang diam-diam.

Rekaman video yang paling menyakitkan muncul di sana. Tanggalnya sudah lama. Wajah Ellan dan Sheana, terlalu dekat, terlalu intim, terekam jelas di ruang tamu. Setiap sentuhan, setiap ciuman yang dicuri, semua gairah yang tak pernah ia dapatkan dari istrinya sendiri. Dirga menatap layar kosong lama, ingatannya berputar, memutar kembali rasa sakit dan pengkhianatan itu.

Bukan, ia tidak pernah membenci Sheana. Ia hanya tidak tahu bagaimana caranya menghentikan semua ini.

Ia menarik napas dalam.

"Na... kalau kamu bisa lihat isi kepalaku sekarang," bisiknya lirih, suaranya nyaris tak terdengar, hanya untuk dirinya sendiri. "Kamu akan tahu... aku nggak pernah benci kamu. Aku cuma benci diriku sendiri karena gagal menjaga kamu. Gagal membuatmu bahagia."

Jemari Dirga bergerak. Ia memilih semua file video itu. Video-video yang pernah menjadi bukti sakit hatinya. Video yang pernah membuatnya tak bisa tidur nyenyak setiap malam.

Klik. Delete.

Kotak dialog "Are you sure you want to permanently delete these items?" muncul.

Ia menatapnya. Tanpa ragu.

Klik. Yes.

Video-video itu lenyap. Tanpa backup. Tanpa jejak.

Lihat selengkapnya