Pretty Boy for Sheana

Desy Cichika
Chapter #90

Posesif Level CEO

Pak Aditya yang juga melihat Sheana langsung menyapa, "Bu Sheana! Mau pulang ya?"

​Sheana menoleh, senyumnya cerah. "Iya, Pak Adit. Sudah waktunya."

​Tapi begitu matanya menangkap Ellan—senyum itu langsung hilang. Digantikan kecanggungan yang mematikan. Sheana hanya mengangguk sopan ke arah Ellan, lalu buru-buru memutar gas.

​Ellan tidak bergerak sampai motor itu menghilang di balik tikungan.

​Ia menoleh ke Pak Aditya, matanya menuntut jawaban.

​“Bu Sheana… bisa naik motor?” tanya Ellan, suaranya pelan dan tidak percaya.

​Pak Aditya tertawa, bangga. “Wah, Pak Ellan belum tahu! Bu Sheana ini bukan cuma bisa. Tapi jago! Lebih lincah dari staf cowok kita kalau di jalanan becek begini, Pak. Jalan tanah kayak bubur di Kalimantan ya memang Bu Sheana yang paling hebat!”

​Kekaguman murni melintas di wajah Ellan. Dulu Sheana takut naik motor, dan hanya bisa memeluknya erat sambil memejamkan mata. Sekarang, dia jadi pemotor andal.

​“Dia… kenapa pulang cepat?” tanya Ellan lagi.

​“Oh, Bu Sheana ada kegiatan lain, Pak. Dia ngajar anak-anak daerah sini kalau sore. Gratis. Sudah setahun ini, Pak. Makanya datang paling pagi.”

​Ellan terdiam. Ia ingat. Sheana pernah bilang ingin jadi guru yang mengajar anak-anak di pedalaman.

​Akhirnya, dia mewujudkan keinginannya. Ellan tersenyum kecil di dalam hati. Sekarang, tinggal ia yang mewujudkan keinginannya.

​Permainan bola dilanjutkan. Pak Aditya mengambil bola dan menggiringnya santai. Pembahasan masih berlanjut.

​“Bu Sheana itu, Pak, memang perempuan paling komplet di sini. Cantik, pintar, mandiri…” Pak Aditya menghela napas. “Sayang, statusnya janda. Tapi justru karena itu... malah banyak yang deketin.”

​Ellan yang baru mau menendang, tiba-tiba menegang.

Ia menoleh pelan.

Sangat pelan.

Bahaya.

​“Oh ya?” suaranya datar.

“Iya, Pak. Bahkan saya juga sebenarnya suka sama beliau…” Pak Aditya tertawa kecil. “Pelan-pelan lah deketinnya. Perempuan udah lama menjanda kan biasanya—”

Ellan berhenti bernapas.

Pak Aditya lanjut tanpa dosa.

“—kalau disentuh dikit juga nggak nolak. Hahaha.”

​Seketika, aura Ellan berubah. Dari yang santai, kembali ke CEO yang dingin—bahkan lebih buruk.

​Ellan menendang bola. Keras. Mengarah tepat ke arah Pak Aditya.

Pak Aditya sampai bingung menangkapnya. “Eh… heh? Wah, semangat banget Pak Ellan mainnya ni—”

DUAAK.

Ellan kirim bola kedua. Lebih kencang.

“Wuoh—! Pak—haha—boleh yang pelan dikit—”

Ellan pura-pura tersenyum kecil.

“Maaf. Kepleset.”

Tapi matanya kosong.

Dingin.

Hitam.

Staf lain mulai ngeliatin Ellan. Ada yang saling pandang. Ada yang ngerasa hawa berubah.

Tapi Pak Aditya??

Masih belum sadar nyawanya bakal melayang.

“Pak Ellan ini atlet banget! Ayo Pak! Lagi! Lagi!”

Lihat selengkapnya