Pretty Girls Only

Babrielle
Chapter #3

Chapter 3: Maba

Ternyata, sekeras apa pun aku mencoba menghentikan waktu—mengurung diri di kamar, menonton ribuan episode One Piece, tidur sepanjang hari dan bangun sepanjang malam—dunia tetap berjalan terus, tanpa menungguku.

Aku lulus. Mendaftar kuliah. Diterima di universitas yang kuinginkan. Dan hari ini, resmi jadi seorang mahasiswa baru, meskipun jauh di dalam hatiku, sebenarnya aku merasa sama sekali belum siap. 

[Cie, maba. Semangat ospeknya!] pesan dari Anggi muncul di atas layarku.

Gila, dia ikut bangun pagi-pagi sekali hanya untuk menyemangatiku? Pasti karena semalam aku terus mengatakan padanya lewat chat, bahwa aku sangat takut tentang apa yang akan terjadi saat ospek hari ini.

Ya, persahabatan kami masih terus berlanjut meskipun kami sudah berada di lingkungan yang berbeda sekarang. Anggi sudah mulai bekerja, sudah mulai memiliki penghasilan sendiri, juga sudah me-retouch alisku di salon milik tantenya yang tempatnya jauh lebih proper dari sulam alis ku pertama kali. alisku sudah terlihat lebih manusiawi dan pada akhirnya, semua baik-baik saja. 

Aku menggedor-gedor pintu yang memiliki tanda berwarna pink bertuliskan ‘PRETTY GIRLS ONLY’ menggantung di gagang pintunya. 

“PRISCHILLA!!!” Teriakku.

Tidak mendapat jawaban, aku pun membuka pintu itu tanpa izin dan langsung memasuki ruangan serba pink-ungu yang kini dipenuhi Lagu Obsessed - Mariah Carey dalam volume begitu keras sampai memekakkan telinga. Aku mendatangi pusat suara itu; kamar mandi. Orang ini masih mandi?! Dia kan sudah janji akan mengantarku ke kampus hari ini!

“PRISCHILLA!!” teriakku sekali lagi, kini menggedor pintu kamar mandinya. 

“Apa sih?!” sahutnya dari dalam, suaranya bercampur suara shower. “Lima menit lagi gue keluar!”

Aku melirik jam tangan. "Lima menit lagi, terus abis itu make up berapa lama?! Kalo nanti jalanan macet, bisa-bisa gue telat!"

Prischilla mematikan musiknya dan menyaut dari dalam, "Sabar dong! Lo pikir hari pertama kuliah lo itu tentang lo doang? Gue juga mau keliatan kece pas nyampe kampus lo, kalo nanti ada dosen ganteng, gimana?"

Aku mendengus kesal, tapi akhirnya menyerah dan memilih duduk manis di kursi rias kamarnya. 

Ya, pernikahan Prischilla batal. Kata Prischilla sih, alasannya karena dia tidak yakin cowok itu soulmate-nya. Cowok itu sampai ke rumah beberapa kali untuk meyakinkan dia agar tidak membatalkan pernikahan, memohon-mohon, mengirim banyak sekali hadiah. Tapi Prischilla kekeuh bahwa keputusannya sudah bulat, pernikahan mereka b-a-t-a-l. Kalau menurutku sih, itu commitment issues nya Prischilla aja yang keterlaluan. Dari dulu emang dia lebih suka gonta-ganti ‘mainan’ daripada settle down. Apapun alasan sebenarnya, apes-nya di aku, yang masih harus berhadapan dengan setan ini setiap hari di rumah.

Aku menunggu Prischilla mandi sambil mengetuk-ngetukkan ujung jari di sandaran, bosan mulai merayap. Mataku pun beralih ke cermin kamar Prischilla yang jauh lebih besar dari cermin di kamarku, yang ditempel banyak polaroid dan dikelilingi lampu LED. 

Sekilas, aku hampir tidak mengenali siapa perempuan yang duduk di sana. 

Selama liburan, berat badanku naik sepuluh kilo, dan sekarang aku terlihat ... berisi? Ada lekukan-lekukan baru di pinggang dan pinggulku yang sebelumnya nggak pernah ada. Paha yang sekarang lebih ‘nempel’ waktu aku berdiri. Dan dada—yah, itu naik dua cup tanpa permisi, bikin semua bra lama ku pensiun dini. Ukuran bajuku yang dulu selalu XS, sekarang naik jadi M, itu pun gak semua M bisa muat, tergantung cutting-nya. Ini semua efek liburan yang cuma diisi rebahan, ngemil, makan, ngemil lagi, makan lagi, dan binge-watch anime sampai subuh setiap hari.

Tanganku merapikan sedikit rambut yang sekarang sudah panjang sedada. Aku belum pergi ke salon langganan untuk mengembalikannya ke potongan bondol, karena aku belum keluar rumah sama sekali selain untuk mengurus kelulusan, pendaftaran kuliah, dan tes masuk. Jadi sekarang rambutku panjang, mirip seperti saat aku kecil, dan jujur, aku lumayan suka.

Aku memiringkan kepala, memperhatikan pantulan wajahku sendiri.

Masih aku, sih.

Tapi bukan aku yang dulu. 

Belum sempat mikir lebih jauh, pintu kamar mandi terbuka. Prischilla selesai mandi tepat lima menit kemudian—ajaib— keluar dengan bathrobe pink gonjreng dan langsung mengusirku dari kamarnya karena dia mau ganti baju. Aku pun menunggu lagi, tapi kini di luar pintunya. Tidak lama, pintu itu kembali terbuka dan menunjukkan Prischilla yang sudah siap dengan penampilan sempurnanya seperti biasa. Rambut hitam yang halus bersinar, riasan tipis namun tepat untuk wajahnya, blouse merah muda, celana jeans biru muda, aksesoris lengkap, juga high heels putih lima senti, membuat keseluruhan look nya kasual namun mewah, pokoknya khas Prischilla banget. 

Setelah menyemprot Prada Candy dari kepala sampai kaki—serius, hampir kayak dia mau mandi parfum—dia tiba-tiba berhenti, melirik aku.

Mata elangnya menyipit, “Dek, lo pake make up, ya?”

Refleks, aku langsung menutup muka dengan tanganku. “Cuma lipstick sama concealer doang, kok!”

“Oh..” Prischilla tertawa kecil, “yaudah, yuk.” ucapnya, menyambar kunci mobil.

Untung saja, jalanan tidak terlalu macet dan kami tidak terlambat sampai ke kampusku. Sampai di parkiran, segera aku memasang atribut ospek– papan nama ukuran A5 yang digantung dengan tali rafia, bertuliskan besar-besar: "CANTIKA AZZANI- KOM 2023." Ada hiasan gambar bunga matahari yang aku tempel malam sebelumnya, sesuai instruksi panitia. “Hiasan bebas, yang penting ceria,’ kata broadcast WA grup. Bunga matahari itu ceria, kan?

Setelah siap, aku melangkah keluar dari mobil Prischilla pelan-pelan, telapak tanganku dingin dan jantungku berdebar tidak karuan. Hari pertama tahun ajaran baru selalu yang terburuk, dan aku tidak tahu akan seburuk apa yang kali ini. Meskipun aku sudah mempersiapkan mentalku sejak semalam, tetap saja aku masih gugup setengah mati.

“Panas banget, dek,” ucap Prischilla yang tiba-tiba sudah ada di sampingku, entah kapan dia keluar dari mobil. Dia mengeluarkan parfum mini dari saku, lalu menyemprotkannya ke badanku, “just in case lo pingsan kepanasan, terus digendong kating, wangi lo harus kayak orang kaya.”

“Ngapain lo turun dari mobil?? Sana balik!”

“Mo beli kopi dulu.” jawabnya cuek.

“Eh- jangan jalan-jalan di kampus gue!”

Dia tidak menggubris, hanya mengatakan “Bye bye~” sambil melambai manis, berjalan menjauh dengan langkah santai seperti model iklan yang mengarah ke kantin kampusku. Setan satu itu….

Sudahlah, terserah dia. Pokoknya, aku harus fokus pada ospek hari ini, aku harus membuat first impression yang baik! Jokes mana yang akan aku keluarkan agar disukai teman-teman baru … Bagaimana caranya aku mengalihkan perhatian mereka dari muka dan namaku yang gak sinkron … Apapun yang terjadi, akan kulakukan yang terbaik!

Pelataran kampus berisi orang-orang dengan penampilan yang sama sepertiku–kemeja putih, bawahan hitam, kalung papan nama– sedang berbaris menunggu ospek dimulai. Ketika aku bergabung, para maba sudah mulai saling berkenalan, kerumunan pun pecah menjadi kelompok-kelompok kecil. Tentu saja, cewek-cewek cantik hanya mau berbicara dengan sesama spesies mereka; yang kulitnya kinclong, rambutnya licin kayak iklan shampo, dan suara ketawanya diatur biar elegan. Baru juga kenalan, mereka sudah muter-muter badan cari angle untuk ambil selfie instagram. Aku cuma merhatiin mereka dari jauh sambil ngebatin, cape deh, geng-gengan sudah dimulai

Lihat selengkapnya