Pretty Thing

clearesta nathania
Chapter #2

Perkenalan

CARA:

"Sudah berapa kali kubilang, kalau kau mau pinjam mobil, beritahu aku satu hari sebelumnya!" ujarku kesal melihat Candy turun dari mobilku tepat jam dua belas malam.

"Pelit sekali sih, aku juga tidak tahu kalau hari ini aku akan pergi, ini undangan dadakan." Candy menyerahkan kunci mobil padaku dan dengan santainya masuk ke dalam rumah, meninggalkanku dan mobilku yang diparkir sembarangan di depan pagar.

"Aku serius, lain kali jika kau tidak memberitahuku, jangan harap aku akan meminjamimu lagi!" seruku.

"Dasar menyebalkan! Aneh! Pelit!" teriak Candy dari dalam rumah.

"Kau bahkan tidak tahu cara parkir!" balasku tidak mau kalah.

Candy tidak menjawab lagi dan kuputuskan untuk memasukkan mobilku ke dalam garasi sebelum keesokan harinya aku menangis darah karena sedan antik Peugeot kesayanganku dicuri.

"Menyebalkan, aneh, dan pelit?" gerutuku. "Ya, beruntung sekali aku dilahirkan seperti itu."

"Menurutku kau tidak begitu."

Aku melompat terkejut dan menoleh ke asal suara.

Ley.

"Apa?" aku mengerutkan kening tidak mengerti. Tidak mengerti apa yang dikatakannya dan tidak mengerti kenapa tiba-tiba dia ada di sini. Di depan garasi rumahku.

Ley tersenyum mengamati wajahku yang kebingungan. "Aku kebetulan lewat dan tidak sengaja mendengar kalian bertengkar."

"Ohh.." hanya itu yang bisa kukatakan. Aku mengamati Ley yang mengenakan jaket tipis, celana jeans, dan sepatu olahraga di malam yang menjelang pagi ini. Apa tidak salah? Aku jadi merasa salah kostum dengan piyama Mickey Mouse kebesaran yang kukenakan.

"Kukira kau tidak menyukaiku, sama seperti Ian."

"Hah?"

"Kemarin lusa saat makan malam, kau tidak bicara padaku."

"Oh? Aku hanya tidak pandai bersosialisasi, atau mungkin aku memang aneh seperti yang Candy bilang." aku mencoba bergurau, tapi wajah Ley berubah serius. Aku langsung menambahkan, "Aku tidak bermaksud menghiraukanmu, hanya saja masakan Sarah kemarin sangat enak. Senang berkenalan denganmu, Ley."

Melihat uluran tanganku, Ley tersenyum dan menjabat tanganku dengan semangat. "Senang berkenalan denganmu, Cara. Sampai ketemu besok di sekolah."

"Sekolah?"

"Kau tidak tahu? Aku akan masuk di sekolah yang sama denganmu dan Candy."

"Oh ya?" aku tidak tahu harus berkata apa. Bukannya aku tidak senang, tapi..

Ley mengangguk. "Dan Cara, sungguh, menurutku kau tidak aneh." lanjutnya sambil tersenyum memamerkan kedua lesung pipinya. Detik berikutnya, dia melambaikan tangan dan berlari ke rumah Ian.

Aku hanya bisa berdiri terpaku menatap punggungnya dan mendengus kecil. Ya, memang sekarang dia tidak berpikir begitu. Tunggu saja sampai dia masuk sekolah dan melihat sendiri bagaimana semua orang menjulukiku aneh. Dia pasti tidak akan mengajakku ngobrol seperti sekarang dan lambat laun menjauhiku seperti anak-anak lain. Seperti Ian. Ian juga melakukan hal yang sama padaku. Ian berpikir aku aneh.

Satu lagi, Ley harus berhenti tersenyum seperti itu. Tidak ada yang pernah tersenyum sehangat itu padaku, berkali-kali.

***

Seragam sekolahku kebesaran. Entah tubuhku yang mengurus atau memang seragamku sudah usang. Kuputuskan untuk tidak ambil pusing dan segera menyisir rapi rambutku yang sudah mulai panjang dan tidak berbentuk.

Aku masuk ke dapur untuk menyantap semangkuk sereal, dan saat aku membuka kulkas untuk mengambil susu, aku mendengar suara tawa dari ruang tamu. Ini aneh, di rumahku jarang terdengar suara tawa. Yang sering adalah suara false Candy ketika berkaraoke ria.

"Kau lucu sekali! Aku tidak bisa berhenti tertawa! Aduh.. Perutku sampai sakit."

Aku mendengar Candy berbicara pada seseorang sehingga kuputuskan untuk mengintip. Ah, lagi-lagi Ley.

"Oh, Cara! Ley akan masuk di sekolah yang sama dengan kita." ujar Candy saat melihatku muncul.

Aku hanya mengangguk-angguk. Sekolahku dan Candy sekolah internasional, cocok untuk Ley. Di sekolah kami ada lumayan banyak bule dan murid yang blasteran.

"Ehm," Alex, ayahku berdeham sambil menatapku. Bukan hanya Ley dan Candy, ayah dan ibuku juga ada di ruang tamu. "Mulai sekarang Ley akan berangkat bersama kalian, dia masih baru dan butuh banyak bantuan."

Ley mengalihkan pandangannya padaku dan tersenyum. Duh.

"Tidak masalah." jawabku dan setelah berpamitan pada kedua orangtuaku, aku berangkat bersama Candy dan Ley. Candy seperti biasa duduk di bangku depan sedanku dan Ley di belakang.

"Apa tidak salah kau memakai jaket? Cuaca di sini sangat panas." Candy berkata pada Ley.

Aku melirik Ley dari kaca spion depan. Kalau dipikir-pikir lagi, aku selalu melihat Ley berpakaian serba tertutup. Kalau tidak mengenakan jaket, dia pasti mengenakan baju yang sama panjang dan sama tebalnya dengan jaket. Apa cuaca di Polandia dingin? Mungkin setelah ini aku harus mencari informasi di Google.

"Hmm, aku tidak suka terbakar matahari."

Alasan macam apa itu? Apa dia punya alergi gatal-gatal atau semacamnya? Ya, pasti itu alasan yang sebenarnya. Sebelum Ley memergokiku memperhatikannya, aku buru-buru mengalihkan pandanganku kembali ke jalanan.

***

Saat jam pulang sekolah, aku menunggu Ley dan Candy di koridor sambil memainkan game di ponselku. Tiba-tiba segerombolan perempuan lewat di depanku dan salah satu dari mereka menyenggol tanganku. Ponselku pun luput dari tanganku dan mirisnya, aku kurang sigap untuk menangkapnya sehingga benda malang itu terkapar tidak berdaya di lantai.

"Oh, maaf." ujar gadis yang menyenggolku. Teman-temannya menoleh untuk melihat apa yang terjadi. Tapi ketika mereka melihatku, mereka mulai tertawa dan berbisik.

Sial.

Aku tidak menghiraukan mereka dan memungut ponselku yang menunjukkan retak di bagian bawah layar. Tidak parah, tapi cukup mengganggu.

"Cara!" panggil Ley dari kejauhan sambil berlari-lari kecil menghampiriku. "Sudah siap pulang?"

Sangat siap. Ini hari pertama dan aku sudah muak dengan sekolah.

Aku berjalan ke arah parkiran dan Ley mengikutiku di belakang.

"Mana Candy?"

"Percayalah kita harus menunggu Candy setidaknya tiga puluh menit lagi sebelum dia muncul di tempat parkir."

***

LEY:

"Ini seragam sekolahmu, sebaiknya kau tidak bertingkah aneh-aneh dan dikeluarkan untuk yang kedua kalinya." Randy melempar seragamku ke ranjang dan setelah mengatakan kata-kata singkat penuh ketajaman itu, dia langsung keluar dari kamarku.

Munafik.

Jika Sarah ada di dekat kami, pria itu berpura-pura mengasihiku. Padahal? Padahal Randy memperlakukanku dengan semena-mena. Aku bahkan tidak tahu apa salahku. Salahkah aku menghajar orang yang mengatai ibuku pelacur? Salahkah aku membenci Randy karena meninggalkan ibuku? Salahkah aku karena membenci keluarga Sarah?

Lihat selengkapnya