Pretty Thing

clearesta nathania
Chapter #8

Prom

IAN:

Cara Eudia:

Datang ke rumahku. Sekarang. Candy membaca chat terakhirmu, dan sekarang dia marah2 tidak jelas padaku. Kurasa kau perlu bicara dengannya.

Oh.. dan menurut Cara apa yang harus kubicarakan dengan Candy? Aku sudah bicara berkali-kali pada Candy bahwa aku tidak menyukainya lagi, dan aku ingin kami berteman saja. Tapi jika seperti ini jadinya, aku jadi tidak yakin aku bahkan mau berteman dengannya. Serius, sifat kekanak-kanakannya membuatku kesal.

Aku pun dengan malas melangkah keluar rumah dan mengetuk pintu rumah Cara. Sedetik kemudian, pintunya langsung dibuka.

"Cara, aku.."

"Sstt.. nanti saja. Kau harus membasmi kuntilanak dulu."

 Aku tertawa. Cara pun mempersilahkanku masuk dan aku disambut oleh Alex dan Alice di dapur.

"Oh Ian, sudah makan malam? Ayo makan dulu!" Alice buru-buru mengambilkan sebuah piring. Aku hanya mengangguk dan duduk canggung di meja makan. Di depan Candy yang sekarang sedang memelototiku dengan tajam.

"Kenapa kau tidak menjawab teleponku tapi malah memberi pesan pada Cara?" Serang Candy tanpa basa-basi.

Aku mengangkat bahu. "Kukira kau mau mengajakku baikan lagi, padahal sudah kubilang aku tidak mau."

"Dasar besar kepala! Aku cuma mau mengundangmu makan malam!"

"Oh ya? Sampai meneleponku dua belas kali?"

Candy berdeham. "Oke aku memang mau mengajakmu baikan, tapi tidak jadi. Masa aku harus mengemis padamu, maaf saja aku tidak sudi."

"Candy, sopan sedikit." Alex menengahi.

"Ya memang aku akan sopan sedikit, karena aku ingin mengajak Ian jadi pasanganku di Prom."

Aku sontak ternganga. "Katamu kau sudah tidak sudi?"

"Yaa, tapi aku butuh pasangan untuk Prom. Kalau kau mau jadi pasanganku aku berjanji tidak akan mengganggumu lagi. Bagaimana?"

Aku melihat ke arah Cara, meminta pencerahan.

"Oh ngomong-ngomong, Cara juga pergi ke prom. Bersama Ley."

Cara dan Ley menjadi pasangan? Apa-apaan..

"Ian, aku minta maaf atas sikap Candy. Sebaiknya kau menurutinya kali ini saja." Alex berbisik padaku.

Aku menghela nafas. "Oke, aku mau. Tapi setelah itu tepati janjimu."

Candy tersenyum sinis. "DEAL!"

Mimpi buruk apa ini? Aku harus menemani Candy ke prom dengan resiko harus melihat Cara dan Ley berduaan?

"Terima kasih kau sudah bersabar dengan sikap Candy." Alex menepuk pundakku dan lalu meninggalkanku berdua saja dengan Cara di meja makan. Alice sedang mencuci piring dan Candy entah ke mana. Mungkin menelepon teman-temannya untuk pamer bahwa sekarang dia punya pasangan prom.

Aku tersenyum memelas pada Cara.

"Sampai ketemu di prom." Kata gadis itu.

"Aku tidak tahu kau suka acara begituan."

Cara mengangkat bahu. "Aku membuat janji pada Ley, lagipula kau juga datang, setidaknya aku tidak akan merasa asing."

"Jangan berharap banyak, aku pasti disabotase Candy."

Cara tertawa. Untuk beberapa detik aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya. Kurasa sudah lebih dari sepuluh detik. Cara cantik, sangat cantik.

"Apa? Ada sesuatu di wajahku? Kenapa kau melihatku sambil senyum-senyum begitu?"

Aku menggeleng. "Tidak. Baiklah, sekarang waktunya aku pulang." Aku pun bangkit berdiri diikuti Cara, dan dia mengantarku sampai depan pintu.

"Terima kasih." Cara melambaikan tangan padaku.

"Tidak masalah, sudah tugasku untuk menjinakkan roh jahat di rumahmu."

Sekali lagi, Cara tertawa. Ya Tuhan, rasanya aku ingin mengabadikan tawanya dalam foto dan kusimpan selamanya.

***

CARA:

"Ley."

Tidak ada jawaban.

"Ley!"

Masih tidak ada jawaban.

"Leeeyyy!!"

Ley sontak terlonjak dari ranjangnya sambil menjerit. Saat dia melihatku, dia menatapku bingung.

"Cara!? Sedang apa kau pagi-pagi begini di kamarku?" Tanyanya sambil menutupi badannya dengan selimut.

"Apa yang kau tutupi? Kau tidur mengenakan hoodie, bodoh."

Seakan baru tersadar, Ley cengar-cengir sambil lalu meletakkan selimutnya.

"Sekarang kau tahu bagaimana perasaanku saat kau sering tiba-tiba muncul seperti hantu."

"Tapi aku tidak pernah menyusup ke kamarmu jam.." Ley berhenti sejenak sambil melirik jam di ponselnya. "Jam lima pagi! Astaga, apa yang kau lakukan jam lima pagi di sini?"

"Aku tidak bisa tidur." Ujarku sambil menggaruk kepala. "Dan ngomong-ngomong aku menyusup lewat jendela kamarmu."

"Apa? Bagaimana bisa?"

"Rahasia."

"Oke terserah, jadi apa maumu?"

Aku mengeluarkan sejumlah DVD dari kantung plastik yang kubawa bersamaku. Ley mengamati satu persatu.

"Apa tidak salah? Sejak kapan kau menonton genre romantis begini?" Ley bengong dan menatapku seolah-olah aku bukan Cara.

"Aku ingin belajar.. maksdudku, aku penasaran saja. Kau mau menemaniku nonton?" Sejujurnya aku merasakan sesuatu di dalam hatiku yang tidak jelas apa, dan hal ini membuatku gundah. Meskipun tidak tahu apa, tapi aku yakin penyebabnya adalah Ian. Beberapa hari ini aku dan Ian chat tiada henti, bahkan sesekali kami bertelepon meskipun rumah kami hanya bersebrangan. Saat ngobrol bersamanya aku merasa.. senang. Dan aku ingin memastikan apa yang kurasakan terhadap Ian. Masa iya aku suka padanya hanya karena kami ngobrol via ponsel tiap hari? Duh, aku benar-benar payah soal beginian karena yang aku tahu hanya dunia seputar zombie dan hantu.

Sepanjang kami nonton, Ley tidak berhenti menguap dan mengucek matanya, sampai akhirnya dia berkata "Aku masih tidak percaya kau memaksaku nonton film romantis jam lima pagi... ini seperti mimpi."

"Sudahlah, kau bisa tidur lagi setelah ini."

Tidak lama kemudian, muncul adegan ciuman yang cukup intim di film. Aku pun menutup mata. Bukan karena aku polos atau apa, tapi karena sangat canggung rasanya menonton adegan seperti ini berdua saja dengan laki-laki di kamar.

Ley tertawa. "Katanya kau ingin belajar, tapi malah tutup mata! Tenang saja, mereka tidak buka baju kok!"

Aku langsung menoleh dan memberi Ley tatapan sinis. Ley pun tertawa semakin keras.

"Apa kau pernah ciuman Ley?"

"Beberapa kali, kenapa kau bertanya?"

"Bagaimana rasanya?"

Hening. Untuk beberapa detik Ley tidak memberiku jawaban.

"Kau benar ingin tahu?" Balas Ley akhirnya.

Aku mengangguk.

Momen yang terjadi berikutnya terasa sangat cepat. Ley menarik tanganku sehingga aku mendekat padanya dan wajah kami bertemu, sangat dekat.

"Ley?" Aku berusaha mengalihkan pandanganku karena kami terlalu dekat.

Lihat selengkapnya