Ketua OSIS yang baru sudah terpilih, praktek-praktek ilegal di sekolah juga mulai berkurang sementara itu para siswa yang terlibat juga sudah mengakui perbuatannya dan mulai menjalani masa rehabilitasi. Kehidupan sekolah kembali berjalan normal dalam satu bulan terakhir ini namun mungkin orang lain tidak akan sadar bahwa harga yang harus dibayar sangatlah tinggi, karena tanpa disadari harga yang harus dibayar atas kejadian ini adalah sebuah perubahan, sebuah perubahan di dalam tubuh seorang pemuda yang kini menyandarkan dirinya di tiang penyangga lorong penghubung antar gedung. Jika biasanya ia melihat ke arah lorong kini ia berbalik melihat ke arah lapangan menunjukan bahwa kali ini ia tak berusaha menunggu siapapun.
Namun takdir berkata lain mereka tetap bertemu di tempat itu.
“Kau!!!” ucap seorang wanita yang langsung memeluknya.
Wajahnya yang biasanya sombong dan angkuh kini berubah menjadi lebih imut dan lucu, lucu? Hmm… padahal dia nampak menangis ketika memeluk pria itu namun entah mengapa dalam pikiran pria itu dua kata tersebutlah yang muncul.
“Rey kau sudah kembali, syukurlah karena kau tak pernah membalas pesanku jadi aku hanya bisa mendapatkan kabarmu dari Gusti,” ucap wanita tersebut.
“Aduh duh, iya sih aku memang sudah mendingan tapi apa kau gak lihat kalau tubuhku masih banyak yang diperban dan aku masih butuh tongkat untuk berjalan,Zelda” balas pria itu.
Rey dan Zelda penyintas dari tragedi satu bulan yang lalu kini sudah kembali bersama.
“Maaf habisnya kamu gak pernah membalas pesanku sama sekali dan ketika aku berusaha menelponmu selalu kamu tolak,” ucap Zelda.
Rey menyadari adanya perubahan nada bicara dari Zelda yang biasannya bossy kini lebih halus dan manja?
“Aku hanya tak mau membuat orang lain panik saja,” ucap Rey.
“Oh untunglah kupikir karena aku bukan teman dekatmu jadi kamu gak mau repot mengabariku,” ucap Zelda pelan.
“Anyway aku lupa belum mengucapkan selamat atas kemenanganmu di pemilihan ketua OSIS, kupikir aku punya kesempatan sebagai orang biasa tapi ternyata kau jauh lebih kuat,” ucap Rey berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
“Orang biasa ya… tapi kan kamu…” balas Zelda.
“Ah iya, bagaimana perasaanmu setelah menjadi ketua OSIS?” potong Rey.
“Hmm… sesaat setelah aku resmi dilantik aku langsung diberikan fakta dan problem-problem dari pengurus terdahulu dan jujur hal ini membuatku kaget karena tak pernah kupikir bahwa OSIS bisa seburuk ini, ditambah para anggota OSIS yang baru juga sedikit yang berkualitas, oh iya bagaimna kalau kamu masuk saja ke dalam kabinetku sebagai penasehatku jadi kita berdua bisa bersatu untuk mengatasi masalah di tubuh OSIS. Membayangkannya saja sudah membuatku bersemangat,” balas Zelda yang kini nampak semangat.
“Itu ide yang bagus namun maaf aku harus menolaknya. Bukannya sudah kubilang kalau sebenarnya tujuan utamaku untuk tetap maju kemarin adalah demi bisa mengalahkanmu? Jadi aku rasa aku harus menerima kekalahanku dengan hormat dan terus bergerak maju, lagipula sepertinya habis ini aku punya urusan yang sangat penting,” balas Rey.
“Apakah itu tentang keluarga?” tanya Zelda.
“Bisa dibilang begitu,” balas Rey.
“Tapi aku tak menyangka kalau kamu adalah seorang Fitzgerald, hal itu masih terlihat seperti sebuah ilusi buatku,” ucap Zelda.
“Mungkin itu alasannya kau membenciku ketika kita pertama kali bertemu, insting yang tajam dari seorang Anwar,” ucap Rey.
“Aku tidak pernah membencimu,” balas Zelda.
“Iyakah? namun dari caramu bicara denganku yang selalu menganggap rendah diriku ditambah ekspresi wajahmu yang selalu nampak jijik ketika melihatku menunjukan hal yang berlawanan,” ucap Rey.
“Hentikan… mengingatnya saja membuatku malu tapi anyway aku rasa penilaian orang bisa berubah seiring waktu dan kupastikan bahwa diriku yang dulu beda dengan diriku yang sekarang apalagi setelah kejadian bulan lalu,” balas Zelda tersipu malu.
“Aku senang sih kalau pandanganmu terhadapku jadi berubah ke arah yang lebih baik,” ucap Rey.
“Jadi apa rencanamu selanjutnya?” tanya Zelda.
“Ah pertama aku ingin lulus dari sekolah ini dan mungkin juga kuliah,” balas Rey.
“Tidak seperti itu maksudku, maksudku rencana setelah ini,” ucap Zelda nampak sedikit kesal.
“Setelah ini ya… aku ingin pergi ke satu tempat dan bertemu dengan seorang wanita setelah itu mari kita lihat takdir apa yang akan membawaku pergi,” balas Rey.
“Wanita? Apakah itu Ayu?” tanya Zelda.
“Hmm… Ayu? Aku sudah bertemu dengannya di kelas tadi lagipula aku juga sering bertemu dengannya ketika ia menjengukku, untung saja ia gak marah pas tahu kacamata pemberiannya rusak,” balas Rey.
“Lah kok Ayu boleh menjengukmu?” tanya Zelda nampak penasaran dan sedikit kesal?
“Suatu hari Gusti mengajaknya karena katanya Ayu gak berhenti meminta untuk bertemu diriku, oh iya aku juga gak perlu menjelaskan tentang posisi Gusti Tolstoy kan?” jawab Rey.
“Jadi bukan Ayu hmm… terus siapa? Apa jangan-jangan orang lain yang gak kukenal,” ucap Zelda pelan.
Rey mengecek handphonenya yang bergetar tanda ada pesan masuk.
“Yaudah Zelda jemputanku sudah datang nih jadi aku duluan ya,” ucap Rey.
“Tunggu sebentar aku lupa tentang ini,” ucap Zelda sembari merogoh tasnya untuk mengambil sebuah undangan.
“Ini…” ucap Rey sembari menatap undangan yang diberikan oleh Zelda.