Putri dan Tukang Tidur
Pulang Sekolah
Bayu tidak bisa mengantar Tesa pulang hari ini. Selain karena mereka masih bersitegang, tubuh Bayu juga masih remuk setelah kejadian di belakang kantin. Saat ini, ia dan teman-temannya tidak masuk sekolah.
Tesa menghela napas panjang. Ia tidak suka berjalan sendirian pulang ke rumah. Bukan karena takut, tapi lebih kepada menjaga citranya. Seorang putri seperti dirinya harus selalu ditemani oleh seorang pengawal—entah itu pacarnya atau seseorang yang cukup layak untuk terlihat di sisinya.
Maka dari itu, ia memutuskan untuk menunggu di kelas sampai semua murid pulang.
Namun, yang membuatnya sedikit risih adalah kenyataan bahwa ia tidak benar-benar sendirian. Di sudut kelas, seorang cowok masih tertidur dengan tenangnya.
Tesa melirik ke arah Gin yang duduk bersandar di kursinya dengan kepala tertunduk. Napasnya teratur, wajahnya tampak begitu damai seolah dunia di sekitarnya tidak ada.
"Zzzzzzzzzzz…"
Tesa mendengus pelan. "Dasar tukang tidur."
Seharian ini, bisa dihitung dengan jari berapa menit Gin membuka matanya. Bahkan di kelas-kelas lain, cowok itu masih sempat tertidur, membuat banyak guru naik pitam. Tapi anehnya, setiap kali diminta mengulang penjelasan, Gin mampu menerangkannya dengan lebih sederhana dan jelas—bahkan lebih baik dari guru itu sendiri.
Tesa mendekati meja Gin secara perlahan, matanya memperhatikan wajah cowok itu. Ada sesuatu yang menarik tentang dirinya. Dengan mata terpejam dan ekspresi tenangnya, Gin terlihat berbeda—seakan bukan anak berandal yang bisa melumpuhkan lima orang sekaligus hanya dalam hitungan detik.
Tanpa sadar, senyum kecil tersungging di bibir Tesa.
"Apa gue tampan?"
Tesa terlonjak kaget. Gin masih menutup matanya, tetapi bibirnya melontarkan kalimat santai.
"Kenapa senyum-senyum gitu ngeliatin gue?"
Wajah Tesa langsung memerah. Ia melangkah mundur, tangannya berpegangan pada meja-meja di sekitarnya untuk menjaga keseimbangan. Bagaimana dia bisa tahu kalau aku lagi ngeliatin dia?!
Ia buru-buru menoleh ke luar jendela untuk mengecek halaman sekolah. Masih ada beberapa murid yang berkeliaran, tapi jumlahnya jauh lebih sedikit dari sebelumnya.
"Ah, sekarang sudah cukup sepi," gumamnya.
Tanpa menoleh lagi ke arah Gin, ia segera mengambil tasnya dan pergi dari kelas itu.