Pria Diantara Hujan
Pagi itu, Tesa mendengus kesal.
"Kesel... kesel... kesel!" gerutunya sambil berjalan terburu-buru.
Bayu, kekasihnya, tidak menjemput seperti biasanya lagi. Kakinya masih terasa pegal akibat berjalan kaki kemarin, dan waktu sudah sangat mepet untuk berangkat ke sekolah. Tidak ada pilihan lain, ia harus naik angkot yang berarti ia harus mengeluarkan uang.
Di dalam angkot, Tesa terus menggerutu dalam hati. Satu hal yang paling ia takutkan: bertemu teman sekolah. Reputasi adalah segalanya. Ia tidak ingin ada yang melihatnya naik angkot, seolah-olah ia bukan siapa-siapa. Dengan cepat, ia mengangkat buku yang dibawanya hingga sejajar dengan wajahnya, berpura-pura membaca padahal tidak satu kata pun yang ia serap.
Saat angkot melaju, matanya terus mengintai ke luar jendela, memastikan tidak ada siswa sekolahnya di sekitar. Begitu angkot mendekati sekolah, ia memilih turun 200 meter lebih jauh dari gerbang utama, lalu berjalan cepat, menyusuri trotoar dengan hati-hati.
"Fiuhh... aman."
Ia menarik napas lega setelah memastikan tidak ada yang melihatnya. Dengan langkah ringan, ia memilih jalan kecil menuju gerbang belakang sekolah, tempat yang jarang dilalui murid.
Namun, suara yang tiba-tiba terdengar dari belakang membuatnya membeku.
"Suka lewat pintu belakang juga ya?"
Deg. Jantung Tesa berdegup kencang. Perlahan, ia menoleh dengan rasa takut.
"Gin?"
Pria itu berdiri di belakangnya dengan senyum santai.
"Santai aja. Ternyata bukan cuma gue dan cewek itu yang sering lewat sini," ucap Gin enteng.
Tesa menghela napas panjang. Untuk sesaat, ia benar-benar takut rahasianya terbongkar. Tapi kalau hanya Gin yang melihat, ia tidak terlalu khawatir. Lelaki itu tidak banyak bicara dan tampaknya tidak peduli dengan urusan orang lain.
Namun, ada sesuatu yang mengganjal di benaknya. Gin selalu aneh, tapi pagi ini ia terlihat lebih mencurigakan. Mata Tesa tertuju pada benda yang ditenteng Gin.
"Lo bawa payung? Jakarta lagi panas-panasnya gini loh," tanyanya heran.
Alih-alih menjawab, Gin hanya tersenyum simpul.
"Lo suka parkir di belakang ya?" Tesa malah melontarkan pertanyaan lain, tak terlalu peduli dengan payung itu.
"Hari ini lagi males bawa motor, jadi naik angkot. Berangkat kepagian, jadi nongkrong dulu di belakang," jawab Gin santai.
"Kenapa?"
Gin hanya tersenyum lagi.
"Karena nanti siang sepulang sekolah ada sesuatu yang gue suka."
Tesa mengernyit. Apa maksudnya? Tapi sebelum ia bisa bertanya lebih jauh, Gin sudah berjalan lebih dulu ke kelasnya.
Tesa menatap punggungnya dengan kesal. Cowok aneh. Meski begitu, tanpa sadar, rasa penasarannya terhadap Gin semakin besar.
---