Ketika Hujan Berbisik
Tesa memperhatikan Gin lebih lama. Ada sesuatu yang aneh tentang cowok ini—bukan cuma sikapnya yang sulit ditebak, tapi juga cara dia memandang dunia. Kebanyakan orang melihat hujan sebagai sesuatu yang merepotkan, bikin basah, bikin repot. Tapi bagi Gin, hujan seperti sesuatu yang sakral.
"Lo tau nggak," lanjut Gin tiba-tiba, "kalo lo diem aja, lo bakal denger suara hujan itu beda-beda? Ada suara tetesan di genteng, ada yang jatuh ke daun, ada yang mengenai tanah. Masing-masing punya nada sendiri."
Tesa terdiam sejenak, lalu menoleh ke arah jendela. Sisa hujan masih menetes dari atap, membentuk ritme yang acak. Dia mencoba mendengarkan seperti yang Gin katakan, dan anehnya... ada semacam harmoni di sana.
Gin tersenyum melihat ekspresi Tesa yang berubah. "Lo baru sadar, kan?"
"Agak... tapi tetep aja, hujan itu basah," balas Tesa akhirnya.
Gin tertawa lagi. "Ya iyalah, namanya juga air."
“Eh Gin, kenapa sih lo suka tidur di kelas ?” Tesa sangat ingin segala rasa penasarannya terjawab saat ini.
“Ketika kita lelah menjalani aktifitas siang dan malam, kita perlu yang namanya istirahat, dan tidur satu-satunya cara istirahat paling efektif,” jawab Gin seraya menikmati secangkir teh yang sangat manis.
“Emang lo ada yang dikerjain ya kalo malem ?”
“Gak sih, gue pulang sekolah, tidur, bangun, belajar, terus tidur lagi sampai pagi.”
“Lha terus kenapa lo masih suka tidur di kelas?”
“Karna gue pengen tidur aja.”
“Kenapa setiap gue tanya, jawaban pertama lo selalu bertele-tele, sampai gue mengira lo mengalami hal-hal yang menyedihkan,” kali ini Tesa sudah semakin sewot, campur geram dan dipadu dengan keheranan yang makin menjadi-jadi.
“Gue kan mendefinisikan terlebih dahulu, baru gue jawab alasan sebenarnya,” kata Gin santai masih menyeruput teh hangatnya.
Tesa coba mengatur nafasnya, berusaha meredam kesal yang makin meninggi di dada. Kenapa sih ada cowok seaneh ini, zat apa aja sih yang terkandung di dalam otaknya, batin Tesa.
“Eh ngomong-ngomong lo hebat ya ternyata,” ucap Gin membuyarkan emosi Tesa.
“Hebat gimana ?”
“Juara Miss Endfield,” puji Gin, membuat Tesa sumringah.
“Gue gitu lho,” kata Tesa berbangga.