Pria Pilihan Suamiku

aisakurachan
Chapter #5

Kau Harus Patuh

“Kamu ndak usah sok-sokan ga butuh ya! Cukup apanya?! Kamu sekarang tu kere!” bentak Warti.

Kali ini persiapan Menur menerima bentakan berguna. Memang seperti itu adanya. Ucapan pedas ibunya memang amat pedih.

“Mak, ada Gita. Jangan keras-keras.” Menur memohon perlahan. 

Gita tidak terlihat di depan televisi, kemungkinan ada di kamar karena malu ada orang asing. Tapi bukan tidak mungkin mendengar. Dinding rumah itu separuh kayu. Suara Warti akan dengan mudah menembus ke kamar.

“Denger yo wis ben! Ben Gita ngerti kalo ibunya ndak pinter! Ada rejeki kok ditolak! Opo pantes?” Warti mendekat dan berkacak pinggang di depan Menur.

“Ndak usah sombong pake nolak-nolak! Kamu tinggal nurut kan nanti enak. Kemarin kamu bodohnya ga minta uang banyak ke Wira tho? Damar ini bawa gantinya. Maharnya tadi bilangnya tujuh puluh juta, lho! Apa kamu masih nolak?”

Mata Menur melebar. Jumlah uang itu sudah cukup fantastis untuknya, dan tentu juga untuk Warti. Terutama setelah Menur bercerai, dan Warti tidak lagi mendapat jatah uang dari Menur. Ada tapi tidak teratur apalagi banyak.

“Damar tu katanya pernah lihat kamu pas lewat di sini, terus tertarik.” Warti menunjuk jalan kecil di depan rumah mereka.

Menur tentu saja tidak ingat kapan ataukah apakah pernah dirinya bertemu dengan Damar. Karena sudah lama tidak tinggal di sana, Menur bahkan tidak terlalu ingat lagi tetangganya yang mana. Apalagi kebanyakan baru karena memang di sekitarnya banyak rumah yang dikontrakkan.

“Dia juga memang butuh istri, ndak keberatan juga sama Gita. Malah katanya seneng. Dia guru lho. Pasti suka sama anak kecil. Klop lah pokoknya.” Warti memuji setinggi langit semua nilai lebih Damar. Tapi itu juga belum mampu menggoyahkan Menur.

“Mak, aku sudah cukup makan hati. Ndak mau lagi nikah. Menur capek, Mak. Aku mau hidup sendiri saja.” Menur sedikit memaksakan dengan nada suara tinggi, akibatnya tangan Warti dengan cepat naik dan mendorong kepala Menur. 

“Bocah kok ngeyelan! Mau jadi apa kamu sendiri terus? Kamu tuh udah dikasih jalan yang enak, kok malah milih yang gak enak itu loh? Opo ora edan?!” Warti marah.

“Menur cuma capek, Mak. Ndak—”


Lihat selengkapnya