Pria Pilihan Suamiku

aisakurachan
Chapter #6

Hari Yang Tidak Dinantikan

Menur menyentuh untaian bunga melati yang tersemat di kerudung putih. Sama sekali tidak menyangka akan ada waktu di mana dirinya akan memakai untaian melati itu lagi.

Menur pada akhirnya tidak bisa menghindar, dan hari pernikahannya dengan Damar datang

“Ummi cantik sekali!” Gita yang tidak mengerti duka dalam hati ibunya, dengan ceria memuji tanpa henti setiap kali berada di dekatnya. 

“Pakai baju putih gini Ummi jadi cantik.” Gita mengelus kebaya putih yang menjulur di pangkuan Menur.

Kebaya modern yang dipadu dengannya hijab adalah pilihan ibunya. Menur tidak menginginkan sesuatu yang merepotkan atau sangat mencolok.

Mengingat ini adalah pernikahannya yang kedua, dan Damar juga menyebut kalau tidak akan ada perayaan pernikahan—hanya akad di KUA, tapi Warti memaksakan diri menyewa pakaian dan kelengkapannya, biar pantas katanya.

“Turun.” Warti membuka pintu mobil sewaan yang membawa mereka, dan menyuruh Gita turun.

Menur sendiri turuk lewat pintu lain, untungnya kebaya itu jenis modern. Kain batik yang menjadi pasangannya masih memungkinkan Menur untuk melangkah bebas.

“Nah itu!” Warti mendahului, yang pertama melihat Damar. Sedang berdiri di dekat pintu kantor KUA bersama dua pria lain. Saksi pernikahan mereka. Menur tidak tahu siapa, karena semua Damar yang mengatur.

Termasuk seluruh surat-surat. Menur—ibunya menyerahkan foto, KTP dan KK pada Damar sekitar dua minggu lalu, dan Menur hanya tinggal datang saja. Entah bagaimana cara mengurusnya, tapi penyelesaian administrasinya mulus sekali.

Menur menatap Damar yang berjalan menghampiri Warti.

“Gagah.” Menur membatin, karena langkah lebar dari kaki Damar yang panjang memang membuatnya terlihat gagah.

Menur melirik wajahnya, sedikit terkejut karena rupanya Damar lumayan tampan. Penilaian Menur saat kemarin mereka pertama bertemu sudah diracuni oleh kejengkelan—juga cahaya ruang tamu rumahnya yang muram.

Melihat Damar siang hari terang benderang ternyata berbeda. Wajah Damar teduh, jauh dari buruk. Kulit sawo matang dipadu dengan alis tegas serta gigi yang rapi.

Tapi penilaiannya hanya sampai di sana. Menur dengan tergesa menunduk saat pandangan matanya bersiborok dengan Damar. Malu tentu, seperti ketahuan telah mengintip.

“Halo, Mbak.”

Sapaan yang tentu saja terdengar sangat canggung. Menur kembali melirik dan melihat kalau wajah Damar amat gugup.

Menur sendiri malah tidak gugup. Sama sekali tidak punya perasaan apapun karena datang ke situ dalam keadaan pasrah. Tapi Menur malah ingin tertawa saat melihat kegugupan Damar itu—menurutnya lucu.

“Gita, salim dulu.”

Keinginan Menur untuk tertawa langsung terhapus saat Warti meminta Gita untuk bersalaman dengan Damar. Menur tenang menghadapi pernikahan itu, tapi tidak tenang ketika mengingat Gita harus menyesuaikan diri dengan kehadiran pria asing.

Lihat selengkapnya