Pria Pilihan Suamiku

aisakurachan
Chapter #8

Debar yang Tidak Bisa Dihindari

“Mbak?” Damar memotong lamunan Menur lagi, karena belum mendapat respon. 

“Apa saja yang Mas suka. Saya ndak ada pantangan khusus. Gita juga sukanya masakan umum, asal ndak pedes.” Menur menjelaskan, sesuai keadaan, tapi masih separuh belum percaya Damar akan berbelanja.

Tapi memang terjadi. Damar memarkir mobil, dan tampak sibuk membuka jas dan dasi—yang juga akan menarik perhatian kalau dipakai ke pasar, lalu turun tanpa banyak bertanya lagi.

Menur sampai hampir lupa pada Gita, dan beberapa kali bergeser—untungnya Gita sangat nyenyak—karena kepalanya mengikuti kemana Damar berjalan. 

Damar tidak masuk ke dalam pasar, tapi membeli dari pedagang yang berjejer ilegal di dekat jalan raya. Melihat kesigapan itu, Menur tahu ini bukan pengalaman pertamanya berbelanja. Damar tahu apa yang dicari, dan cepat sekali menumpuk bahan dalam kantong kresek bergaris hitam putih yang kini menggembung.

“Satu dari seribu.” Menur bergumam. Ia menemukan kelangkaan rupanya. Pria yang tidak biasa. Lain daripada yang lain. Apakah pertanda baik atau buruk?

Menur mengusap dadanya yang tiba-tiba menggemuruh oleh detak jantung. Ikut menyuarakan harapan, kalau mungkin Damar memang berbeda dengan mantan suaminya. Menur yang tadi pasrah, tidak punya standar tinggi, tiba-tiba ingin berharap kalau Damar seluruhnya akan seindah yang saat ini terlihat. Tidak ada gelap atau sifat tersembunyi yang menakutkan.

“Duh, ya Allah.” Menur kembali menghela napas. Ia takut, khawatir harapannya itu kandas.

“Apa masih perlu yang lain, Mbak? Minum atau jajanan?” Damar menawarkan saat memasukkan belanjaan ke dalam mobil.

“Ndak usah.” Menur menggeleng. Perutnya kenyang oleh takjub dan heran saat ini, dan Gita tidak akan memerlukan apapun. Menur sudah menyiapkan snack dan minuman untuknya dari rumah.

“Ya sudah. Tinggal bentar lagi sampai, Mbak.” Damar kembali menjalankan mobil.

“Mbak…” Menur bergumam amat lirih. Ia baru menyadari kalau Damar selalu memanggilnya dengan sebutan ‘mbak’.

Dari umur, jelas Damar lebih tua, dan sejak kapan ada suami yang memanggil istrinya ‘mbak’?

Menur tidak berharap panggilan sayang—malu juga, mereka baru bertemu—tapi biasanya pria akan memanggil ‘dek’ (Adik) atau mungkin nama saja seperti Wira. 

Namun, Menur segan memprotes. Mbak bukan panggilan kasar, malah sopan. Mungkin sopan juga perlu ditambahkan dalam nilai kelebihan Damar yang sudah menumpuk. Rapornya masih hitam, belum ada nilai merah.

 

***

Lihat selengkapnya