****
Dunia ini memang terkadang terasa sempit. Sampai-sampai kita tak sadar bahwa semuanya saling berhubungan.
****
Deon terkekeh, "Lucunya." Tangan cowok itu terangkat, kemudian mencubit pipi chubby milik Selly dengan gemas.
"Ih, nggak usah pegang-pegang!" ucap Selly seraya melipat kedua tangannya di depan dada.
"Ayo!"
Selly mengkerutkan keningnya bingung dengan ucapan Deon barusan, "H-hah?"
"Ayo kita jalan!"
Apa? Cowok itu baru mengajaknya jalan? Perlu beberapa saat untuk Selly mencerna perkataan Deon.
"T-tapi, gue masih nunggu Laudia. Semenjak pesan minuman, orangnya nggak balik-balik," ucap Selly membuat Deon tertawa.
"Kok malah ketawa, sih?" Deon menggelengkan kepalanya pelan. "Mau aja lo dibohongin sama sahabat lo itu."
Selly mengkerutkan dahinya bingung, "Bohong? Maksud lo apaan?"
"Iya, bohong. Sahabat lo, kan, lagi pedekate sama si Rian. Gue kesini diutus sama sahabat lo buat nemenin lo. Katanya kasihan kalau lo sendirian. Bisa bahaya kalau hilang," ucap Deon seraya berjalan keluar kafe membuat Selly otomatis bangkit berdiri dan mengekori Deon.
Dasar Audi! Bisa-bisanya ngebuat gue nunggu. Rupanya lagi pedekate sama Kak Rian.
"Hmm. Tapi kalau begini caranya mending gue balik. Gue mau nyelesaiin drakor," ucapnya seraya menuju ke pintu keluar mall tersebut membuat Deon membalikkan badannya.
Tangan kanan cowok itu mencekal pergelangan tangan milik Selly, berniat untuk mencegahnya pergi. "Eh, nggak usah kemana-mana! Udah terlanjur disini juga."
"Nggak!"
"Selly!" Deon menatap Selly dengan tatapan tajam membuat gadis itu menelan air liurnya. "E-eh, iya-iya. A-ayo kita jalan!" ucapnya dengan malas kemudian mengekori Deon. Tentu saja ini dilakukannya secara terpaksa, Laudia lah yang telah membuatnya terjebak dalam situasi ini. Menyebalkan!
Entah kemana tujuan mereka saat ini. Yang daritadi Selly lihat hanya pemandangan cewek-cewek yang menatap Deon dengan tatapan kagum seolah-olah cowok itu adalah idol. Lagipula apa yang harus dikagumi cowok itu, sih?
Selly akui cowok itu memang tampan. Tapi tetap saja orangnya ngeselin. Ah ya, Selly bahkan hampir lupa kalau dirinya itu mengagumi Deon dalam permainan pianonya.
"Ck, kita mau kemana, sih? Daritadi mondar-mandir nggak jelas gini." Langkah Selly terhenti ketika ia melihat boneka baby panda yang terpasang di display salah satu toko boneka.
"Kak!" panggil Selly membuat Deon berbalik, mengangkat salah satu alisnya.
"Itu... mau boneka. Beliin ya?" pinta Selly seraya menautkan kedua jari telunjuknya dengan harapan Deon mau membelikan boneka baby panda itu untuknya.
"Nggak!" tegas Deon. Tapi itu tidak membuat nyali Selly ciut begitu saja. Gadis itu menarik-narik ujung baju Deon ketika cowok itu ingin melangkah lagi. "Ayolah, beliin gue boneka yang itu! Lucu banget tahu, boneka nya aja pengen gue bawa pulang. Dijemput aja yuk!" rengek Selly membuat beberapa pasang mata pengunjung mall melihat kearah mereka berdua. Deon benar-benar dibuat malu oleh gadis ini. Ia jadi merasa tak enak sendiri dengan pengunjung lain karena sudah mengganggu kenyamanan mereka.
Deon berdecak kesal. "Yaudah sana beli! Dasar Sel-Lokan!" ucap Deon dengan teramat terpaksa. Selly berjingkrak-jingrak senang di tempat, "Ayo, Kak, kita jemput baby panda-nya!" Deon hanya memutar bola mata malas serata mengikuti Selly masuk ke toko boneka tersebut.
"Selamat datang, ada yang bisa kami bantu?" ucap salah satu pegawai toko tersebut sambil tersenyum ramah.
Selly tersenyum, "Boneka baby panda yang itu harganya berapa?" Ia menunjuk boneka yang diinginkannya yang terdapat di display.
"Itu harganya cuma tujuh puluh lima ribu ditambah kami sedang ada diskon sepuluh ribu untuk couple seperti kalian ini."
"Eng-enggak. Kita nggak pacaran kok, Mbak." Pegawai tersebut terkekeh pelan, "Nggak apa-apa. Kalian cocok, kok." Selly melirik ke arah Deon membuat cowok itu juga meliriknya balik.
"Mmm... yaudah deh Mbak, saya beli satu ya bonekanya." Pegawai toko tersebut mengangguk dan langsung membungkus boneka baby panda seperti keinginan Selly. Sedangkan Deon sedang mengurus pembayaran di kasir.
Selly melihat-lihat boneka yang ada di toko tersebut sembari menunggu Deon.
Deg
Matanya baru saja menangkap pemandangan seseorang yang pernah hadir dalam hidupnya yang sedang bercanda ria di dekat rak baby bear dengan seorang gadis. Mereka terlihat begitu bahagia seolah-olah dunia milik berdua.
"Nih, belanjaan lo!" Ucapan Deon tak membuat Selly bergerak sedikitpun dari tempatnya membuat cowok itu bertanya-tanya ada apa dengan gadis itu. Ia mengangkat salah satu alisnya bingung. Cowok itu pun mengikuti kemana arah pandang Selly yang menampakkan pemandangan yang sama seperti gadis itu.
"Jangan dilihat!"
"T-tapi.."
Tangan Deon terangkat menutupi penglihatan Selly seolah-olah tahu penyebab gadis itu menjadi seperti ini. Ia menarik Selly, membawa gadis itu keluar dari toko tersebut, menjauh dari pemandangan tak enak itu.
"Eh, kita mau kemana?" tanya Selly dengan lemah.
"Kemana aja asalkan lo nggak ngeliat mantan lo itu," ucap Deon dengan santai. Merasa langkah Selly berhenti membuat Deon juga ikut menghentikan langkahnya.
"Bagaimana lo tahu kalau cowok itu..." Selly tidak sanggup melanjutkannya. Untung saja Deon langsung paham dengan ucapannya.
"Lo waktu itu diputusin begitu saja, kan, di cafe?" Mulut Selly terbuka dengan sempurna. Ia sama sekali tak menyangka cowok itu mengetahui perpisahannya dengan Gavin, mantannya. Bagaimana cowok itu tahu? Apakah cowok itu sebenarnya adalah mata-mata FBI yang menguntitnya kemana saja?
"K-kok lo bisa tahu semuanya?"
"Sebenarnya Gavin itu anak dari kenalan mama gue. Jadi otomatis gue sama Gavin itu yah bisa dibilang lumayan dekat. Ya, dia cerita ke gue," jelas Deon dengan datar.
Selly tidak percaya dengan perkataan Deon, "Lo nggak lagi bercanda, kan?" Cowok itu menggeleng.
Astaga, Selly baru menyadari bahwa dunia ini ternyata sempit juga, ya.
"Lo tahu alasan kenapa dia putusin lo? Ah, kalau masalah itu biar Gavin yang jelasin sendiri tapi bukan sekarang waktunya. Udahlah, nggak usah lo pikirin lagi."
"Ngomong doang, sih, enak," gumam Selly. Ia menunduk.
Deon menghela nafasnya, "Gini aja. Gimana kalau hari ini gue beliin semua kemauan lo?" Mendengar hal itu, Selly kembali mendongakkan kepalanya. Ia menganggukkan kepalanya seraya tersenyum manis kearah Deon.
Menggemaskan, pikir Deon.
"Pertama ayo kita beli novel berapa, ya? Mmm... lima aja, deh. Terus kita nonton film, main gamezone dan foto di photobox." Deon menggeleng dengan cepat. "Nggak ada acara foto-fotoan, titik!" tegasnya.