****
Where is she now?
Anybody knows?
I really miss her so much.
****
"Hah? Gue?"
"Iya, lo." Selly mengerjapkan matanya beberapa kali.
Cowok itu menghela nafas berat, "Gue udah nggak tahu kabarnya gimana sejak gue umur delapan tahun."
Selly menatap Deon dengan prihatin, baru kali ini ia melihat Deon menjadi sosok yang seperti ini. Dari raut wajahnya, sepertinya ia benar-benar merasa kehilangan.
Tak lama kemudian musik pun selesai dialunkan, membuat semua pasangan yang berdansa menghentikan aktivitas mereka dan segera menyingkir dari dancefloor.
Kali ini perut terasa keroncongan. Menandakan sudah saatnya cacing-cacing didalamnya diberi asupan. Mereka sepakat untuk mengambil makanan dan segera mengantri di dekat meja yang sudah disediakan dengan banyak sekali macam hidangan.
Mulai dari soto, sate ayam, sup asparagus, zuppa sup, dan masih banyak lagi. Terlalu banyak untuk disebutkan satu-satu, semuanya lengkap disini. Mulai dari maincourse sampai menu dessert.
Sekitar lima belas menit kemudian akhirnya Deon dan Selly sudah selesai makan. Tapi cowok itu justru mendapati kuning telur yang tersingkirkan di piring milik Selly.
"Lo nggak doyan kuning telur?" tanya Deon.
Selly mengangguk kemudian tersenyum."Dari kecil gue emang nggak doyan."
Tanpa aba-aba apapun, Deon langsung menyendokkan kuning telur itu kedalam mulutnya.
"Sayang kalau nggak dimakan." Selly menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal seraya menyengir ke arah cowok itu.
Kebalikan dari Selly, cewek itu justru mendapati putih telur yang tersingkirkan di piring Deon membuat cewek itu membuka suara, "Lah lo sama aja. Nggak doyan putih telur kan?"
Deon mengangguk pelan, "Gue alergi putih telur."
Selly langsung menyendokkan putih telur milik Deon kedalam mulutnya, "Enak-enak gini malah alergi."
Deon mengangkat kedua bahunya tak peduli. Orang memang dari sananya alergi ya mau bagaimana lagi?
Cowok itu bangkit berdiri, "Ayo pulang." Selly mengangguk mengiyakan. Cewek itu buru-buru menghabiskan orange drink miliknya yang kebetulan tinggal sedikit. Sayang kalau sisa.
Mereka berdua langsung menuju parkiran dan masuk ke dalam mobil. Tak lama kemudian mobil itu melaju dengan kecepatan standar.
Tak ada perbincangan apapun selama perjalanan pulang membuat keadaan terasa canggung. Baik Deon maupun Selly tidak ada yang berniat untuk membuka suaranya. Deon hanya fokus menyetir sedangkan Selly menatap jendela yang menampilkan pemandangan jalanan yang ramai dipadati banyak kendaraan.
Kini mobil Deon sudah sampai di depan rumah Selly. Cewek itu pun turun dari mobil, "Makasih, Kak."
Deon mengangguk. Merasa tugasnya sudah selesai, ia kembali melajukan mobilnya meninggalkan perkarangan rumah Selly.
Cewek itu akhirnya masuk ke dalam rumah dan masuk ke kamarnya. Setelah membersihkan diri dan berganti baju menjadi piyama, ia merebahkan tubuhnya diatas kasur queensize miliknya.
Hari ini cukup melelahkan baginya. Kakinya malah terasa pegal karena terlalu lama memakai high heels. Lebih baik tadi ia memakai flatshoes saja kalau tahu ujung-ujungnya akan jadi begini.
Ia menguap lalu menutup bibirnya dengan tangan kanannya. Perlahan matanya melihat kearah jam dinding yang terpasang di tembok depan queensize bed miliknya. Ternyata sudah jam sepuluh malam. Sebenarnya ia sudah menahan kantuk ketika berada di mobil Deon saat perjalanan pulang.
Kedua matanya kini tertutup. Tak lama kemudian ia tertidur dengan pulas sambil sesekali mendengkur kecil.
****
Deon tampak berjalan di sepanjang koridor, berniat untuk menuju ke kantin dengan kedua telinga yang disumpal dengan earphone. Tatapan memuji dan kagum menyapa setiap kali cewek-cewek menangkap sosok Deon yang sedang lewat.
Setibanya di kantin, cowok itu langsung menemukan keberadaan kedua temannya yang sedang lahapnya menyantap bakso.
"Uhhh... kenapa bakso bisa seenak ini?"
"Ya karena emang enak," jawab Adrian asal.
"Salah. Karena dibuat dengan cinta," ucap Jose seraya menaik turunkan alisnya secara bergantian membuat Adrian merasa geli sendiri.
"Ijin muntah dulu. Hoekkk..." ucap Adrian memposisikan tangannya tepat di bawah mulut.
Adrian menggeser mangkuk bakso yang masih utuh ke arah Deon ketika menyadari temannya itu sudah datang. "Yon, ini punya lo. Gue udah pesenin tadi. Tanpa micin kan?"
Deon mengangguk, "Makasih."
Ketika ingin menyendokkan bakso kedalam mulutnya, tiba-tiba saja suasana kantin mendadak menjadi rame. Entahlah, yang jelas semua murid tampak mengerubungi meja yang terletak di pojok sana.
Mereka bertiga bangkit berdiri seraya melempar arah pandangan mereka kesana untuk melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Terlihat Tania dan Alana sedang memarah-marahi Selly entah karena alasan apa. Deon juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Gue bilang pindah ya pindah!"
"Nggak!" tegas Selly.