****
Gelap dan terang hidup berdampingan. Tidak selamanya terang tetap menjadi terang. Tidak selamanya juga gelap tetap menjadi gelap. Ada kalanya terang menjadi gelap dan ada kalanya juga gelap menjadi terang.
****
Semuanya masih tampak sama. Hanya saja yang membedakan adalah langit malam yang dipenuhi gemerlap bintang-bintang. Saat ini waktu menunjukkan pukul sembilan malam.
"Lo tahu nggak habis ini ada acara apa?" tanya Laudia bersemangat.
"Nggak. Memangnya habis ini acara apa?"
"Penasaran?" goda Laudia seraya menoel lengan Selly.
"Biasa aja, sih. Nggak sebegitu penasarannya." Laudia memasang muka cemberut, "Lo mah gitu. Ini tuh waktunya jelajah malam."
Selly mengkerutkan keningnya bingung, "Jelajah malam? Jerit malam maksud lo?"
"Ya, semacam itulah. Tapi yang membedakan, kita nanti bakal berpasangan dua-dua gitu. Cowok sama cewek. Terus nanti bareng-bareng masuk ke hutan. Kabarnya sih ya, banyak kakak kelas kita yang jadian gara-gara acara ini."
"Duhh semoga aja gue sama Kak Rian. Soalnya, kan, nanti diundi. Kalau dapet nomor yang sama, itulah pasangan lo," jelas Laudia membuat Selly mangut-mangut mengerti.
"Oke. Tapi... boleh nggak, sih, gue izin aja? Acara nggak penting juga. Mending gue tidur di tenda," ucap Selly.
Laudia menepok jidatnya, "No, Selly! Lo nggak boleh izin! Ini justru part terbaik di summer camp SMA Moonlight. Siapa tahu ketemu jodoh."
Selly memutar bola mata malas. Cowok lagi, cowok lagi. "Sorry ya, gue nggak tertarik cari jodoh. Jodoh udah ada ditangan Tuhan."
"Tapi kalau Tuhan udah kasih semacam clue ke kita, ya artinya memang jodoh," ucap Laudia.
"Iyain aja, deh, biar seneng."
"Lo ikut aja ya, pleasee..." Selly menghela nafas pelan kemudian mengangguk dua kali. Ini semua semata-mata untuk membuat sahabatnya itu senang. Kalau saja Laudia tidak memohon-mohon kepadanya seperti tadi, Selly sudah pasti ogah-ogahan ikut acara tidak penting itu.
Laudia tersenyum dengan hangat kearah Selly kemudian memeluknya. "Makasih! Gue tahu lo pasti ogah-ogahan ikut acara ini."
"Nggak apa-apa kok." Mereka melepaskan pelukan mereka kemudian bergabung bersama yang lain di dekat api unggun.
"Okee. Semuanya ayo kumpul kesini! Abang Ose yang paling ganteng mau bagiin nomor undiannya!" seru Jose dengan menggunakan toa.
"Huuuu!!" sorak semua murid membuat Jose terkekeh pelan.
"Langsung gue bagi aja ya. Begitu dapat boleh langsung dibuka dan cari pasangan kalian. Terus langsung jalan aja." Jose mulai mengedarkan keranjang berisi nomor undian. Satu per satu murid mengambilnya secara bergantian.
"Semoga aja pasangan gue Deon," kata seorang cewek.
"Gue harap Deon yang jadi pasangan gue," ucap cewek lain dan masih banyak lagi cewek yang mengharapkan yang sama.
Sedangkan Deon sama sekali tidak menghiraukan berbagai harapan tentang dirinya itu. Cowok itu malah memainkan ponselnya dengan tangan yang satunya dimasukkan ke dalam saku celana, sambil menunggu giliran.
Tak lama setelah itu akhirnya tiba giliran Deon untuk mengambil nomor undiannya dan langsung dibuka cowok itu. Nomor dua puluh lima. Itulah yang tertera di kertas ukuran tiga kali lima itu. Banyak cewek langsung mengerubunginya dan menanyakan apa nomor Deon. Dan banyak dari mereka juga kecewa karena nomor yang mereka dapat tidak sama dengan Deon.
"Deon! Pasangan sama gue aja yuk? Udahlah, nggak usah ngikutin nomor nggak penting itu. Mendingan sama gue aja, ya?" ucap Tania yang datang tiba-tiba seraya bergelayutan manja di lengan Deon.
"Nggak!" ketus Deon disertai dengan sedikit gertakan.
Tania berdecak pelan, "Ayolah! Lo mau ya?"
Deon menepis kasar tangan Tania yang masih bergelayutan di lengannya, "Gue bilang nggak, ya, nggak. Udahlah, gue mau cari pasangan gue!" Deon berjalan menjauh dari Tania. Ia sama sekali tidak memerdulikan Tania yang dengan terus-terusan memanggil namanya. Menurut pemikirannya, untuk apa meladeni cewek seperti Tania? Membuang waktu saja.
Disisi lain Laudia membaca nomor milik Adrian dengan mata berbinar. Senyumnya begitu merekah. Nomor yang didapatnya adalah lima belas dan begitu pula dengan Adrian. Itu artinya mereka berpasangan. Benar-benar sebuah keberuntungan bagi Laudia.
"Kyaaa, doa gue menjadi kenyataan juga astaga!" seru Laudia kesenengan sendiri. Adrian yang melihatnya langsung merasa gemas sendiri dengan tingkah Laudia. Kemudian tangannya terangkat, mengacak puncak kepala Laudia seraya terkekeh pelan. Tuh kan, pipi Laudia menjadi merona dengan sendirinya gara-gara dapat perlakuan sweet dari Adrian.
"Tuh pipi kenapa jadi pinky gitu?" goda Adrian seraya menoel-noel pipi Laudia.
"Ituu mm... itu... Ish, tahu ah!"
"Kenapa-kenapa?"
"Ihh stoppp!!!" Adrian tertawa melihat Laudia yang tampak sedang malu itu. Cowok itu merangkulkan tangannya ke pundak Laudia, "Yuk. Mau jalan sekarang?"
"Mmm... oke."
"Sel, gue sama Kak Rian duluan ya? Nanti lo nyusul kalau udah ketemu sama pasangan lo. Bye."
Selly mengangguk menanggapi. Laudia dan Adrian pun langsung memasuki kawasan hutan sambil membawa sebuah senter ditangan mereka masing-masing.
Selly menghela nafas pelan. Ia menengok kearah jam tangan yang melingkar sempurna di pergelangan tangannya. Sudah lima menit sejak kepergian Laudia dan Adrian tetapi ia belum juga menemukan pasangannya.