****
Yang lalu biarlah berlalu. Nggak usah terlalu dipikirin.
****
"Yon, kita cari bareng-bareng biar cepet ketemu ya?"
Deon menggeleng cepat, "Gue pasangannya."
Laudia berjalan mendekat kearah Deon, emosinya sudah mencapai ubun-ubun. "Jadi lo pasangannya? Emang nggak tanggungjawab banget lo, ya?!? Kalau sampai Selly kenapa-kenapa, gimana? Dan awas aja kalau sampai dia kenapa-kenapa, gue nggak akan pernah maafin lo walaupun gue tahu lo itu temennya Kak Rian!"
Deon sama sekali tidak menghiraukan perkataan Laudia, cowok itu memasuki kawasan hutan dengan senter yang ada ditangan kanannya.
"SELLY!!" seru cowok itu dengan lantang seraya terus berjalan. Matanya menyapu ke segala arah.
"SEL, LO DIMANA!!!"
"INI GUE, DEON!!"
"SELLY!!"
Beberapa saat kemudian langkahnya berhenti ketika ia menemukan papan panah yang tadi ia juga lihat tadi saat jelajah malam. Seingat Deon, panahnya menunjuk ke arah kanan. Tapi, kenapa ini justru mengarah ke kiri? Seperti ada yang salah disini.
Cowok itu berjalan kemana arah panah tadi tunjukkan. Matanya menangkap sesuatu yang terselip di semak-semak. Sebuah papan yang bertuliskan 'DILARANG MASUK, BERBAHAYA'.
Samar-samar Deon mendengar suara isakan tangis dari arah yang jauh ke kiri. Ia memutuskan untuk mengikuti kemana suara isakan tangis itu berada. Semakin lama, suara itu mulai terdengar dengan jelas.
Sampai matanya menemukan sosok yang sedang meringuk seraya menangis di bawah pohon.
"Selly?"
Cewek yang merasa terpanggil namanya itu mengangkat kepalanya menatap Deon, "K-Kak D-Deon?"
Deon mengangguk, ia berjongkok menyamakan tingginya dengan Selly. "Iya. Ini gue, Deon."
Tangis Selly menjadi tambah kencang. Deon langsung membawa Selly kedalam pelukannya, membiarkan Selly menumpahkan tangisnya disana. Masa bodoh dengan bajunya yang akan basah. Sepertinya Selly benar-benar membutuhkan sebuah pelukkan untuk menenangkannya.
Selly meremas ujung baju Deon selagi ia menangis, ia benar-benar merasa ketakutan sekarang. Entah apa yang akan terjadi sekarang jika tidak ada seseorang yang menemukannya. Untung saja Deon datang.
Nyaman. Satu kata yang terlintas dalam benaknya ketika berada dalam pelukkan Deon seperti saat ini. Rasanya rasa takut yang semula menyelimutinya itu dengan perlahan mulai hilang dengan sendirinya. Beberapa saat kemudian mereka melepas pelukkan mereka.
"L-lo bu-bukan h-hantu, k-kan?"
Deon menggeleng pelan. Rasanya ia jadi merasa gemas sendiri dengan Selly yang malah menganggapnya hantu. Tangannya terangkat, mengacak pelan rambut Selly. "Udah, jangan nangis," ucapnya seraya memperlihatkan senyum tipisnya kearah Selly.
Selly mengangguk pelan, lalu mengusap airmatanya dengan jari-jarinya yang mungil.
"Ayo balik." Deon berdiri terlebih dahulu, tangan kanannya terulur membantu Selly untuk berdiri. Selly menerima uluran tangan Deon. Begitu ia berusaha untuk berdiri, kakinya malah terasa sakit.
"Lo nggak apa-apa?" Selly mengangguk lemah.
Deon memegang pundak Selly, membuatnya duduk lagi. Dengan cekatan, tangannya perlahan membuka sepatu kanan serta sebagian kauskaki yang dikenakan cewek itu. Kakinya sekarang setengah barefoot. Terlihat sebuah bercak berwarna biru di salah satu bagian pergelangan kakinya.
Deon mendesah pelan, ia berjongkok membelakangi Selly.
"Lo.. mau ngapain?" tanya Selly tak mengerti.
"Naik," perintah Deon.
"T-tapi.."
Deon berdecak, "Naik. Nggak usah bandel."
Selly menghela nafas pasrah. Dengan perlahan ia naik ke atas punggung Deon. Tangannya otomatis melingkar di leher Deon.
Cowok itu berdiri, ia berjalan seraya menggendong Selly. Aroma parfum Deon tercium begitu saja. Sebuah aroma yang menyejukkan sekaligus wangi. Bahkan sangat wangi. Ia yakin kalau ini bukan parfum kaleng-kaleng. Kalau begini caranya, Selly malah jadi betah.
"Gue bego ya?"
"Hm?"
"Iya, gue bego. Gue sendiri penakut tapi malah nyuruh lo ninggalin gue," lirih Selly.
Deon berdehem.
Selly menghela nafas pelan, "Maaf udah ngrepotin lo."
"Emang udah ngrepotin," ucap Deon dengan cepat membuat Selly terdiam. Memang kali ini salahnya. Kalau saja tadi ia tetap bersama Deon, pasti ujung-ujungnya tidak akan jadi seperti ini.
Tidak ada pembicaraan diantara mereka selama beberapa saat. Selly menengadahkan kepalanya menatap langit. Ia tersenyum melihat gemerlap bintang-bintang yang menghiasi langit malam kala itu.
"Kak, lihat deh! Bintangnya cantik banget ya?"
Deon menengadahkan kepalanya, beberapa saat kemudian ia kembali melihat ke depan. "Iya cantik kayak lo."
Selly membulatkan matanya. Kenapa jantungnya jadi berdegup kencang seperti ini? Tidak mungkin ia langsung meleleh karena perkataan Deon barusan. "H-hah?"
"Iya, lo cantik," ucap Deon lagi membuat degupan di dadanya semakin kencang.
"Kalau nggak nyebelin," tambah Deon membuat Selly mengkerucutkan bibirnya sebal. Ia memukul pelan bahu Deon, "Dasar bule oon!"
"You silly!"
"Apa?!?"
Deon hanya mengedikkan bahunya tidak peduli. Kemudian tidak ada pembicaraan sama sekali diantara mereka. Suasana menjadi sunyi.
Sampai beberapa saat kemudian, Deon bisa merasakan helaan nafas lembut yang menyentuh kulit lehernya. Ia melirik kebelakang.