Prick Of Heart

Elia Gracecia
Chapter #19

Chapter Tujuh Belas - Dad

****

Semua di dunia ini bersifat sementara. Siap atau tidak, akan ada masa dimana kamu harus kehilangan orang yang kamu sayang.

****

Selly baru saja selesai membersihkan diri. Ia menuruni anak tangga rumahnya dan duduk di sebelah mama tercinta yang sedang melihat-lihat foto di album.

"Papa kamu pasti bangga sama kamu, Sel."

Selly mengkerutkan keningnya bingung, "Kenapa?"

Luna tersenyum kearah anak kesayangannya itu, "Karena kamu udah tumbuh jadi anak yang baik seperti sekarang ini."

"Pasti berat ya, Ma? Ditinggal Papa sedangkan Papa itu orang yang berarti di hidup Mama. Pasti hati Mama sakit ya? Mama terpukul?"

Luna menghela napas berat seraya mengelus sebuah foto dimana suaminya sedang menggendong Selly ketika gadis itu baru lahir. "Kalau berat atau enggaknya itu udah pasti berat. Nggak ada perempuan yang baik-baik aja ketika ditinggal orang yang udah buat mereka merasa sangat bahagia."

"Gini, Sel. Hidup memang seperti ini. Semua di dunia ini bersifat sementara. Siap atau nggak, ada masa dimana kamu harus kehilangan orang yang kamu sayang. Entah kapan itu waktunya, cuma Tuhan yang tahu."

"Kayak Selly yang kehilangan Papa waktu bayi?" Luna mengangguk.

"Tapi jangan jadikan itu sebagai alasan kamu bersedih. Itu tandanya Tuhan lebih sayang sama Papa. Satu hal yang harus kamu tahu. Papa kamu sayang sama kamu, Sel. Dia yang paling bersemangat menantikan kelahiran kamu dulu."

"Be-beneran, Ma?" tanya Selly lirih. Ia jadi merindukan Papanya itu. Sangat.

"Iya."

"Selly pengen ketemu Papa besok. Boleh?" tanya Selly.

"Boleh sayang," jawab Luna seraya mengelus pelan puncak kepala Selly.

Luna membalik halaman selanjutnya membuat Selly mengernyit. "I-ini.. temen Selly, Ma?" tanya Selly seraya menunjuk foto masa kecilnya dengan seorang cowok bule.

"Iya, namanya Deon."

Selly melotot kaget, "DEON!?!"

"Iya. Kenapa kamu kaget gitu dengernya?" tanya Luna terheran-heran.

Selly menggeleng. "N-nggak apa-apa. Cuma nggak nyangka aja gitu Selly bisa punya temen cowok bule hehe."

"Dia, kan, sahabat masa kecil kamu. Mama maklumin kalau kamu mungkin belum bisa ingat, tapi suatu saat nanti Mama percaya kamu bakal ingat semuanya, kok. Deon itu anak yang baik, sopan."

Selly berdehem, "Ma, Selly ke kamar dulu ya? Mau kerjain tugas."

"Iya."

Selly segera menuju ke kamarnya dengan pikiran yang masih bertanya-tanya siapa itu 'Deon' teman masa kecilnya. Begitu ia memasuki kamar, ia langsung duduk di meja belajarnya.

"Deon... temen masa kecil gue. Tapi orangnya kayak gimana?"

"Ah, amit-amit kalau Kak Deon emang beneran temen masa kecil gue. Tapi kalau emang iya gimana? No! Deon bukan temen masa kecil gue. Emang kebetulan aja namanya yang sama. Chill! Nggak usah khawatir oke, Selly?" ucap gadis itu pada dirinya sendiri.

****

Telinga Selly berdengung lantaran sahabatnya itu berteriak lumayan keras setelah membaca sebuah pesan di ponsel. Entah apa isinya, pasti dari cowok.

Selly berdecak kesal, "Ih! Kebiasaan banget, sih, lo teriak-teriak gini! Kalau telinga gue budek terus nggak bisa denger, lo mau tanggung jawab sumbangin telinga lo ke gue, hm?"

"Hehe, maap. Gue lagi seneng banget! Nih, lo baca sendiri." Laudia menyodorkan ponselnya kearah sahabatnya yang duduk di sebelahnya itu. Selly memutar bola mata malas kemudian mulai membaca chat history Laudia dengan... Adrian.

"Pantes aja lo kesenengan gini. Rupanya Kak Rian," cibir Selly.

"Pinter! Itu lo tahu."

Mata Selly membulat seketika setelah membaca inti dari chat Laudia dengan Adrian. "Ini, kan, film yang pengen kita nonton bareng! Nggak jadi nonton bareng berarti? Terus gue nonton sama siapa dong? Gue, kan, juga mau lihat film ini."

Laudia menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, "Hehe... maapin ya. Kak Rian beritahunya dadakan soalnya, udah dipesenin juga. Nggak enak kalau nolak."

"Alesan lo aja itu mah! Bilang aja nggak mau nolak," ucap Selly. Kemudian ia berdiri seraya membawa buku Matematika dan kotak pensil miliknya membuat Laudia panik. Laudia bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah Selly marah pada dirinya karena hal ini?

"Eh, lo mau kemana? Lo nggak marah, kan?"

"Mau ke perpus. Urusan gue marah atau nggak lo nggak perlu tahu. Intinya gue fine-fine aja kalau lo emang mau nonton sama Kak Rian."

Mata Laudia membulat, "Beneran? Ah, makasih Selly! I lope you tapi lebih lope Kak Rian, hehe."

Sepanjang perjalanan menuju ke perpustakaan, raut wajah Selly terus menerus cemberut. Selly tak peduli dengan anak-anak SMA Moonlight lainnya yang terus memperhatikan dirinya. Selly kesal karena pada akhirnya ia harus menonton film itu seorang diri tanpa Laudia.

Sampai di perpus dan duduk di sebelah Deon pun Selly masih tetap memasang muka cemberut membuat Deon jadi heran sendiri.

"Kenapa, tuh, muka kusut gitu? Belom dicuci apa ya?"

Selly berdecak pelan, "Apa, sih, nggak lucu tahu! Gue, tuh, lagi ngambek gara-gara Laudia malah nonton film baru itu sama Kak Rian. Padahal kita udah janjian mau nonton film ini berdua. Gue, kan, nggak mau nonton sendirian. Sendirian, tuh, nggak enak."

Selly menoleh kearah Deon dan mendapati cowok itu yang malah sedang memainkan ponselnya. "Woy! Lo dengerin gue nggak, sih?"

Deon mengangguk.

"Masa? Terus kenapa lo malah main ponsel?"

Lihat selengkapnya